MM 2 : Chapter 20 - Forgive Me

2.6K 276 208
                                    

Hi Semuanya! Welcome Back To Madame Mafia!

Sebelum mulai seperti biasa....

Bonus : 200 komen

Kalau komennya lebih dari segitu, aku updatenya sehari lebih cepet dari tanggal update biasa, okei?

Jangan lupa vote dulu, yuk!

Happy reading!

~~~ 

Rintik hujan membasahi bumi. Menitik ke seluruh tubuh Jona selagi langkahnya keluar dari mansion, dengan wajah tertekuk, hati panas membara. Jona tidak bahkan mengenali langkahnya sendiri. Dia seperti terpincang. Tidak, mungkin itu tidak benar. Dia seperti limbung. Bagai tengah melayang dan tidak menginjak bumi sama sekali.

Pikirannya penuh. Dengan segala macam emosi ikut merebak menyiksanya. Rasa bersalah, rasa lega. Adrenalin yang baru lepas. Sendu, penyesalan, juga kebahagiaan. Bagai pintu yang sudah begitu lama tidak bisa dia raih, akhirnya membuka sedikit dan mempersilahkan dia lewat. Pintu menuju jawaban dari setiap mimpi buruknya. Pintu yang menuju ke keterangan batinnya.

Walau pintu itu tetap terasa jauh.

Walau menjangkaunya saja, mungkin aku masih kepayahan.

Jona telah memanggil salah satu bawahannya untuk menjemputnya kemari. Membiarkan mereka nanti kembali untuk mengambil mobilnya. Dia tidak merasa berada dalam keinginan untuk mengemudi seorang diri saat ini seperti ketika kemari tadi. Tidak ketika kepalanya serumit benang kusut. Dia mungkin akan kecelakaan. Mungkin ajal akan menghampirinya.

Ketika dia bahkan belum menyelesaikan masalahnya.

Jona tidak ingin itu terjadi.

Dia tidak tahu di mana jemputannya tengah berada sekarang. Namun dia tetap melangkah menjauh dari mansion. Dengan langkah pelan-pelan yang seperti separuh menapak bumi. Dengan langkah lemah namun otak tidak bisa berhenti berbicara. Air hujan yang mengaliri tubuh luka-lukanya tidak bahkan terasa. Dia kebas. Dari dalam, dari luar. Sekujur tubuhnya.

Air hujan tidak mengganggunya sedikit pun.

Namun sebuah payung, sekonyong-konyong menaungi wajahnya.

Jona menghela nafas panjang. "Seingatku, kau tidak diperbolehkan untuk menemuiku selama 2 minggu lamanya," gerutunya kepada Devan, dengan suara serak, lirih, juga lemah.

Devan menegak. Dia menyodorkan payung kepada Jona sehingga dia yang kehujanan. Memang kesetiaan yang tidak bisa diukur. Devan memanglah asisten terbaiknya.

"Saya siap menerima hukuman apa pun setelah melanggar perintah Anda, Tuan," kukuhnya, begitu tegas. Tanpa keseganan di dalam suaranya.

Mengingat tentang Devan, pasti dia berpikir aku akan menghukumnya. Biasanya aku akan. Namun kali ini, aku tidak bahkan memiliki keinginan untuk bertikai lebih lama. Aku hanya ingin kembali pulang. Aku hanya ingin merasa damai. Setelah aliansi akhirnya bubar. Setelah semua kelumit akhirnya usai. Setelah cahaya baru kini menaungiku. Cahaya yang akan menunjukkan jalan kepadaku.

Karena itu Jona menyentuh pundak Devan, mengejutkan pria itu, lalu membisik lembut,

"Terima kasih."

Devan mengerutkan kenignnya begitu dalam. "Untuk?"

Namun Jona tidak menjawab.

Dia berjalan diekori Devan di belakangnya, kembali ke mobilnya, peduli setan sekalipun joknya basah kuyup. Sepanjang perjalanan yang hening, Jona hanya menatap rintik-rintik hujan di balik jendela. Membiarkan kepalanya berpikir sesukanya.

Madame MafiaWhere stories live. Discover now