🌷28: Mual

13.9K 1.3K 46
                                    

Aluna mencoret-coret iPad Althair dengan stylus pen, sesekali memperhatikan Althair yang tengah presentasi. Tadinya Althair ingin meninggalkan Aluna di ruang kerjanya, namun Aluna merengek ingin ikut ke ruangan tempat Althair meeting, membuat Althair tidak bisa menolak permintaan Aluna.

Sekarang Aluna sudah merasa bosan sebab sudah hampir satu jam Althair belum juga menyelesaikan meeting nya. Ingin pamit keluar, tapi Aluna terlalu takut ingin mengatakan. Dia juga tidak enak dengan rekan kerja dan karyawan Althair yang ada di ruangan.

Aluna menghembuskan napas kesal begitu stylus pen yang dia pegang terjatuh. Segera dia menunduk untuk mengambilnya, Althair melirik Aluna sekilas dan menaruh tangannya di ujung meja, melindungi kepala Aluna supaya tidak terpentok.

Melihat semua orang di sana tampak fokus mendengarkan apa yang Althair bicarakan, Aluna dengan pelan mengambil botol minum yang ada di depannya. Berdecak kesal karena botol itu masih tersegel dan Aluna tidak bisa membukanya. Sembari menerangkan tentang konsep kerja sama pada klien, Althair mengambil alih botol di tangan Aluna, membukanya dengan begitu mudah dan kembali memberikannya pada Aluna. Membuat senyum tipis terukir di bibir Aluna. “Makasih!” ujar Aluna tanpa suara, dan Althair menganggukkan kepala sebagai balasan.

Aluna menyingkap sedikit cadar yang dia kenakan, lalu minum dengan pelan. Ya, Aluna sudah memutuskan untuk memakai cadar sampai seterusnya, dia ingin belajar menjadi perempuan yang lebih terjaga dan tidak menunjukkan kecantikannya selain hanya kepada suami dan keluarganya. Althair awalnya kaget, namun tentu saja dia akan mendukung keputusan Aluna.

“Demikian rapat siang hari ini, semoga kerjasama perusahaan kita bisa semakin maju dan berkembang lagi. Akhiri salam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Para karyawan perlahan pamit undur diri, mereka tersenyum tipis pada Aluna sebagai sapaan. Althair mengantarkan kliennya sampai depan pintu ruangan, selanjutnya dia menyuruh Alex yang mengantar mereka sampai ke lobi. Sementara dia segera kembali ke ruang meeting, menemui istrinya yang sudah menunggu.

Althair mendekati Aluna, mengusap kepala perempuan itu yang menelungkupkan wajahnya di meja. Aluna mendongak, memeluk Althair dari samping. “Lama banget, aku laper,” ujar Aluna mengerucutkan bibirnya sebal.

“Maaf. Mau makan di ruangan saya atau di luar?”

“Di ruangan kamu aja deh,” jawab Aluna.

“Na’am.” Althair mengambil ponselnya yang terletak di meja, menyerahkan pada Aluna. “Kamu saja yang pesan.”

“Nanti aku pesannya banyak, enggak apa-apa?”

“Tentu, pesan apa pun yang kamu mau.”

“Kalo enggak habis?”

“Saya yang habiskan.”

Jika Aluna tidak memakai cadar, mungkin Althair sudah melihat pipi Aluna yang memerah salah tingkah.

Setelah makan siang dan melaksanakan salat dhuhur, Althair mengajak Aluna ke sebuah panti asuhan yang sering dia kunjungi jika ada waktu luang.

“Maaf baru bisa mengajakmu ke sini,” kata Althair menoleh pada Aluna.

“Enggak apa-apa,” balas Aluna.

Althair membawa tangan Aluna ke genggamannya, menyatukan tangan mungil Aluna ke tangannya yang besar. Althair dan Aluna menoleh pada seorang bocah laki-laki yang  memanggil Althair, diperkirakan usianya tujuh tahun. Di belakangnya, ada beberapa anak kecil lainnya yang mengikuti. Mereka menyalami tangan Althair dan Aluna bergantian.

ALTHALUNAWhere stories live. Discover now