🌷03: Pertemuan

19.7K 2K 28
                                    

Althair termenung sembari menatap tumpukan berkas yang ada di mejanya. Tangannya tergerak untuk memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Pikirannya kembali teringat tentang percakapannya dengan kedua orangtuanya beberapa menit yang lalu.

“Ayah sama Bunda mau bicara apa?” Althair bertanya sembari menatap orang tuanya bergantian.

Fareez berdeham pelan sebelum berkata tentang niatnya pada putra sulungnya itu. “Ayah dan Bunda berniat menjodohkan kamu dengan putri sahabat kami.”

Deg

Detik itu juga tubuh Althair membeku, pria berusia 25 tahun itu berusaha mencerna maksud kedua orang tuanya barusan. “Kalian enggak lagi bercanda, kan?” tanya Althair memastikan, takut telinganya salah mendengar.

“Tidak, Nak.” Althair menoleh pada Bundanya, menunggu wanita itu melanjutkan perkataannya. “Ayah dan Bunda memang sudah merencanakan ini dari jauh-jauh hari, tapi baru sekarang kami berani mengatakan ini pada kamu. Jadi, Bunda mohon kamu terima, ya, Nak?”

“Bun.” Althair menggelengkan kepalanya tidak habis pikir seraya terkekeh. “Saya tahu kalian ingin melihat saya menikah, tapi apa harus dengan cara ini? Dijodohkan? Apakah kalian meragukan putra kalian?”

“Tidak sama sekali, Ayah dan Bunda sama sekali tidak meragukan kamu. Kami hanya ingin melakukan yang terbaik untuk kamu, Nak. Jadi, Ayah dan Bunda sangat-sangat berharap supaya kamu mau menerimanya.”

Althair terdiam, haruskah dia menerima perempuan pilihan orang tuanya dan membuat mereka senang? Atau melupakan seseorang yang selama ini dia langitkan namanya dalam doa dan membuat kedua orang tuanya kecewa?

“Gimana, Bang?”

Althair menghela napas panjang, menatap bergantian Ayah dan Bundanya lalu berkata, “In Syaa Allah, saya akan menerimanya jika memang ini pilihan terbaik untuk saya.”

Althair mengusap wajahnya dengan kedua tangan seraya mengucap istighfar. Pandangannya beralih pada sebuah foto yang berada di mejanya. Foto dirinya dengan Aluna beberapa tahun lalu saat mereka masih kecil. Diusapnya foto itu dengan ibu jarinya lalu berkata dengan tatapan sendu. “Nara, jika memang di dunia ini saya tidak bisa disatukan dengan kamu, bolehkah saya meminta kepada Sang Pencipta untuk disatukan dengan kamu di surga-Nya?”

Di tempat lain, seorang gadis tengah menangis sembari memegang sebuah foto yang terdapat dirinya juga anak lelaki yang menggenggam tangannya. Tangis gadis itu semakin keras seiring dia mengusap foto itu. “Aku kangen kamu, Atha. Kamu di mana? Kamu bilang sama aku, kalau udah besar nanti, kamu bakal nikahin aku. Buktinya apa? Kamu malah menghilang dan belum kembali. Jahat!”

Aluna menutup wajahnya dengan bantal diiringi isak tangis yang tidak kunjung berhenti mengingat permintaan orang tuanya yang dengan terpaksa Aluna menerimanya karena tidak ingin mengecewakan Papa dan Mamanya, walaupun dia harus melupakan perasaannya pada seseorang yang selama ini selalu mengisi hatinya.

Tanpa keduanya sadari, mereka sama-sama ingin melupakan orang yang mereka sayang hanya untuk membahagiakan orang tua mereka. Tanpa tahu, bahwa Sang Kuasa telah merencanakan sesuatu yang tidak akan pernah mereka duga.

Kembali pada Althair tengah menghela napas kasar, meletakkan kembali foto tersebut lalu menyadarkan kepalanya seraya memejamkan mata. “Saya bingung, Nara. Apa saya sudah membuat keputusan yang salah? Saya ingin menikah dengan kamu, tapi saya tidak bisa berbuat apa pun jika kita memang tidak bisa ditakdirkan bersama.”

“Abang,” panggil Gayatri yang tiba-tiba sudah berada di hadapan Althair, duduk di meja kerja berhadapan dengan putranya.

Althair sontak membuka pejaman matanya, menatap terkejut bundanya. “Bunda?”

ALTHALUNAOnde histórias criam vida. Descubra agora