Chapter 40 - Alive

4.6K 446 167
                                    

Hi welcome back! Aku kalah Challenge jadi updatenya sehari sebelum jadwal. Congratz kalian!

Seperti biasa, awet-awet ya bacanya!

Happy reading!

~~~

Chapter 40 - Alive

~~~

"Siapa yang berpikir untuk memanaskan Mac and Cheese selama 30 menit!?"

Gema teriakanku menggelegar di sepenjuru vila. Menggertak satu-satunya orang yang tinggal di sini bersamaku. Banyak yang mengatakan kalau suaraku menggelegar bak petir di siang bolong, aku biarkan saja Jona meringis mendengar gelegarnya.

Aku mengenakan sarung tangan sembari mengangkat piring Mac and Chesse dari microwave. Sudah menghitam, krimnya menguap hingga kandas, daging-dagingnya mengering, tak tampak sedap. Bahkan Jona yang datang setelahnya meringis. Padahal ini ulahnya sendiri. Namun tetap saja, dia enggan memasang tampak bersalah.

"Bukankah biasanya selama itu seseorang memasak?" Aku menahan keinginan untuk menjambaknya penuh gemas dan sayang.

"Itu kalau mulai dari nol. Ini makanan siap makan, dan hanya butuh 5 menit untuk dihangatkan!" Aku tidak bisa menahan geraman. "Aku yang tolol di dapur saja masih mengerti."

Selama 2 minggu terakhir, kami menghabiskan waktu di vila pulau pribadi Jona.

Ingat bagaimana aku menginginkan dia membawaku ke Hawaii untuk parasailing? Kami memutuskan untuk mengganti rencana itu. Pertama, karena di sini kami berdua saja, dan terasa lebih privat, Kedua, karena tempat ini menjadi lokasi yang memadai untuk membantu kami memulihkan tubuh.

Lukaku sudah nyaris sembuh sempurna. Hanya tersisa beberapa memar yang tidak signifikan. Sedangkan Jona masih diperban di mana-mana, aku menggantikannya setiap hari. Lukanya jauh lebih membaik, ketika keadaan emosionalnya stabil. Malah selalu bahagia. Sebab kami menghabiskan setiap waktu berdua saja, bagai burung cinta mabuk asmara.

Aku meninggalkan kota selama 2 minggu ini. Peduli setan dengan Emma yang terus membombardirku dengan pertanyaan "kapan pulang? Aku memiliki banyak pekerjaan, lagi-lagi aku peduli setan. Waktuku tidak banyak, aku ingin menghabiskan semuanya dengan Jona seorang. Aku menggigit bibirku lagi ketika aku mengingat tentang perpisahan kita yang niscaya. Pikiran ini selalu ampuh menghancurkan perasaanku.

Karena itu, aku cium saja banyak-banyak wangi gosong yang menguar, supaya pikiranku bisa teralihkan, barang sedikit.

Kami berakhir membuang makaroni, memanaskan spageti. Aku yang melakukannya, tidak percaya pada Jona lagi untuk menghangatkan makanan. Pria itu menghubungi Devan, meminta untuk mengirim makanan satu hari lebih cepat pekan depan. Stok kami menipis karena makaroni yang gagal. Tapi kami tidak perlu kelaparan hanya karena masalah kecil itu.

Kami duduk kembali di Island table dan menyantap makan siang. Kali ini, matang sempurna. Aku terdiam lagi, ketika membayangkan akan merindukan makanan-makanan rumah Jona, ketika waktunya tiba.

Dan Jona menyadarinya. "Aku yakin ini bukan perasaanku saja, tapi selama 2 minggu terakhir kau sering muram seperti itu."

Aku pura-pura tidak mengerti. "Seperti apa?"

"Itu." Dia menunjukkan garpu ke wajahku. "Seperti ada masalah buruk dan kau sedih setiap membayangkannya."

Masalah apa yang lebih buruk ketimbang harus melepasmu 3 pekan lagi?

Aku mengeraskan gigitan di bibirku, lantas menggeleng. "Beberapa gulung bahan pakaian paling mahal di dunia yang aku pesan bulan lalu, rusak-rusak termakan tikus. Walau aku membuangnya, tetap saja dongkol setiap memikirkannya." Aku berdusta semudah membalikkan telapak tangan. Padahal gulungan pakaian itu tidak ada. Apalagi tikus di butikku. Aku akan menjerit pada cleaning service jika makhluk hina itu mengunjungi suakaku. "Masalah butik."

Madame MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang