[42] Kenzo

665 51 7
                                    

"Pie-nya gak enak?" tanya Luna ketika melihat Arga yang malah melamun di depan makanan yang sudah dibuatnya. Lelaki itu terperanjat lantas menggeleng pelan. "Gak enak?" ulang Luna sedikit geram.

"Enak kok enak serius deh. Kamu pinter masak pasti diajarin sama camer," celetuk Arga sontak membuat Luna tersipu. "Aku bukan buaya yang hobinya ngebaperin anak orang," cibir Arga. Luna memukul kekasihnya pelan hingga membuat si empunya terkekeh.

Hari ini Luna sengaja main di rumah Arga. Mereka ingin mengenang masa kecilnya yang amat menyenangkan. Tapi bukan untuk menyembunyikan permen lagi, sekarang Luna malah memasak. Katanya sih mau ikut seleksi jadi istri yang baik untuk seseorang.

"Kalau mau jadi istri aku gak perlu seleksi, kamu udah langsung dapat golden ticket. Mau sekarang atau besok juga ayo aku mah udah hapal bacaan ijab qabulnya." Arga menggoda Luna. Hal ini menjadi hobi tersendiri bagi Arga. Rasanya gemas ketika melihat wajah gadis itu yang memerah padam hingga mencak-mencak akibat terlalu baper.

"Masih jadi beban keluarga, 'kan? Jangan sok-sokan mau menghidupi anak orang kalau belum mandiri. Bukannya matre tapi realita aja. Hidup butuh uang dan kamu gak mungkin kalau terus-menerus minta ke orang tua kamu," tutur Luna pedas. Arga memberengut, ia lantas mengalihkan pembicaraan.

"El, aku mau cerita," katanya kemudian kembali memotong pie buatan Luna.

"Apa apa apa? Cerita aja sini, aku suka."

"Ini tentang masa lalu kita," balas Arga disertai senyuman tipisnya. Lunaisa mengerutkan dahinya.

"Masa lalu kita? Kenapa emangnya??"

Argantara memasukkan potongan kecil pie ke dalam mulutnya. Ia mengunyah kue itu dan menelannya. "Dulu aku jahat banget sama kamu, El. Aku masih ingat, aku pernah numpahin bakso yang masih panas banget ke sini," ujar Arga seraya tangannya mengelus pelan puncak kepala Luna. Bergerak ke kedua pipinya, Arga kembali berucap, "Pipi kamu sering aku tampar. Jari-jari tangan kamu sering aku injak. Hati kamu sering aku gores." Arga tersenyum miris mengingatnya. Tanpa ia pinta, air mata mengalir begitu saja. Bibirnya pun bergetar hebat.

"Seandainya aku tau kalau itu kamu ... hiks ... hiks ... aku gak akan berbuat sekejam itu ... aku pasti bakal jadi orang yang paling melindungi kamu ... hiks ... hiks ... maaf ...."

Luna terdiam. Memorinya juga tertarik ke masa-masa pahit itu. Bukan hal yang mudah, setiap hari Luna selalu merasa diintimidasi. Bertemu dengan Arga and friend? Ah, itu mimpi terburuknya sepanjang masa.

Seperti yang dikatakan lelaki itu, Luna mengalami banyak penyiksaan. Padahal ia datang ke sekolah pun hanya ingin belajar. Ya, mungkin sambil berharap suatu saat Argantara Mahendra akan kembali mengingatnya. Luna berusaha mengembalikan ingatan Arga, tapi Arga justru berusaha membuat Luna melupakannya. Sialnya Luna tidak bisa menghapus satu kenangan pun tentang si cengeng.

Tapi masalah sesungguhnya dimulai ketika Luna pulang ke rumah. Lagi dan lagi dia membuat Lusi khawatir. Merepotkan wanita yang pernah menyarankan agar Luna pindah sekolah saja. Tidak! Sekeras apapun Luna akan terus memperjuangkan Arga. Lunaisa El Kezriye hanya benar-benar mencintai Argantara Mahendra.

Arga yang telungkup dengan napasnya yang sesenggukan, perlahan dielus kepalanya oleh Luna. Kadang kita bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan. Itu yang sekarang dirasa oleh Luna.

"Gapapa Arga. Aku udah gak permasalahin itu lagi kok. Kamu gak perlu terus-menerus merasa bersalah," ucapnya dengan suara pelan. Argantara mendongak menatap wajah itu, rupanya Luna juga sempat menangis. Tampak di ujung matanya masih berlinangan air.    

Didekapnya gadis bertubuh mungil itu dengan hangat. Arga menyembunyikan wajahnya pada cerukan leher Luna. "Mulai saat ini, aku, Argantara Mahendra berjanji akan selalu mencintai dan menjaga kamu. Gak ada lagi kata menyakiti kamu. Iya, kamu, Lunaisa El Kezriye, perempuan yang paling aku sayang," tutur Arga diakhiri kecupan manis yang mendarat pada bibir ranum milik sang gadis. 

My Bad Boy Arga [SELESAI]Where stories live. Discover now