33. Harus Izin

527 50 16
                                    

—JEANDRA DAN WAKTUNYA—
.
.
.
.
HAPPY READING





Dua hari lamanya Jean tidak juga membuka mata. Itu tentu membuat seluruh keluarga Jean merasa khawatir sekaligus takut. Bahkan, di rumah sakit kini sudah ada Reina dengan Saka kakaknya, serta Ricky yang datang bersama Jaka Abangnya.

Reina dan Ricky setiap pulang sekolah selalu menyempatkan diri untuk datang ke rumah sakit sekedar melihat keadaan Jean yang masih sama.

Jean kritis, Jean belum bangun juga sudah dua hari. Reina selalu merapalkan doa setiap saat demi meminta agar Jean bangun. Karena jika memang waktu Jean sudah tidak lama lagi, Reina hanya ingin mengatakan bahwa dirinya sangat sayang kepada Jeandra.

Ricky menundukkan wajah. Matanya terlihat sembab lantaran dua malam terakhir ini, Ricky banyak menangisi Jean.

Ricky tidak bisa sekuat Jean yang ketika ditimpa rasa sakit, masih bisa tersenyum. Dan ia tidak sekuat Jean yang masih bisa tertawa di kala masalah melanda. Jean begitu kuat, Jean hebat lantaran bisa menahan semuanya sendirian.

Jaka yang ada di samping Ricky pun lantas mengusap punggung adiknya. Melihat Ricky yang hancur seperti ini, sudah dapat dipastikan bahwa Jean adalah sosok yang begitu baik di mata adiknya. Dan jika saja Jean bangun nantinya, Jaka akan mengucapkan terimakasih karena telah menemani adiknya di kala kebencian selalu menghampiri adiknya.

"Bang ... kalau Jean gak bangun, gimana?" tanya Ricky dengan sorot wajah yang sendu.

Jaka menggelengkan kepala. "Jangan berpikiran buruk dulu, Dek. Jean pasti bangun, banyak-banyak berdoa aja ya?"

"Tapi Ricky takut, Bang. Nanti siapa yang bakal denger Ricky cerita? Siapa yang bakal dengerin tangisan Ricky? Siapa siap jadi bahu bersandarnya Ricky?"

Jaka semakin merasa hancur ketika mendengar Ricky berkata demikian. Selama ini, Jaka tak bisa melakukan apa pun ketika Ricky disiksa dan dimarahi oleh orang tuanya. Ia hanya bisa diam mematung sembari mencoba fokus dalam belajar.

Reina meraih tangan Ricky. Ia usap pelan punggung tangan Ricky seraya memberikan senyuman tipis.
"Setiap manusia memiliki waktu masing-masing untuk mendapatkan kebahagiaan. Semua manusia memiliki cara tersendiri untuk membuat dirinya sendiri bahagia, Ricky. Jadi, yang sabar yaa? Jangan berpikiran buruk dulu."

Mendengar itu, Ricky menganggukkan kepala. Berlagak sok kuat di depan semua orang, Ricky bukan ahlinya. Ia tak bisa seperti itu. Yang bisa melakukan itu hanyalah Jeandra.

Reina juga nyatanya tidak sekuat itu. Ketika mengatakan itu, ia juga menahan sesak yang luar biasa di dalam dadanya. Bahkan, ia sampai meremat ujung kardigan yang sedang ia pakai.

Saka yang sadar pun lantas menarik tangan Reina membuat Reina menolehkan pandangan ke arah Kakaknya itu.

"Jangan sedih, di sini ada Kakak." Saka memunculkan senyuman di bibirnya.

Reina ikut tersenyum. "Baik, Kak."

Tepat setelah mengucapkan itu, Bunda dari Jean keluar dari ruangan dengan senyuman merekah yang dia berikan kepada keempat orang yang ada di kursi tunggu.

Reina membalas senyuman itu. Ia bangkit dengan wajah yang mencoba biasa saja di depan Bunda dari temannya itu.

"Kalian berdua mau lihat kondisi Jean di dalam? Kalau mau, silahkan masuk. Tante dan Om mau ke ruangan dokter Dimas dulu, temenin Jean dulu, ya?" ucap Irena yang ditujukan pada Reina dan Ricky.

Jeandra dan Waktunya  Où les histoires vivent. Découvrez maintenant