Bab 2 Sin of Glutony chapter 19 : After and over

6 4 0
                                    

Mereka berdua berhenti ketika hal yang tak pernah mereka pikirkan terlihat di depan mata.
Di tengah lahan datar setelah badai debu, seekor harimau hitam membawa seorang pemuda yang tak sadarkan diri di punggungnya.

“Sahya.”

Alisia menatap musuhnya dengan tatapan penuh benci, dia turun dari gendongan kakaknya dan langsung maju untuk mengkonfrontasi kegelapan itu.

“Lepaskan kakak sekarang juga!”

Pedang di hunuskan walau tahu itu cumalah sebuah jarum untuk Sahya. Namun bukannya pembantaian yang terjadi, harimau itu malah menaruh Arya secara perlahan.

“Ambil dia.”

“Huh?” semua terdiam dengan kebaikan tak terduga ini. Namun, tentu sebagai pemilik ego tertinggi disini dia tak terima itu.


“Heh? Keren banget ya? Jadi kau kira kami ini Cuma anjing yang akan langsung berjalan kearah makanan yang terjatuh ke tanah gitu?”

“...”

“Jangan diam saja, kau kira bisa kabur dari semua ini? Jangan sombong dulu ya?”

Sahya sedikit terpancing walaupun dia tahu sebenarnya dia ingin bertransaksi bukan berdebat.

“Sombong? Emangnya kalian apa tahunya soal diriku ini? Sombong itu ketika aku bilang kalau cukup berjalan melewati kalian, akan langsung membunuh kalian. Itu baru sombong.”

Walaupun memang benar katanya, setiap Sahya mengaktifkan mode harimau hitam nya ini. Semua mahkluk hidup atau mati akan hancur menjadi debu jika mendekat dengan jarak 5 meter jika dia tak menurunkan kekuatannya.


“Alisia, kali ini. Biarkan dia bicara terlebih dahulu.”


“Tapi...”

Setelah perkelahian yang panjang, Alisia tak ingin mengulangi kesalahannya lagi dan langsung mendengarkan perkataan kakaknya.

“Sekarang kau bisa berbicara.”

Ketika pedang dijatuhkan, Sahya kembali ke wujud manusianya.

“Tujuan kami sejak awal cumalah menangkap kakak kalian hidup-hidup. Tak ada hubungannya dengan kondisi keluarga Kalian, hal itu tak ada menarinya untuk kami.”

“Terus, semua orang tak berdosa yang kalian ambil nyawanya tadi, Untuk apa?”

Sahya diam, bukannya menjawab malah melamun. Dua saudara binggung ketika Sahya terjebak di lautan kebingungan.

Dia baru saja mendapatkan ingatannya dan tak dia sangka yang dia dapatkan adalah sebuah rasa yang lama tak dia rasakan.


Rasa bersalah.

“Aku... Telah mengancam paman kalian dan terjadilah semua ini. Aku lah yang memanfaatkan kalian, dengan membawa Anggara kemari Cuma untuk alat untuk memancing rasa benci Alisia yang kami curigai sebagai pembawa benih dosa. Hampir semua yang kukatakan sejak kita bertemu Cuma kebohongan. Tak ada jalan maaf untuk ku, namun setidaknya ayo kita selesaikan ini dengan damai.”



“Berdamai?” Alisia kaget ketika Sahya mengatakan nya dengan tenang dan sedikit membuka harapan mereka.

Namun ketika dia membuka mulut sekali lagi.

“Iya, dengan memberi kesempatan kalian untuk mengucapkan perpisahan ke kakak kalian sebelum kembali ke kami.”

“...!” Alisia langsung menghunuskan pedangnya kearah Sahya sekali lagi.

“Tunggu! kami akan merawatnya dengan baik. Aku jamin,uji coba yang kami lakukan masih bermoral, lagipula kami tak ingin dia mengamuk ketika mentalnya hancur. Kami Cuma ingin menjaga dia sampai waktunya. Ketika waktunya tiba, kami akan mengangkat benih dosa dan kalian akan terbebas dari jaring pendosa ini. Bagaimana? Tawaran yang bagus kan?”

Alisia menggeleng kepala nya berkali-kali, mengepalkan tangannya sampai berdarah dan meludahi wajah Sahya dengan darah di mulutnya.

“Huh? Yang kau ambil itu nyawa, keluar dan kau mau menggantikannya semudah itu? Dimana moralnya? Dimana?!! Kau tak mendengarkan, adik-adik keponakanku menangis di samping mayad ibu mereka. Terus masih Berani kau membicarakan moral di depan kami!?”

Sahya berfikir, dia memang pendosa. Dia pernah membunuh seorang pemuda karena salah kira telah menculik anak kecil. Dia tak pandai seperti Malingkang yang bisa menyembunyikan kejahatannya, maka karena itu satu-satunya cara menangani kejahatannya adalah siap untuk menerima api hukuman.

Dia membuka tangannya siap untuk menerima apa pun.

“Silakan, sebentar lagi ada misil yang mengarah kemari aku harap kalian bisa cepat pergi.”

Alisia mengangkat pedangnya siap untuk menebas leher Sahya. Namun Anggara langsung memegang tangan adiknya.

“Hentikan.”

“Tapi!”

“Arya telah mencoba mati-matian untuk mengubah pandangan orang ke keluarga kita. Apa kau ingin mengotori nama keluarga dan tanganmu lagi?”

Mereka terdiam, saling berpandangan satu sama lain. Alisia menurunkan pedangnya dan mengacuhkan Sahya untuk mengangkat kakaknya.

“...”

Alisia membuka portal dimensi dan memberikan Arya ke Anggara untuk pergi terlebih dahulu.

Saat mereka masuk, Alisia berdiri diam membelakangi Sahya yang masih siap untuk menerima semua ini.

Gadis itu menggenggam pedangnya dan dia berbalik dengan kecepatan yang menghembuskan semua pasir yang dia lewati.

Tanpa basa-basi dia lan

“Aku tak pernah ingin berubah  aku ingin terus memiliki ego ini. Namun mereka tidak, mereka masih punya kesempatan berubah. Entah aku ikut berubah atau tidak. Sekarang aku harap kau bisa hidup, bodyguard.”

Katanya sebelum meninggalkan potongan tubuh Sahya. Kepalanya yang terpenggal berkedip ketika sebuah suara terdengar di kepalanya.

“Sahya, apa kau yakin?” Jacky terdengar begitu sedih, karena sejak awal ini adalah rencana Sahya.

“Maaf Paman, selama ini aku adalah orang yang egois.”

“Ah! apa yang kau katakan ini, aku sendiri yang payah.”

Tentu dia bohong, seperti keluarga pada umumnya.

“Kau kira, aku tak pernah mendengarmu menangis di kantor.”

“...”

Tubuh yang terpotong mulai menempel lagi, bergerak di pasir halus dengan perlahan namun pasti.

“Paman, kau dan mereka bertiga tak ada bedanya.”

“Y-ya...” jawab Jacky dengan nada tersedu karena baru saja menangis.

“Kita semua... Itu egois, jahat dan pantas untuk dihukum. Jadi tenang paman tak sendiri. Walaupun begitu paman bisa berubah dan aku juga bisa berubah.” Tubuh Sahya kembali utuh dan dia berdiri untuk mendongak keatas melihat puluhan misil yang melesat kearahnya.

“Sahya?” Jacky dengan nada pelan bertanya.

“Iya?”

“Terimakasih telah peduli dengan pamanmu ini.”

Sahya tersenyum dan membalas dengan rasa senang di hatinya.

“Ah, aku juga. Lagipula... iniiah tugasku, sejak kalian menerimaku di keluarga ini.”


“Kembalilah.”

“Tentu.”

Komunikasi telepati terpotong. Sahya berjalan, secara perlahan mempercepatkan jalannya. Dari atas projects Ababil memecahkan bentuknya menjadi jutaan bola energi biru yang siap menghacurkan setiap zat yang ada.

Sahya mulai berlari dan menyelimuti wujudnya dengan pertikel gelap. Bergerak seperti awan hitam di puluhan bintang jatuh yang menghantam tanah dan menghancurkan nya seperti daun yang dimakan ulat. Berlenggak lenggok dia menyelamatkan keberadaan nya di dunia dengan semua ingatan yang mulai bermunculan.


Semua orang, berjuang demi yang dicintai. Mungkin ini terasa menjadi pahlawan, tapi apa itu benar-benar pahlawan?
Seorang penjahat, melukai orang demi sesuap nasi keluarga mereka.

Seorang Idealis yang berjuang demi hal yang dia anggap benar.

Dan yang paling sederhana, adalah mereka yang berjuang demi kehidupan mereka.

Semua orang berjuang dan terkadang lupa untuk benar-benar menjaga hal yang mereka perjuangkan.

Karena itu mereka harus berubah. Menjaga apa yang mereka lindungi bukan terhanyut oleh keinginan untuk melindungi.

Aku Sahya Arrav, ingin menjaga mereka. Berjalan dalam kegelapan dengan emosi dan ingatan yang menggelapkan jalanku. Aku ingin untuk, terus berjuang agar semua orang bisa diingat.


Bergerak di hujan bintang yang mulai melebar sampai akhirnya memenuhi sisa-sisa dari hutan lentera. Sahya hampir tak terselamatkan. Namun, sebuah portal dimensi telah terbuka di depannya, tanpa banyak pikir dia langsung masuk dan dengan tak terkendali dia menghantam lantai. Tubuhnya mencium lantai ketika partikel gelap mulai hilang.

“Bangun woi!”

Suara familiar memanggilnya, dia membalikkan tubuh tengkurapnya dan melihat orang yang menyodorkan kopi.

“Malingkang?”

“Kayak ngantuk banget dek? Ngopi?”


Sahya tersenyum dan sedikit tertawa kecil.

“Iya, yang manis ya?”


,,,,,,,,,,,,,

Setelah itu, keluarga Glutony pun menandatangani kontrak kedamaian, Arya pun diserahkan ke Shadow Butterfly dengan jaminan kesehatan yang tinggi, Stella tiba-tiba kehilangan Seren ketika bertarung dan sebelum Seren pergi, Stella mendapatkan informasi soal siapa yang membocorkan rahasia operasi mereka.

Sebuah organisasi perlawanan ke semua penguasa di kubah, yang bernama Ragnarok. Entah apa rencana mereka namun kami sudah siap untuk itu.


,,,,,,,,,


Sahya sedang dirawat oleh Kanzen setelah 10 tahun. Di tempat berbau alkohol ini dia secara kebetulan bersandingan dengan Arya.

“Aku merasa tak enak, untuk pertama kalinya aku merasakan itu.”
Dia melihat tangannya yang diinfus, karena memang ini lah ingatan pertamanya ketika tak berdaya.

“Waw keren.” Malingkang berada di sampingnya sambil membuka kulit pisang.

“Terimkasih, kau tak perlu repot-repot untuk mengupasnya.”

“Ah iya ka?” dia langsung memakannya sendiri.

“Tapi... Kau tak perlu memakannha juga.”

Dua sahabat pun saling bercakapan dan Malingkang senang dengan ini, akhirnya temannya bisa istirahat.

“Akhirnya kau dipaksa cuti.”

“Iya sih, terus selanjutnya apa Mali? Aku tak pernah melakukan ini.”

“Istriahatlah, melakukan hal lain yang kau suka.”

“Seperti?”

“Huh? Tanya aku gitu? Astaga...”

“Entahlah, tapi mungkin akan kucari.”



Setelah ini, Jacky memaksa Sahya untuk cuti setelah sembuh. Karena itu cerita akan berganti ke sudut pandang lagi ke Sang Soul reader.



Bab Sin of Glutony telah... Tamat.











Dome {hidup kami di dalam kubah} (Dalam Masa Revisi)Where stories live. Discover now