23. Meminta Maaf

368 55 9
                                    

—JEANDRA DAN WAKTUNYA—
.
.
.
.
HAPPY READING






Bahagianya Jean itu sederhana. Melihat Bundanya tersenyum lebar pun sudah membuat perasaan yang sedang membuatnya gundah akhir-akhir ini bisa hilang begitu saja.


Bercerita random di sore hari dengan sang Bunda membuat hati Jean sedikit menghangat. Suara tawa dari mulut Bundanya membuat Jean mengukir senyuman lebar. Binar bahagia tampak begitu jelas di wajah laki-laki itu.

Wajah Bundanya lebih cantik jika tersenyum. Maka dari itu Jean sangat menyukai senyuman Bundanya. Senyuman Bundanya itu seolah menjadi candu baginya. Seolah menciptakan kebahagiaan sendiri di dalam hati Jean.

"Adek, tadi Ayah pesan katanya Adek mau dibelikan apa? Biar Ayah belikan katanya." Irena berucap sembari mengusap surai putranya yang kini tengah berbaring dengan kepala yang ditaruh di pahanya.

Jean yang mendengar itu tentu berpikir sejenak. Ia sendiri pun bingung ingin meminta apa. Karena barang yang ia mau sudah ada di kamarnya. Dan itu pun banyak sekali. Mungkin, Jean akan meminta dibelikan makanan saja malam ini.

"Jean mau dibeliin makanan boleh, Bun?" tanyanya.

Irena tentu mengangguk mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh putranya. "Mau makanan apa?"

"Mau mie ayam. Boleh ya, Bun? Jean kangen banget makan kayak gitu, sekali aja, Bunda ...."

Irene sebenarnya sedikit tidak setuju dengan permintaan Jean barusan. Karena kondisi perut Jean yang sedang tidak baik-baik saja, membuat Irena merasa khawatir.

"Bunda ... sekali aja. Habis itu gak akan lagi, boleh ya?"

Karena merasa kasihan tatkala melihat raut wajah putranya, Irena pun perlahan mengangguk.

"Sekali aja, ya? Bunda gak mau Adek kambuh nanti."

Jean mengangguk penuh semangat. "Iya!"

Irena terkekeh pelan melihat raut senang putranya itu. Netranya menatap wajah putranya dengan tatapan sendu. Melihat betapa bahagianya Jean ketika diberikan makanan kesukaannya sedari dulu membuat Irena sedikit merasa sedih.

Dahulu, Jean bebas untuk memakan makanan apa pun. Tetapi sejak tiga tahun yang lalu, kebebasan Jean membuat Jean sering kambuh. Maka dari itu, Irena dan suaminya mulai membatasi makanan yang dikonsumsi oleh putra bungsunya itu.

Melihat Bundanya melamun, Jean mengusap pelan wajah Bundanya itu. Jean tak suka jika ada kesedihan yang terpancar dari wajah Bundanya.

"Bunda ... Jean gak mau Bunda sedih karena mikirin Jean. Bunda tuh punya anak Ultraman, jadi gak usah khawatir. Jean baik-baik aja kok, Bun."

Irena mengerjap. Ia tersenyum lantas mencubit hidung Jean pelan. "Bunda gak sedih," ucapnya sembari menahan air matanya agar tak jatuh.

"Jean tau Bunda. Bunda, Jean gak suka Bunda terlalu memikirkan kesehatan Jean. Bunda cukup banyak berdoa atas ini semua."

Irena mengangguk, ia kecup dahi putranya. "Iya sayang, kita masuk yuk?"

Jean sontak mengangguk ketika mendengar ajakan sang Bunda.

Keduanya bangkit dan hendak berjalan masuk ke dalam rumahnya. Namun, ketika baru saja hendak melangkah, Irena dan Jean melihat adanya seseorang yang akhir-akhir ini dibenci oleh keluarganya.

Jeandra dan Waktunya  Where stories live. Discover now