20. Baiknya Jeandra

394 66 19
                                    

—JEANDRA DAN WAKTUNYA—
.
.
.
.
HAPPY READING




"Kamu mimisan, Jean."

Mendengar itu sontak Jean mengusap darah yang mengalir di hidungnya menggunakan telapak tangannya.

Saka yang tersadar akan hal itu pun lantas meraih tisu yang letaknya tak jauh darinya. Ia lalu memberikan tisu itu kepada Jean yang masih menutup hidungnya menggunakan tangannya.

Jaydan yang khawatir pun membantu Jean untuk menghapus sisa darah yang ada di hidung adiknya. Jaydan menatap sayu adiknya yang masih bisa tersenyum tatkala darah segar itu masih mengalir deras.

Perlahan, Jaydan mendekatkan wajahnya kepada telinga Jean seraya berkata. "Dek, kita balik ke rumah sakit aja ya? Kita kan sudah ketemu Reina. Kakak takut kamu pingsan nanti," bisik Jaydan kepada Jean.

Jean dengan cepat menggelengkan kepala. Ia tak mau jika harus meninggalkan gadis yang masih dalam masa berduka itu. Terlebih lagi, ketika melihat Reina tampak menangis melihat dirinya mimisan tadi.

"Engga, Kak. Reina butuh aku di sini."

Setelah darah itu berhenti mengalir, Jean kembali mendekati Reina sembari memegang bahu Reina.

"Aku gak papa, aku memang lagi kecapekan aja." Jean menyeka air mata Reina menggunakan ibu jarinya.

Reina menatap wajah Jean dengan sendu. "Kamu beneran gak papa?"

Jean mengangguk pelan. "Aku gak papa. Jangan nangis lagi ya, nanti aku sedih. Dan Bunda kamu juga sedih nanti," ucap Jean seraya membawa Reina untuk berdiri.

Reina hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia kembali menoleh ke arah peti yang perlahan ditutup.

Rasa sesak kembali Reina rasakan ketika mengingat dirinya tak akan bisa lagi menatap wajah bundanya yang cantik itu.

Reina kembali menundukkan wajahnya. Saka yang melihat itu pun perlahan mendekat ke arah adiknya. Ia bawa tubuh adiknya ke dalam dekapan. Saka hancur, tetapi adiknya lebih hancur sekarang.

"Di sini ada Kakak, Dek. Adek engga sendirian." Saka mengusap lembut punggung adiknya.

Reina bungkam. Ia sama sekali tak membalas kalimat yang dilontarkan oleh sang kakak. Tubuhnya serasa melemas melihat kabar ini semua. Membayangkan dirinya tak akan bisa lagi mendapat dekapan sang bunda. Tak bisa lagi merasakan masakan sang bunda. Tak bisa lagi berkeluh kesah kepada sang bunda, membuat hati Reina serasa dihancurkan secara berkeping-keping.

Namun, ketika mengingat ucapan Jean tadi, bahwa takdir itu sudah tertulis dari awal sampai akhir, Reina jadi yakin, bahwa ini semua adalah cara Tuhan untuk membuat dirinya menjadi gadis yang kuat.

Bunda, Reina boleh sedih untuk hari ini, kan? Reina janji, setelah ini Reina gak akan sedih lagi. Tapi ... tolong izinin Reina untuk sedih atas kehilangan bunda hari ini. Reina berucap di dalam hati.

***

Saat hendak kembali ke ruangan rawat, netra Jean menangkap sosok yang begitu familiar di matanya. Seseorang itu adalah Sean, temannya itu tengah dibawa suster untuk duduk di depan ruangan UGD.

Jeandra dan Waktunya  Where stories live. Discover now