Bab 1 permulaan Chapter 15 : Fafnir and Liger

27 14 1
                                    

"'Wisa, kau jangan bercanda! Kau ingin menyiksa gitu? Dia masih muda, walaupun dia bisa dia harus menelan semua ingatan itu!"

"Heaaaa... Cuma dengan sedikit pelatihan dia pasti bisa, Muna bisa kok. Hongli."

"Bisa tidak kau tidak terlihat malas! Kita ini membawa seorang anak yang telah membakar seluruh keluarganya serta semua rekan asramanya! Nama ksatria putih bisa hancur tau! Semua harapan publik bisa hancur Cuma dengan keberadaannya!"

Di sebuah ruangan kecil Wisa yang masih menaruh kepalanya di meja sambil mengantuk berbicara seorang pria yang berpenampilan rapi dengan kacamata serta selalu membawa koper yang membuatnya bergitu terkesan seorang pekerja kantoran. Dia adalah Hongli hibatullah, seorang keturunan cina dan muslim yang menjadi rekanya saat masih muda serta pemimpin ksatria putih divisi lain.

"Ya, tapi... kalau yang melatih Muna yang sudah berbakat sejak kecil. Aku yakin bisa.. tapi, jika kalau jika dia mati. Tak ada yang mencari dia kok, dia itu tak punya siapapun. Mati juga mungkin kuburanya tak ada yang ngelayat ja-"

BRAK!!

"Jangan ulangi hal itu lagi! Kita sudah lama membahas semua ini. Jangan terlalu terpengaruh dengan sifat malasmu, peduli lah dengan dia."

"Huaaa... iya-iya aku ini peduli dengan dia." Nada nya sama sekali tak serius.

"Jangan bercanda! Sekali lagi angkat wajahmu itu! Apa nya yang peduli dengan menarik seorang pemuda yang tak pernah ingin bertarung ke medan pertarungan!? Bagaimana dengan mentalnya, fisiknya, semua waktunya yang dia harus gunakan untuk belajar?"

Wisa mengehala nafas gusar mencoba untuk bangun sambil mengusap matanya yang masih mengantuk. Lalu menatap mata rekannya itu dengan kepala yang masih mengantuk.

"Terus kau ingin membiarkan dia lepas atau mengekangnya gitu? Heaaaa? Menunggu dia besar baru di latih? Hemmm? Membuang salah satu kesempatan besar kita untuk bisa menang dari siluman?"

Hongli agak menelan ludahnya sendiri, merasa dia agak terlalu berfikir dengan otak.

"Pelatihan sebagai Soul reader sangat sulit, apa kau yakin kondisi mentalnya akan terjaga?"

"Heh... tentulah! tinggal kita katakana kalau dia itu yang terpilih lalu, bilang aja ini bisa membalaskan dendam orang tuanya."

"K-kau... "

"HUH? Keberatan? Itu tak penting, lah toh juga dengan kekuatan itu dia bakal dapat banyak teman. Iya, walaupun dia itu monster."

"Dia tetap cuma pemuda... kau lah yang monster."

Iya... aku membunuh mereka. Saat semua keluargaku tewas, aku memiliki dendam tapi aku sama sekali tak mengerti apa yang harus kedendami. Yang ada cuma perasaan ingin tahu yang sangat tinggi yang di turunkan dari ayahku. Sebelum semua itu terjadi yang ku ingat ayahku adalah seorang ilmuwan yang sudah pensiun yang memutuskanmenjadi seorang penulis fiksi ilmiah yang terkenal di dalam kubah ayahku selalu mencari referensi dari sahabatnya seorang ilmuwan yang ayah panggil Ibra. Aku sering melihat mereka berbicara sambil minum di bawah terangnya cahaya jingga sore hari. Dia orangnya ramah karena selalu memberikanku permen asam setiap datang kemari.

Menyapa nya dari jendela saat dia pulang lalu kembali adalah kebiasaanku. Kami tinggal di dataran tinggi di gunung kelud di dalam hutan yang agak lebat dengan jalan setapak yang cuma bisa di lalui oleh mobil.

Di rumah ada ayah, ibuku yang sedang hamil tua dan aku yang masih berumur 7 tahun. Aku agak kesulitan untuk memiliki teman karena pemukiman terdekat berjarak 5 km jauhnya yang membuatku bisa bertemu dengan anak-anak lain yaitu saat ibuku belanja. Karena itu aku suka meluangkan waktuku untuk membaca buku karangan ayah selembar-selembar, sehalaman ke halaman dan puluhan bab telah kubaca. Setiap malam juga ibuku menceritakan, sebuah cerita yang membuat jantungku berdetak kencang seolah di pompa. Cerita soal dunia luar sebelum kubah ada... disana banyak gunung selain kelud, langit yang asli dengan keadaan yang tak terduga serta penuh kejutan.

Dome {hidup kami di dalam kubah} (Dalam Masa Revisi)Where stories live. Discover now