Bab 2 Sin of Glutony chapter 11: pernawaran dan penyesalan

11 7 0
                                    

Xing terlihat seperti orang dewasa berumur 40 tahun-an dengan kumis beruban dan wajah yang bijak. Bagi Alisia yang sudah hampir kehilangan paman nya ini. Membuat dia sangat ingin memeluk pamannya sekarang namun, ini bukan waktu yang tepat. Karena pihak Shadow Butterfly ingin dengan cepat menyelesaikan semua ini.  Mereka sedang duduk di sofa empuk di bunker rumah Xing. Orang ini, sudah memperkirakan kalau kondisi seperti ini bisa terjadi kapan saja. Maka, saat tidur dia akan lebih suka untuk tidur di dalam bunker daripada di rumahnya.

“Paman Xing, kenapa paman tak pernah memberi tahu kepadaku soal tempat ini?” Alisia sedikit kecewa akan ketidak ketahuannya namun, juga bersyukur akan kondisi paman nya saat ini.
Pria itu tak menjawabnya namun langsung memohon gadis itu dengan halus, untuk pergi dari sini.
Alisia tak bisa menolak dan langsung pergi bersama Atlas yang mengikutinya. Mereka menaiki tangga keatas namun, Atlas tiba-tiba berhenti melihat sekitar sejenak.

“Ada apa? Cepat pergi, tolong jaga Alisia.”

“I-iya maaf.”

Pintu tertutup.

Meninggal Xing dan Sahya. Mereka saling bertatapan dan pembicaraan pun di buka oleh Sahya.

“Kenapa kau-“

Dengan lancang Xing langsung memotong perkataan Sahya.

“Eits~ sebelum kau bicara dengan nada serius. Akan ku puji kau dulu. Walaupun kau musuh, namun terima kasih untuk tak menyakiti keponakanmu.”

“Sama-sama, lalu...”

“Oh iya, setauku kau punya adik-adik kecil kan?”

Sekali lagi, Sahya cukup sering menangani orang seperti ini. Namun tak pernah terbiasa.

Berisik.

Itulah gambaran nya, seorang yang berprilaku seenaknya, Cuma ingin melakukan hal yang mereka sukai dan memiliki sifat malas untuk bertingkah serius. Namun, untuk orang ini, ada sebuah keunggulan yang sama dengannya, yaitu rasa untuk keluarga.

“Kau, kau ini bercanda ya? Kau tau kan siapa aku?” balas Sahya dengan dingin mencoba untuk menunjukkan kedudukannya.

Xing membalasnya dengan nada yang santai dan seolah yang didepannya Cuma lah pemuda pada umumnya.

“Oh iya, tentu. Sang kursi ke-dua meja kekuatan. Sahya Arrav atau Real Darkness. Mana mungkin aku tak tahu nama itu.”

“Terus? Kenapa kau masih bisa tenang dan terus memainkanku?”

“Siapa yang mempermainkanmu? Aku Cuma ingin menghapus wajah masammu itu dan mengubah pembicaraan yang membosankan ini menjadi lebih enak.”

Sahya tak suka ini, dia tak terbiasa berbicara santai kecuali dengan teman-teman nya.

“Aku tak mau, ke intinya saja.”

“Tak boleh. Jika kau mau aku berbicara, kau harus mematuhi peraturanku.”

Sahya menghela nafas.

“Baik.”

Xing langsung menyeringai senang dan Sahya merasa tersiksa karena harus buang-buang waktu dengan si idiot ini.

“Bagaimana kabar kek Danu? Aku sering ngeteh bareng di angkringan kesukaan kami. Tapi kok beberapa hari ini dia tak keluar?”

“Dia keluar dengan kakaknya.”

“Kemana?”

“Bukan urusanmu.”

Xing langsung kecewa.

“Kau ini memang lah... Mending tidur lagi aku.”

“Orang yang dari tadi masih bisa tidur dikala ledakan bom. Benar-benar menyedihkan.”

“Ayolah, tempat ini memang enak buat tidur, loh. Coba rasain sendiri.”

Sahya merasa makin malas dan langsung bicara yang sebenarnya.

“Dimana lokasi anggota keluarga yang lain?”

“Halah... Kau ini emang. Baik-baik! Akan kuberitahu”

Xing mengubah raut mukanya dengan serius. Dia menatap Sahya dengan tatapan serius. Lalu berkata dengan nada serius.

“Untuk itu, akupun tidak tahu.”

Cih!

Sahya kecewa dan kesal. Karena sekali lagi dia dipermainkan oleh orang tua ini.

“Hei, jangan gitu dong. Mereka memang Suka pindah-pindah tempat. Sulit sekali untuk menemukan mereka loh. Ditambah mereka semua berpencar.”

Xing tersenyum mencoba mengejek Sahya. Ditambah Xing cukup merasa bangga dengan kelicikannya yang telah meloloskan perusahaan Glutony dari banyak kasus yang menyerang. Karena memang sudah tugasnya sebagai pengacara pribadi untuk perusahaan ini.

Pengacara nomer 1.

Itulah yang selalu dia pikirkan setiap saa,t yang juga membuatnya menjadi orang yang sombong.

“Dasar orang sombong.”

“Hayo marah ya?” dia mengejek Sahya. Namun, Sahya tetap tenang karena ada kalimat yang akan membungkam kesombongan orang tua ini.

“Kau... Katanya peringkat pertama. Kenapa kau repot-repot kemari,huh? Mau mengendalikan kami? Tidak! Jangan bermimpi.”

“Siapa yang mau mengendalikan kalian. Kami ingin Seed of Glutony.” Sahya sudah muak dan langsung ke intinya.

“Huh?...HAHAHAHA!” Xing tertawa terbahak-bahak sampai perutnya sakit.

“Kau ini kadang-kadang bisa bercanda juga. Tuan muda telah pergi membawa satu-satunya informasi soal benda keramat itu. Bahkan kedua adiknya tak tahu, apalagi aku!”

Dengan tegas Sahya menyangkal perkataan Xing.

“Dia ada dan dia bersama Alisia tadi.”

Semakin lama hati Xing semakin geli.

“Huh!? Dasar bodoh kau tak pernah bertemu dengannya, ya? Dia itu tinggi dan gagah. Bukan bocah kerempeng kayak lidi.”

“Ya, itu dia setidaknya masih belum.”

Sahya melempar sebuah foto ke meja. Menunjukkan sebuah tubuh pucat yang duduk di kursi roda dengan alat bantu pernafasan yang menempel di mulutnya. Xing terdiam melihatnya, semua kesombongan hancur menjadi rasa syok.

“...”

“Kenapa diam? Oh iya, gambar tubuh yang kau lihat ini sudah tak bernyawa.”

“... Tuan muda, kenapa kau...”Xing mengepalkan tangannya begitu erat. Karena dia seorang pengacara yang memiliki kemampuan membedakan foto bukti Cuma dari pengelihatan yang diperkuat dari code.
Tahu, bahwa ini adalah foto asli.

“Darimana kau menemukannya... Jawab aku.” Nadanya mulai mengancam, perubahan suasana hati yang seolah membalas kekesalan Sahya.

“Di sebuah apartemen kumuh, tempat yang sama yang digunakan menjadi tempat pembuatan Atlas. Seorang boneka bionik yang berasal dari gen siluman yang sudah punah dari bahan uji coba yang dicuri dari lab milik Kanzen. Kayaknya, dia sama sekali tak ingin adik-adiknya kesepian makanya dia membuat benda itu. Namun, dia sama saja seperti ayahnya yang pecundang. Bukannya menyempurnakannya, malah membiarkan benda itu kabur dengan ingatan yang masih terkunci. Jadi usahanya untuk kembali ke sisi adik-adiknya dengan tubuh lain itu sia-sia.”

“Jangan hina ayahnya... Kau tak tahu betapa sulitnya untuk menjaga kewarasannya dari pengaruh Seed of Glutony.”
Xing membating meja besi ke wajah Sahya yang tak bergeming.
“Sudah kami bilang berkali-kali kami sudah berubah! Kami jahat bukan karena kami yang mau... Tapi pemimpin kami yang bahkan cuman menjadi budak bibit, brengsek itu!”

“Itu bukan urusan kami.”

(Kau kira Cuma kalian saja, aku tahu itu. Karena aku juga memiliki hal yang hampir sama.)

Xing menarik nafas panjang. Dia langsung meloncat ke Sahya mencekiknya dengan segala kekuatan yang dia punya.

“KENAPA KALIAN TERUS MENGGANGGU KAMI! BISAKAH KLIAN UNTUK MEMBIARKAN ANAK-ANAK ITU SENDIRI!!”

Sahya dengan tenang balik mencengkeram lengan Xing lalu mematahkan kedua nya seperti batang ranting. Xing mencoba untuk tak berteriak karena tak ingin Alisia masuk karena khawatir.

“Sudah kubilang bilang, itu bukan urusan kami.”

Tubuh Xing mengeliat di lantai mencoba menahan dengan menggigit bajunya. Sahya pun jongkok untuk menyuntikkan obat penambah kecepatan regenerasi ke Xing. Lalu, menawarinya penawaran yang tak mungkin bisa dia tolak.

“Karena kau sangat peduli dengan kedua anak itu. Bagaimana kalau kita lakukan perjanjian. Kau tolong bantu si boneka itu untuk semakin dekat dengan Alisia agar ingatan yang terkunci semakin terbuka.”

“Kwau....” cacinya sambil menggigit bajunya.

“Oh, satu lagi. Aku ada kabar bagus untukmu. Mereka memiliki kemungkinan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dari perkiraan kami. Jadi kalau mereka sampai menikah akan lebih bagus.”


“Dia memiliki gen dan ingatan  Anggara kakak nya sendiri. Apa kau ingin memaksa kedua saudara itu menikah huh!?”

“Terus? Tak ada namanya paksaan jika mereka yang mau.” Sahya dengan acuhnya memicu tatapan membunuh kearahnya. Dia berdiri lalu menatap tubuh tak berharga Xing.

“Akan kami beri waktu beberapa hari untuk berfikir. Kami harap kau setuju dengan ini. Saat kami mendapatkan Benih dosa. Kalian juga akan terbebas dari dosa kalian. Jadi ini sepadan.”

“Setidaknya, apa tak ada cara lain!?”

“Entah, Overseer yang membuat rencana ini bukan aku.”

Sahya berjalan menuju tangga lalu berhenti dan melirik kembali ke Xing yang dengan payahnya mencoba untuk berdiri.

“Jaga otakmu untuk tak berfikir untuk melawan kami.”

Diapun pergi meninggalkan orang itu menderita akan rasa di tangan serta hatinya.



Beberapa hari sebelumnya...

Di kantor gelap milik Jacky, Sahya dengannya membahas rencana selanjutnya. Mereka berdua duduk di sofa, dikala Sahya membaca semua detail dari rencana yang di buat oleh Overseer genit itu.

“Apa Malingkang yang membuat ini?”
Tanyanya setelah menaruh kembali lembaran rincian ke meja kayu.

“Tidak, kali ini aku sendiri yang melakukannya.” Jawab Jacky.

“Kenapa bukan dia?”

“Dia ingin cuti. Setelah kamu kembali, dia ingin menggantikanmu untuk menjaga adik-adik kalian.”

Sahya mendongak keatas dan langsung menghela nafas. Dia awalnya terlihat tak ingin Mali melakukan hal yang sering dia lakukan juga.

Namun...

“Baik... Kali ini aku ingin dia yang melakukannya.”

“Waw, tidak seperti biasanya. Biasanya, kalian akan berebutan untuk merawat adik kalian. Ada angin seperti apa yang membuat kalian bisa seperti ini.”

“Mungkin terkadang aku juga harus mengalah dan menuruti kata Mali serta keinginan hatiku sendiri. Dia selalu menyuruhku untuk istirahat dan aku selalu menolak. Kayaknya sudah waktunya aku tak menolak sarannya kali ini.”

“Oh rasa... Terkadang peduli akan merusak diri.” Jacky kembali berpuisi.

“Apa maksudmu?”

“Bukan apa-apa, Cuma semoga kalian langgeng.”

“Apa-apaan paman ini”Sahya memandang curiga orang eksentrik itu.

“Hoho, maaf-maaf. Cuma rencana di bidang hiburan.”

Sahya menghela nafas dan berharap semoga tak ada di shadow butterfly yang membuat fanfiction simp dari mereka berdua. Dilihat beberapa anggota Shadow Butterfly terutama wanita yang menghormati the Five suka membuat cerita aneh-aneh yang dikumpulkan untuk membuat sebuah anime yang menjadi cabang keuangan organisasi.

Eh... Tunggu...

“Apa ada yang kurang Sahya?”
Tanya Jacky sebelum Sahya berhasil membuka mulutnya untuk bertanya dulu.

“bagaimaa caranya Anggara masih hidup?”

“Coba liat ini dulu.”

Jawab sambil Jacky memberikan data lengkap dari Atlas yang dirangkum menjadi berikut.

Nama: Atlas.
Umur : 20 tahun
Tempat, tanggal lahir: tak diketahui
Jenis siluman: abstrak
Nama spesies siluman: Asema.
Level bahaya :43

“Tunggu... Spesies siluman ini?”
Sahya kaget dan Jacky langsung menjelaskan semuanya.

“Iya memang, dia adalah Asema. siluman bola api penyedot darah dari Suriname. Telah punah bahkan sebelum kubah didirikan. Kok bisa ada disini? Aneh kan? Lalu, kalau ingin mengembalikan mereka yang punah harus mengambil DNA miliknya untuk clone. Lalu kau tau itu darimana?”

“Benih dosa.”

“Yap, benih dosa menyimpan DNA dari makhluk awal mula. Yang juga jika ekstrak sebagiam akan memunculkan DNA siluman yang lain.”

“Jadi, tinggal kita kembalikan ingatannya ya?”

“Yap, setelah itu tinggal kita cari Di mana benih itu berada. Dan Sahya, mungkin ini menyakitkan tapi –“


“Tak masalah. Tak berarti karena dia kehilangan ingatan seperti diriku. Akan membuat diriku peduli dengannya. Lagipula, aku juga tak sepenuhnya sama dengan orang yang kabur setelah tau dirinya jahat.”

Jacky Cuma bisa tersenyum mencoba memaklumi orang yang hampir tak berperasaan ini. Tapi, sekaligus sedih. Karena bagaimanapun dia juga yang bertanggung jawab untuk mengubah anak kecil penuh semangat menjadi seorang monster dingin yang tak bisa hidup tanpa gelap.

Sahya berdiri setelah merasa sudah cukup informasi. Sebelum dia beranjak pergi, Jacky memberikan ucapan perpisahan penuh rasa peduli.

“Baik, kalau begitu. Baik-baik saja ya. Paman berharap kamu bisa pulang.”

“Tentu.”

Sahya pergi melewati pintu yang dihiasi oleh ukiran bergambar buaya. Jacky menghela nafas, Overseer itu tak bisa menghilangkan rasa khawatir di hatinya.

“Tentu, huh?” Baginya, kata-kata itu adalah wujud dari ketakutannya selama ini.

Aku harap itu benar. Aku tak ingin kehilangan tempatku untuk pulang untuk kedua kalinya.


Pikirnya di dalam hati sambil melihat biola yang selalu dia pajang di kantor.


Kembali dikala Sahya menunggu keputusan Xing. Dia berada di depan kamarnya melihat langit-langit kubah sambil berpikir dan beristirahat sejenak menunggu kelanjutan misi kali ini.
Semuanya sudah selesai. Alisia kembali ke rumahnya menunggu jawaban untuk siapa pelaku pembunuhan yang tentu saja itu sia-sia. Karena faktanya, kasus itu Cuma salah satu konspirasi dari organisasi Shadow Butterfly yang dilakukan oleh Arga yang telah di cuci otak oleh Stella.

“Ujung-ujungnya semuanya Cuma boneka ya?” ucap Sahya berbicara sendiri.

“Bidak Sahya, bukan boneka.” Seorang bijak membenarkan perkataannya. Sahya pun langsung menoleh ke orang itu.

“Kek Danu.”

“Selamat malam Sahya.”

Mereka pun berdiri berdampingan sambil menyender ke pinggir pagar.
Orang tua itu membuka pembicaraan dengan sebuah keluhan dari apa yang  telah cucunya lakukan.
“Untuk yang terjadi ke Xing... Kamu kayaknya agak berlebihan.”
Dengan tenang Sahya menjawab.
“Nanti akan saya benahi dan tak saya ulangi lagi.”

Dia berbohong namun Danu juga tak bisa sepenuh melarangnya.

“Tak apa, lagi pula saya juga pernah lebih parah kok. Saya pernah memaksa seorang anak untuk membunuh ayahnya.”

“Sangat Malingkang sekali.” Menyinggung temannya yang tidur duluan di kamar.

Dengan halus orang tua itu mengelus jidatnya. Mengingat rasa sakit yang dia dulu rasakan.

“Iya dan setelah itu sebagai balasannya kepala ku di banting oleh anak itu ke sebuah batu berkali-kali dengan pengendalian code miliknya yang bisa mengendalikan batu. Sakit sekali dan saat itu juga, topengku bisa terbuka.”

“Pesulap kelinci, Magia. Kalau tak salah, kan? Itu julukan anda dulu.”

Kakek tua itu tersenyum senang karena namanya dulu masih diingat.

“Iya, seorang pesulap yang menghancurkan imajinasi dan mengubahnya menjadi kenyataan. Aku ingat selalu diganggu si bocah Rei yang sekarang menjadi ksatria putih peringkat Diamond. Sungguh masa-masa yang menyakitkan namun sangat indah.”

“Indah ya?”tanya Sahya penasaran membuat Danu dipenuhi rasa bersemangat penuh nostalgia.

“Iya, memang! Kami mungkin Cuma musuh serta yang kami lakukan mungkin Cuma sandiwara antara penjahat melawan pahlawan yang disiapkan oleh ayahku sebagai pion tujuannya. Namun, emosi dan semua pengalaman yang kami bagi di petualangan itu, begitu indah dan menyakitkan secara bersamaan. Kayak minuman pare yang sangat sehat untuk diminum.”
Sahya mungkin terkadang melupakan beberapa hal. Namun dia tak pernah lupa dikala pertama kali bangun setelah amnesianya, yang dimana tak bisa membedakan jus pare dengan sari kedelai.

“Hah, iya. Pahit sekali saya ingin menangis saat itu.”

“Memang rasa pahit akan selalu membawa rasa manis. Itulah indahnya ingatan.”

Sahya memegang jidatnya, kembali berharap ingatannya kembali.

“Kek Danu, Mungkin aku ini memang kuat. Tapi apa aku akan selalu menjadi seperti ini? Apa suatu saat tak akan ada masanya, ketika aku kembali kehilangan semuanya?”

Sahya sangat tak ingin melupakan semua ini. Karena itu dia membatasi kekuatan partikel gelap miliknya dan menahan wujud ke tiganya yang memiliki tingkat bahaya maksimum yaitu 100.

“Huh, entahlah. Namun setelah kita tahu musuh sudah punya soul reader. Kemungkinannya 50/50. Karena bagaimanapun kau juga harus menunggu dia menjadi lebih kuat agar bisa dimanfaatkan kekuatannya untuk mengambilkan ingatanmu. Jadi yang penting yakin.”

“Iya.” Sahya tersenyum dan mencoba membersihkan pikiran untuk menjadi lebih positif.
Sama hal nya Jacky, Danu merasa tak enak dengan Sahya. Karena dia tahu, dia juga yang bertanggung jawab akan terjatuhnya Sahya ke jurang kegelapan. Sekarang Cuma inilah yang bisa dia lakukan untuk menebus semua itu, terus membantu sebagai orang tua. Untuk tak mengingat masa itu...

Di malam penuh darah itu, Sahya hampir melubangi kubah ini.


Character date :

Nama : Alisia Glutony
Alias : -
Level : 50+
Str : 36
dex:56
Vit : 29
Agy : 24
Int : 9

Job : Sword master
weapon master(tipe : sword)
special skill : Glutony blast.

Hal yang disukai:
Apapun yang berhubungan keluarga (kecuali kakaknya), bertarung bersama geng nya dan memasak.

Hal yang tak disukai:
Orang yang terlalu dingin (terutama Sahya), kakaknya sendiri Anggara.









Dome {hidup kami di dalam kubah} (Dalam Masa Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang