MM 2 : Chapter 27 - From Today

Start from the beginning
                                    

Air mata mengaliri wajah kecilnya. Isak mengikuti di belakangnya.

"Kita tidak bisa melakukan kehendak Papa. Kita harus membunuh banyak orang untuk tetap dingin hati. Kita tidak boleh segan. Kita tidak boleh memiliki belas kasih! Sedangkan kau sudah terlalu banyak belas kasih! Karena itu, kembalikan tubuhku!"

Jona menggerang kesakitan. "M-mengapa kau mendengar ayahm-"

"Karena dia yang benar!" Cekikannya kian mengencang, Jona kian kesulitan bernafas. "Kalau tidak, dia akan menghantam kita sampai tidak bisa berdiri. Kau sendiri tahu, bukan!? Sekarang bunuh semua orang! Lakukan kata Papa! Kalau bukan mereka yang mati, kita yang akan mati oleh tangannya."

"T-Tapi Papa sudah mati!"

"Dia tetap menyiksa kita walau sudah tiada! Dia tetap ada! Jangan mengelak!"

Jona tidak bisa membalas lagi, saking pengapnya dia merasa.

Tangan anak kecil ini bagai cakram yang mencekiknya sampai mati. Bagai cakar yang mengorek sampai hatinya yang terdalam.

Bagai belati yang mengikis pertahanannya sedikit demi sedikit.

Sebagaimana Jona ingin menghentikan, raganya lagi-lagi membeku. Dia hanya terpaku dalam kesakitan. Tidak bisa melawan. Tidak bisa menangkis.

Dia merasa bisa mati kapan saja.

"T-tidak. Jangan."

Jona membelalak terkejut ketika anak itu tiba-tiba membisik kepadanya.

"J-jangan sakiti siapa-siapa. Jangan bunuh seorang pun. Berhenti melakukan kekejian."

Cekikannya mengendur, namun entah mengapa rasanya kian sakit saja. Seperti hati Jona telah dibelah menjadi dua. Seperti sanubarinya tengah dihantam dan diremukkan sampai bubuk.

Mata anak kecil itu tiba-tiba berubah. Dari penuh amarah, menjadi penuh kesedihan. Dari penuh benci, jadi penuh ketakutan.

Dari penuh kekejian, jadi penuh belas kasih.

"Kau sudah berhasil melupakan segalanya, lantas mengapa kau mencoba mengingatnya lagi!?" bentak anak itu, sekencang mungkin. Jona membelalak, mengingat mimpi-mimpinya yang lama. Sebelum berjumpa Carlie kembali.

Mimpi ketika dua sisi dari benaknya saling ribut untuk mengambil alih Jona. Satu untuk memintanya kembali kepada kekejian, satu lagi untuk menghentikannya.

Dua sisi tubuhnya yang bertolak-belakang sampai hari ini.

Jona yang penuh welas asih, dan Jona yang dididik ayahnya penuh kekejian.

Kali ini Jona baik yang mengambil alih tubuh mungil itu.

"Kita lebih baik hidup tanpa semua kenangan itu! Kau tahu sendiri bagaimana sakitnya melukai orang lain! Dipaksa untuk membunuh orang, dipaksa untuk menjadi kita yang tidak kita inginkan. Kau tahu sendiri, lantas mengapa kau mencoba mengingat semuanya!?"

Jona tiba-tiba terpaku. Tidak bisa berkata-kata.

Bukan karena cekikan. Hanya saja, suaranya tidak muncul dari kerongkongannya.

"Aku sudah meminta tolong ke setiap orang di luar sana. Untuk menolongku dari Papa. Untuk menolongku dari membunuh orang! Akhirnya Kak Carlie ada untuk membantu, tapi dia pun meninggalkan kita! Kita tidak lagi diselamatkan siapa-siapa!" Anak kecil itu menangis, begitu kencang, sejadi-jadinya. Dan kian deras air mata yang luruh, kian sakit pula hati Jona berdenyut. "Lalu kita berhasil melupakan segalanya. Semua penyiksaan itu!"

Jona kembali mengingat mimpi-mimpi buruknya. Apa yang ayahnya lakukan kepadanya. Segala penyiksaan yang tidak ada habisnya.

Dijadikan samsak oleh amarah ayahnya.

Madame MafiaWhere stories live. Discover now