"Oke, ayo pergi," ajakmu seraya menggenggam tangannya.

Yuri mengerjap, mengernyitkan dahinya, "Hei, kau tidak mau ganti baju dulu? Kita bisa mampir ke butik kalau kau mau kubelikan, [Name]."

"Tidak perlu. Urusan pakaian, aku bisa mengurusnya sendiri, Yuri. Toh, bukankah kau punya tujuan untuk mendedikasikan segalanya kepada Yor-san?"

"Haha, memang kau yang paling mengerti diriku, yah! Memang benar, kok! Tetapi, aku juga tidak ingin dianggap sebagai orang yang mengabaikan temannya. Lagipula, kita sudah bersama sejak kecil. Tidak ada salahnya, aku memanjakanmu, bukan? Anggap saja, sebagai ganti janjian kita yang batal waktu itu," sanggahnya dengan gelak tawa yang ringan.

Yah, bukan tawaran yang buruk.

Lantas, ia membawa dirimu ke sebuah butik, memilihkan dirimu berbagai pilihan baju. Mulai dari dress, cardigan, kaos, celana, dan outer. Dahimu mengernyit tatkala tumpukan baju itu ia berikan padamu, "Hei, satu-satu tahu!"

"Hm, tapi aku ingin melihatmu pakai semua baju ini. Tidak boleh, ya?"

"Ya makanya, kubilang, satu-satu, Yuri! Kukira, kau hanya akan membelikanku satu pasang saja. Tidak perlu sebanyak ini tahu," tuturmu sembari menekuk wajah. Padahal sebenarnya, hanya merasa tidak enak saja.

Pemuda berambut hitam itu terkekeh riang, mengendikkan bahunya seraya menghempaskan diri pada sofa terdekat. Ia memanggil karyawan toko, meminta tolong agar segera mengarahkan dirimu memakai pilihan baju tersebut.

Tentu saja, kau tidak bisa menolak.

Dengan napas kasar yang kau embuskan. Meski enggan, tetap kau laksanakan berganti baju. Lelah, tetapi melihat wajahnya yang senang saja sudah cukup. Lantas, setelah menghabiskan waktu yang cukup lama, pemuda itu mengucapkan kalimat yang membuat matamu melotot, "Aku beli semua ya, baju yang kau coba tadi."

"Orang gila," cibirmu dengan nada pelan.

"Huh? [Name]? Kau berkata sesuatu?"

Segera, kau mengulas senyum paling manis, "Tidak, bukan apa-apa. Tetapi, apa kau benar-benar tidak masalah dengan semua ini? Apa gaji polisi memang sebesar ... itu, ya? Yor-san memangnya tidak akan marah padamu?"

"Kau pernah lihat Neesan marah tidak?"

"Ti-tidak pernah, sih."

"Nah, itu jawabannya. Neesan-ku itu paling baik sedunia, tahu!" serunya dengan bangga.

Benar kata orang, pria di hadapanmu ini sudah tak dapat tertolong lagi. Berbekal pengalaman selama berteman dengannya sedari kecil, membuatmu jadi maklum dan terbiasa akan tingkahnya. Obrolan kecil tersebut bersamaan dengan berakhirnya transaksi antara Yuri dan kasir toko.

Ia membawa seluruh tas kertas berisikan pakaian itu seraya melangkahkan kakinya menuju luar. Belum genap beberapa langkah, irisnya terkunci akan sesuatu, membuat dahimu mengernyit.

Oh, tidak.

"Hei, kau belum makan juga, 'kan? Yuk, kita makan bersama! Aku yang traktir lagi, jadi jangan sungkan," ajaknya penuh antusias, mengabaikan tumpukan tas kertas yang ditentengnya tersebut.

Dugaanmu benar.

"Yuri, apa gajimu memang sebesar itu sebagai polisi?"

Rasa penasaranmu tak mampu lagi terbendung. Ditanyai seperti itu, lelaki berambut hitam tersebut mengerjap, nampak sedikit berkeringat dingin. Dengan pembawaan yang kaku, Yuri menjawab, "Tentu saja! Kau meragukan pekerjaanku selama ini?"

"Hm, tidak, sih. Aku hanya khawatir karena kau membuang uang sebanyak ini untukku. Aku tahu kalau Yor-san sudah menikah, tapiー"

Kalimatmu terhenti tatkala mendapati ekspresi wajahnya yang mengeras, dipenuhi amarah. Melihatnya seperti itu hanya membuat dirimu tertawa dalam hati, memaklumi sifat sister complex-nya yang sejak kecil telah tertanam. Senyum tipis kau sunggingkan, membuat sosok di hadapanmu perlahan melemahkan perhatiannya.

Wajahmu kau topang dengan tanganmu, menatapnya dengan penasaran sembari melemparkan pertanyaan, "Berhentilah mengganggu Neesan-mu, ia juga sudah punya kehidupannya sendiri. Memangnya, Yuri tidak mau mencari pasangan hidup, ya?"

"Siapa yang bilang aku mengganggu?!"

Sontak, rona merah memenuhi wajah pemuda tersebut. Dengan gelagapan dan kontak mata yang beralih ke sana ke mari, ia menjawab dengan suara kecil, "A-aku pernah kepikiran. Tapi, sepertinya, orang itu tidak berniat untuk menerimaku."

"Bodoh sekali orang yang tak menerimamu itu. Padahal, kau sebaik ini."

Yuri Briar mencuri pandang, menatap lekat dirimu. Suaranya sempat tercekat di tenggorokan, namun ia beranikan diri untuk membuka mulut. Oh, betapa takutnya ia akan situasi ini daripada menghadapi musuh secara langsung.

"[Name], bagaimana denganmu?"

"Ah, aku? Sampai kapan pun, aku tak akan menikah, sih. Pekerjaanku dalam mengajar anak-anak sudah lebih dari cukup," jawabmu seraya tersenyum lembut.

Angin sepoi-sepoi menerpa rambutmu, ekspresi yang terpasang dan gerak tubuhmu, semuanya direkam dengan sempurna oleh memori Yuri. Refleksi yang indah, dirimu tak lain adalah sebuah ciptaan Tuhan yang berada dekat dengannya, namun tak mampu ia gapai.

Yuri mendengkus kasar.

Bila kau tahu kalau yang ia bicarakan adalah dirimu, bagaimana reaksimu? Ah, tapi Yuri takut akan penolakan dari yang tersayangnya. Maka biarlah situasi ini; kau yang menikmati waktu berbicara dengannya, nada menggemaskan ketika marah, aura tenang tatkala memikirkan sesuatu, dan semuanya.

Membuatmu tersenyum adalah prioritas Yuri Briar.

Dan refleksi yang terpantulkan oleh netra matanya kali ini tak pernah berbohong.

.
.
.

[END]


Note:
Halo semuanya! Apa kabar?
Semoga kalian tidak lumutan menunggu buku ini update, hehe. Yah, biasanya aku update buku baru yang langsung tamat. Tapi, di sini, aku update karena nulis sesuai dengan keinginan dan waktu aja.

Apa ada yang suka sama siscon yang satu ini? Wkwkwkw, Kumi jadi suka sama Yuri karena seiyuunya onoken dan yep, ini fanfic udah lamaaa banget waktu awal announce voice casting. Tapi, baru selesai editing.

Semoga kalian suka dan kalau boleh, doain Kumi biar semester kuliah kali ini nilainya bagus, hehe :"D
Have a nice day!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 22, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Story ↠chara x readerWhere stories live. Discover now