Chapter 5 - Red is not so Pretty Anymore

10.7K 830 186
                                    

Hai! It has been quite a long time, huh? 

Akhirnya Carlie balik lagi! Siapa yang kangen? 

Jangan Lupa VOTE dan KOMEN ya! Sama jangan lupa juga komen di sini jam berapa kalian baca chapter ini. 

Happy reading! 

--- 

Chapter 5 

[ Red Is Not So Pretty Anymore ] 

---

Dor!

Nyaring bunyi amunisi yang diluncurkan berkumandang kencang. Membelah angin, melintasi udara dalam sekejap, berakhir pada kening seorang pria, menembus kulit, daging hingga tengkorak. Suara yang menyeramkan. Namun di telinga Jona, bagai senandung. Suara kepala yang bocor, darah yang mengalir ke tanah, nyawa yang hilang dalam sekejap.

Terdengar merdu, terdengar memuaskan.

Suara yang sama berdengung dua kali banyaknya. Dua amunisi lagi melintas di udara. Menembus perut sang pria, dan juga jantungnya. Memusnahkan inti tubuhnya. Telak, menghilangkan nyawanya.

Cipratan darah bersimbah, mengotori tak hanya tanah, namun beberapa orang yang ada di sana pula. Jona yakin semua bodyguard yang mengerumuninya, terciprat darah kawan mereka. Hanya saja mereka lamban.

Keterkejutan menghentikan mereka untuk bergerak. Beberapa detik berlalu tanpa disadari dipenuhi geming tak bersuara, terkejut mendapatkan tembakan tak disangka dari wanita yang semula mereka sangka tak memiliki taring. Dan jeda tanpa bergerak itu jauh lebih dari cukup bagi Jona untuk mengambil senjata dari dalam kaus kakinya.

Pisau lipat. Yang tajamnya khusus untuk menyayat daging musuhnya.

Senjata yang selama ini Jona sembunyikan.

"Ah!"

Pekikan itulah yang baru menyadarkan mereka.

Sontak seluruh orang menoleh ke pada Jona, tak lagi menatap seorang pria yang kini hampir tak berkepala di tanah dingin. Namun refleks mereka kurang cepat.

Sebelum mampu menghindar, Jona lebih dulu menodongkan pisau di satu per satu leher mereka, menyayat setiap tengkuk, mencipratkan darah bagai air pancuran setelah nadi disayat, dan satu per satu menjatuhkan manusia tak bernyawa mengikuti yang sebelumnya.

"Ah! Tolo-"

Terlambat. Pria terakhir berhasil Jona kaparkan di tanah. Memutih seraya pancuran air menggenang di bawah kepalanya.

Dan yang paling terakhir...

"Brengsek! Re- Ah!" Teriakan Edgar berkumandang begitu kencang. Menyuarakan kesakitan tak tertahan ketika pisau Jona menyayat bola matanya, hingga membelah menjadi dua. Meleset. Jona sebenarnya ingin menyayat leher Edgar seperti bawahannya, membunuh Edgar tanpa berpikir panjang. Namun pria ini lebih pandai dalam menghindar dari yang Jona pikir.

Dia mundur selangkah tepat sebelum Jona sempat mendorongnya ke neraka. Dan dengan langkah cepat, kepanikan, serta pekikan takut, dia melesat ke belakang. Mencari mobilnya. "Kau akan menyesali ini, Rey!" Bentaknya, terdengar menyedihkan alih-alih menyeramkan. "Tunggu balas dendamku!"

Dan dengan begitu pria itu pergi, meninggalkan bawahannya yang sudah mendingin seluruhnya, dan turun dari area bukit, menghilang secepat kilat.

Dan tentu Jona terlalu malas untuk mengejarnya.

Madame MafiaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant