10. Hampir Saja

540 74 20
                                    

—JEANDRA DAN WAKTUNYA—
.
.
.
.
HAPPY READING



Dersik angin mulai menelisik masuk ke dalam tubuh. Rasa dingin juga mulai terasa menyengat masuk ke dalam kulit. Namun, Jean sama sekali tak ingin beranjak masuk ke dalam kamarnya.

Ia tatap sinar bulan yang terpapang jelas di tengah-tengah nabastala sana. Gundah di dalam hati mulai perlahan menghilang setelah melihat indahnya ciptaan Tuhan di atas sana.

Panggilan dari balik pintu kamar jelas terdengar di indra pendengarannya. Namun, Jean enggan untuk membuka pintu maupun beranjak dari tempatnya berada saat ini.

Ia kembali memandangi pemandangan indah malam ini seolah tak akan ada hari esok untuk melihatnya lagi. Jean mendudukkan diri di bangku yang terdapat di balkon kamarnya.

Pandangannya terarah pada tangan sebelah kanannya yang terlihat jelas bekas selang infus. Jean tersenyum kikuk melihatnya.

Pertanyaan ini selalu terlintas di dalam otak hingga membuat Jean merasa sangatlah pening ketika mengingat itu. Kapan ia dapat terbebas dari jarum infus? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak jelas di dalam otak.

Ketika tengah fokus menatap ke arah langit, tiba-tiba saja panggilan dari bawah rumah membuat dirinya sontak berdiri dengan menunjukkan senyuman tipis di bibir pucatnya.

"ADEK! BESOK KAKAK BELIIN SATE AYAM!" teriak Jaydan dari bawah sana sembari melambaikan tangan ke arah Jean.

Jean terkekeh pelan melihatnya.

"BELIIN YANG BANYAK YA?!" jawabnya dengan riang.

Jaydan tampak mengangguk.

"IYA! TAPI BUKA PINTU KAMARNYA! JANGAN NGURUNG MULU!"

Jean tertawa pelan sembari memberikan hormat kepada sang kakak.

"SIAP!"

Jean berlari masuk ke dalam kamar guna membuka pintu kamarnya. Dan ketika membuka pintu, tampaklah kedua orang tuanya yang masih setia berdiri di depan pintu sembari memegang kotak obat serta air putih.

Jean menghela nafas ketika lagi dan lagi, ia harus dihadapkan dengan obat-obatan yang memuakkan. Ia perlahan membiarkan kedua orang tuanya masuk ke dalam kamar.

"Ini boleh kita masuk, dek?" tanya ayahnya.

"Ya boleh atuh Ayah! Orang Jean udah beri jarak, ya boleh dong. Makanya, ngertiin anaknya, kalau anaknya gerak dikit tuh diperhatikan!" ucap Jean sembari menunjukkan wajah masamnya.

Adrian yang mendengar itu tentu mengerutkan kening. Melihat wajah Jean yang masam membuat Adrian semakin merasa aneh. Tumben sekali Jean seperti ini?

"Ayah cuma tanya loh, dek. Kok jawabnya kaya gitu?" Irena memeluk putra bungsunya lantas mengusap surai putranya dengan lembut.

"Gak papa Bunda, tadi Jean cuma bercanda aja hehe. Kalian mah baperan!" Jean melepas dekapan sang Bunda lantas berjalan menuju ranjang. Lalu, Jean duduk di tepian ranjang miliknya itu.

"Minum obat dulu ya? Nanti kalau engga minum obat, Adek sakit." Adrian menyodorkan obat serta segelas air putih pada Jean.

Dengan wajah yang terlihat kurang semangat, Jean terpaksa harus menerima obat itu. Karena mau bagaimanapun, ia tak bisa hidup tanpa didampingi oleh obat-obatan.

Jeandra dan Waktunya  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang