16. A Star Reborn

6.2K 389 15
                                    

Tell the world I'm coming home

Tiga kata untuk menggambarkan kota ini: pantai, Basalt, dan basket.

Basket mungkin telah menjadi olahraga yang mendarah-daging di kota ini. Hampir semua cowok yang kutemui, yang bukan pendatang atau wisatawan internasional, pasti pernah main basket. Jumlah lapangan basket di kota ini sepertinya lebih banyak dibandingkan seluruh lapangan basket di pulau tempatku berasal dijumlahkan. Kota ini punya By the Beach, Clubhouse, Star-Biz, dan beberapa sekolah yang memiliki lapangan basket di dalamnya. Tempat-tempat itulah yang dijadikan base camp oleh bahkan lebih banyak lagi klub basket. Klub-klub basket inilah yang dijadikan sasaran empuk untuk berpartisipasi di dalam berbagai kompetisi yang diselenggarakan hampir seminggu sekali.

Aku tidak tahu di mana persisnya kompetisi-kompetisi itu berlangsung, aku hanya menaruh perhatian pada kompetisi-kompetisi yang digelar di By the Beach, berhubung aku dan tempat itu punya sejarah yang cukup panjang. Setelah turnamen three on three yang waktu itu, dan yang waktu itu lagi, aku mendengar desas-desus bahwa By the Beach akan kembali dijadikan tempat untuk turnamen lain dalam waktu dekat.

Sementara Faux ... Faux masih menghubungiku sejak kami meninggalkan pesta Sean. Tapi cowok itu belum mengajakku bertemu atau bertanya apakah aku punya waktu untuk sekadar minum kopi. Kupikir dia malu, atau mungkin merasa tidak enak kabur bersamaku dari kejaran polisi, tapi aku juga berpikir bagaimana jika dia hanya bosan. Seperti cowok-cowok kebanyakan setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Terkutuklah Faux dan sikap sok misteriusnya itu.

Hari demi hari berlalu begitu cepat, dan tiba-tiba saja ini sudah sepuluh hari sejak Faux dan aku menyelinap pergi dari pesta Sean. Frekuensi dan intensitas pesan yang dikirimkan Faux semakin sedikit, dan aku pun semakin sibuk mengurus berkas-berkas dan menyunting laporan akhir yang rencananya harus selesai semester ini, atau paling tidak semester depan. Aku hampir melupakan cowok itu, jika saja aku tidak bertemu dengan Yasha di perpustakaan.

"Hei," katanya. "Ceweknya Faux."

Aku mendelik. "Aku bukan ceweknya Faux."

Yasha sedang bersama cewek lain dalam jaket merah fakultas Hukum. Aku sempat mengira itu temannya, tapi cewek itu terus-terusan menyandar di pundak Yasha, dan dia melakukannya sambil menulis. Menyadari tatapanku yang agak terlalu lekat, Yasha beringsut menjauh dari cewek itu dan merunduk untuk membisikkan sesuatu padanya. Dasar. Pacaran di perpustakaan.

"Kok nggak pernah nyari Faux di kampus lagi?" tanya Yasha, duduk beberapa kursi jauhnya dari kursi yang dia tempati sebelumnya. Aku menarik kursi di depan Yasha, lalu duduk. "Kayaknya dia lagi galau tuh." Faux pasti galau karena pesta itu. Atau mungkin ada sesuatu di pesta itu yang mengganjal pikirannya. "Tapi denger-denger dia udah main basket lagi," kata Yasha. Aku diam, pikiranku berhenti sebentar. "Kamu tahu dia pernah main basket kan?" Nada Yasha berhati-hati.

"Tahu kok." Yang menjadi masalah untukku, tahu dari mana Yasha Faux sudah main basket lagi?

"Oh, nice." Yasha mengangguk. "Belakangan dia mulai sering nongkrong sama temen-temennya di Star-Biz dulu. Kayaknya gara-gara galau kamu cuekin."

"Aku nggak cuekin siapa-siapa!" Jika ada yang cuek di sini, Faux-lah orangnya.

Aku menggigit bibirku, memandang Yasha, lalu bertanya, "Tadi sempat lihat Faux di kampus?"

"Kalau nggak salah, sih, tadi dia pergi ke By the Beach bareng temen-temen Star-Biz-nya."

Oh, astaga, kurasa aku sudah bisa mulai mengintai Faux sekarang.

Saints & SinnersOnde histórias criam vida. Descubra agora