🌷33: Gara-gara Kucing

11.5K 1.1K 65
                                    

Saat semua orang sibuk menyantap makan malam, Aluna justru hanya diam dengan menatap kosong sepiring nasi di depannya. Althair yang menyadari tingkah istrinya, lantas menoleh dan bertanya, “Kenapa belum dimakan? Mau saya suapi, hm?”

Mereka langsung memusatkan perhatian pada Aluna yang kini menunduk, dia mengelus perutnya membuat Althair paham. “Kamu menginginkan sesuatu?” tanya Althair lagi. Aluna menggerakkan kepalanya membentuk sebuah anggukan kecil. “Kamu mau apa?”

“Tapi kamu jangan marah,” ujar Aluna pelan.

Kerutan bingung tampak jelas di dahi Althair, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Ditatapnya wajah Aluna yang kini matanya berkaca-kaca. “Iya, saya tidak akan marah. Katakan, kamu ingin apa?”

Aluna memilin jari-jemarinya gugup, dia melirik bergantian orang-orang di sana. “A-aku mau makan, tapi disuapi Rayyan. Boleh?”

Rayyan yang sedang minum langsung tersedak.

Orang-orang di sana terkejut mendengar permintaan aneh dari Aluna apalagi Althair yang sudah melotot tidak percaya. “Yaa zaujati, kamu bercanda, sayang?”

“Enggak, aku beneran mau disuapi Rayyan.”

“Suapi saya saja, ya?”

Aluna menggeleng tegas, dia benar-benar ingin disuapi Rayyan kali ini. Dia mendongakkan kepalanya menatap Althair dengan mata berkaca-kaca. Melihat itu, Althair menghela napas, dengan senyum paksa dia menganggukkan kepala. “Baiklah, kamu akan makan disuapi Rayyan. Tapi, jangan menangis, ya?”

Mata Aluna berbinar senang. “Beneran?”

“Na’am.”

“Yeay!” seru Aluna senang.

Mereka lantas terkekeh melihatnya, apalagi raut wajah Althair yang tampak memelas. Kalau bukan karena keinginan Aluna dan calon anaknya, tentu saja dia akan menolak. Bagaimana mungkin dia membiarkan istrinya disuapi lelaki lain? Tentu saja dia tidak akan terima.

“Rayyan, suapi Aluna, ya?” pinta Umma pada Rayyan yang sedari tadi hanya diam menyimak.

Rayyan melirik Althair yang kini menatapnya tajam. Ingin menolak tapi dia tidak sanggup, mau menerima juga dia harus pikir-pikir dulu. Lihatlah wajah pawangnya itu, benar-benar sangat tajam seperti harimau yang haus akan mangsa.

“Rayyan, kenapa diam?”

“Ah, iya, Umma.”

Lalu setelah itu mereka melanjutkan makan malam yang sempat tertunda. Rayyan yang akan menyuapi Aluna seketika urung mendengar seruan Althair. “Tutup mata kamu dengan kain ini!” titah Althair seraya memberikan sebuah kain seperti penutup mata yang entah didapat dari mana.

“Ih, buat apa?” tanya Aluna.

“Saya tidak mau Rayyan melihat wajah kamu, sayang,” jawab Althair.

“Terus gimana nanti kalau Rayyan bukan suap ke mulut malah ke hidung, atau bahkan mata?”

“Saya yang bantu,” ujar Althair menarik sebuah kursi di samping Rayyan, menutup mata Rayyan dengan kain itu kemudian mengarahkan tangan Rayyan untuk menyendok nasi dan menyodorkan pada Aluna. “Buka cadarnya,” titah Althair pada Aluna.

Aluna dengan kesal menyingkap sedikit cadarnya, dia mengunyah nasi dengan menatap Althair masam. “Sama aja aku disuapi kamu, bukan Rayyan,” gerutu Aluna.

“Bukannya kamu lebih senang disuapi saya dan Rayyan sekaligus?”

Buya, Umma, dan yang lain terkekeh dibuatnya. Rayyan hanya bisa menghela napas sabar, dia berharap ini cepat selesai. Matanya bisa-bisa buram jika terus ditutup seperti ini.

ALTHALUNAWhere stories live. Discover now