[51] Perihal Waktu

575 11 4
                                    

Kepada sang pemilik hati

Kuucapkan terimakasih telah membawaku berpetualang ke dalam dunia asmaraloka bersamamu.

Selaksa anca mengajarkanku untuk mencintaimu sesuci nirwana. Selaksa renjana akan kuubah menjadi harsa yang tak hanya tandang dalam semalam.

Akan aku izinkan semesta mengukirkan kisah cinta kita di bentangan gulitanya sang bumantara.

- Argantara Mahendra

☁️☁️☁️

Argantara menggigit pensilnya frustasi. Otaknya bekerja sangat keras untuk mencari jawaban. Tidak seharusnya hal ini terjadi. Selama dua minggu ia sibuk belajar untuk mempersiapkan ujian kelulusan. Tapi kenapa dia mendadak lupa? Sial! Dunia selalu tidak berpihak padanya.

Ya, betul. Satu tahun sudah berlalu. Kini Arga duduk di tahun terakhir masa SMA. Ibaratnya sih ia sedang mempertaruhkan hidup dan matinya melalui ujian ini. Arga tidak tertarik untuk kuliah, tapi Adi—papanya—memaksanya. Arga harus melanjutkan perusahaan milik keluarganya. Jadi dia harus mendapatkan nilai yang bagus untuk bisa masuk perguruan tinggi.

"Sial ...!" desisnya. Semua soal sudah terjawab, tinggal satu lagi. Dan demi apapun itu sangat sulit. "Josh ... nomor empat belas ... a, b, c, atau d??" bisik Arga seraya mencondongkan badannya ke depan. Alih-alih menjawab, Joshua malah memajukan kursinya membuat lelaki itu meringis.

"Joshua anjir ...."

"Kerjakan masing-masing! Jangan berdiskusi!! Kalau sampai ketahuan mencontek, saya akan otomatis kasih nilai nol di rapot kalian!!" ucap pengawas ujian itu. "Sisa waktunya lima menit lagi," sambungnya.

Argantara menghela napasnya dengan lesu. Apa boleh buat, saatnya menggunakan jurus cap cip cup.

KRINGGGGG

Bel tanda berakhirnya waktu ujian sudah berbunyi. Satu per satu orang mulai mengumpulkan lembar jawaban ke depan. Ini hari terakhir dan mata pelajaran terakhir. Sudah deh Arga tinggal pasrah saja.

"Saya doakan semoga kalian semua berhasil dengan ujiannya. Selamat beristirahat," ucap sang pengawas lalu melangkahkan kakinya ke luar dari kelas. Beberapa anak ada yang bergegas untuk pulang dan ada juga yang membaringkan kepalanya sebentar di atas meja. Pusing bukan main, hari ini matematika dan fisika dipertemukan. Mimpi buruk yang sesungguhnya bagi anak-anak IPA.

"Sumpah, ya, lo Josh. Tega banget sama gue. Gue cuma nanya satu soal doang elah lo sombong amat! Gue ngerti lo itu pinter tapi gak gitu juga caranya, Josh. Kita ini sahabat, harusnya lo berbagi—"

PLAK

Joshua dengan santai memukul kepala Arga. "Lo tau sendiri Bu Martha itu kayak gimana orangnya. Gue juga punya masa depan, Ga, gue gak mau ada nilai nol di rapot."

"Lagian lo mending, Ga, cuma nanya satu kali. Gue nanya dia berkali-kali kagak ada disahut. Jawab 'hm' doang aja kagak," timpal Kenzo. Joshua yang sedang mengemas barangnya pun tersenyum mengejek.

"Bangke! Lo nanyain jawaban dari nomor satu sampai dua puluh, Ken. Kata gue sih, mikir! Diajak belajar malah banyak alasan. Awas aja pokoknya kalau nilai lo jelek jangan salahin gue," balas Joshua, Kenzo menyeringai hendak mengerjai sahabat-sahabatnya.

"Tapi gue penasaran jawaban nomor empat belas apa ya? Kok susah banget? Kayaknya gue pernah baca rumusnya di buku, tapi kok—"

"Just shut up! Please ... jangan ada yang bahas soal-soal ujian lagi. Udahlah yang lalu biarlah berlalu. Kepala gue rasanya mau meledak," potong Jessy lalu kembali menenggelamkan kepalanya di atas meja. Arga, Joshua, dan Kenzo saling melirik kemudian mengedikkan bahunya dengan kompak.

My Bad Boy Arga [SELESAI]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu