🌷29: Kabar Bahagia

13.4K 1.3K 28
                                    

Pagi-pagi sekali Aluna sudah dihadapkan dengan Althair yang terus muntah-muntah sejak bangun tidur. Aluna dengan setia menemani Althair, mengusap tengkuk pria itu untuk meredakan rasa mualnya.

Hendak pergi ke dapur untuk membuat teh jahe, namun Althair melarangnya dengan mengatakan dia tidak ingin berjauhan darinya. Padahal hanya sekitar sepuluh menit untuk Aluna ke dapur dan kembali ke kamar, tapi Althair benar-benar tidak mengizinkannya.

“Kamu kenapa sih, kok aneh gini?” tanya Aluna heran. Pasalnya sikap Althair sekarang seperti bukan dia saja.

“Hm? Kamu nanya, sayang?”

“Althair, aku serius!”

Althair mengerucutkan bibirnya kesal. “Maaf, saya juga tidak tahu kenapa begini. Tapi, serius saya tidak mau berjauhan dengan kamu.”

Aluna menghela napas. “Habis sarapan kita ke dokter, ya?”

“Tidak mau,” tolak Althair cepat.

“Biar kita tahu kamu kenapa, kalau enggak diperiksa nanti kamu kenapa-napa gimana?”

“Ya kamu jangan gitu dong, husnuzan sama Allah saya enggak kenapa-napa. Mungkin aja saya lagi kena penyakit manja sama kamu,” celetuk Althair tidak nyambung.

“Dih, mana ada penyakit manja?”

“Ada, ini buktinya saya enggak mau jauh-jauh dari kamu.”

Aluna berdecak, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Althair. “Lepas Althair, aku mau masak!”

“Enggak usah, kan, udah ada bibi.”

Aluna berdecak. “Lepas enggak?! Kamu juga, kan, harus ke kantor, liat tuh jam berapa,” ujar Aluna melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 06.15.

“Saya izin hari ini, kepala saya pusing banget, mual juga.”

“Makanya ayo ke rumah sakit.” Althair menggelengkan kepalanya tidak mau. Aluna menghela napas panjang. “Lepas Althair, kamu mau aku marah?”

Althair mendongak, menatap Aluna sendu. Dengan terpaksa Althair melepaskan tangannya yang memeluk Aluna membuat Aluna tersenyum manis. “Ya udah aku ke dapur dulu,” pamit Aluna.

“Ikut,” rengek Althair.

Aluna memutar bola matanya malas. “Tapi, jangan ganggu, ya?”

Althair menganggukkan kepalanya, mereka berdua lantas turun ke dapur. Begitu mencium aroma ikan goreng yang tampak sedap, Althair justru kembali mual. Dia memuntahkan isi perutnya di wastafel, namun yang keluar lagi-lagi hanya cairan bening saja.

Aluna mendekati Althair dengan panik, tangannya memijat pelan tengkuk Althair. “Kenapa? Kok muntah lagi?”

“Bau ikan, enggak enak,” ujar Althair kembali memuntahkan isi perutnya membuat Aluna kian panik. Dia bingung harus berbuat apa selain memijat tengkuk Althair, berusaha meredakan mual pria itu.

“Ke dokter, ya? Aku beneran khawatir tahu,” bujuk Aluna.

“Tidak mau,” tolak Althair. Pria itu keras kepala sekali.

“Tuan kenapa?” tanya Bi Sumi yang baru datang.

Aluna menoleh pada Bi Sumi dan menjawab, “Althair mual dari semalam, dibawa ke rumah sakit enggak mau. Bibi tahu enggak kira-kira Althair kenapa?”

Bi Sumi tampak terdiam lalu setelahnya wanita paruh baya itu mesem-mesem. “Mungkin aja Non Aluna hamil, coba cek ke dokter kandungan.”

“Hah?”

Althair melirik Bi Sumi sekilas kemudian menatap Aluna dengan sorot berbinar. “Kamu hamil?!”

Aluna menggeleng. “Bibi nih ada-ada aja deh, orang Althair yang sakit kok, kenapa malah jadi aku yang hamil. Enggak ada hubungannya, Bibi,” kata Aluna tersenyum kikuk.

ALTHALUNANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ