Bab 45

28.8K 4.4K 129
                                    

Hai...hai...buat yang nungguin cerita ini update di Karyakarsa sabar dulu yaa, belum selesai nulisnya hahaha, jadi hari ini update Wattpad dulu...enjoyy...

"Sebenarnya kita mau makan dimana?" tanyaku akhirnya saat menyadari suasana di sekelilingku yang terlihat asing, sepertinya kami sudah keluar dari LA.

"San Diego." Gray menjawab singkat.

"Wow, tampaknya kamu serius waktu bilang ingin mencari tempat yang tenang untuk makan," gumamku. Aku belum pernah ke San Diego, tapi aku yakin setidaknya paparazzi nggak memenuhi setiap sudut kotanya.

Gray mengedikkan bahu. "Perjalannya lumayan jauh, tapi aku yakin kamu suka tempatnya. Sebenarnya akan lebih cepat kalau kita ke sana naik pesawat, tapi nggak terlalu banyak pasangan biasa yang kencan menggunakan pesawat pribadi, kan?" candanya.

Aku hanya geleng-geleng kepala, nggak akan pernah terbiasa dengan kemewahan yang mengelilingi kehidupan Gray. Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, mungkin sekitar dua setengah jam, mobil akhirnya memasuki kota San Diego. Tak lama kemudian, kami tiba di tempat tujuan. Sebuah restoran yang tersembunyi di tengah-tengah kompleks perumahan.

Aku terpana menatap rumah lumbung mungil tapi terlihat kokoh, terbuat dari kayu, berdiri cantik di tengah-tengah halaman luas, dikelilingi pohon-pohon tropis yang rimbun, bunga-bunga warna warni dan patung-patung Dewa dari batu khas Bali. Di bagian depan, terpasang sebuah papan nama kayu berukir Warung RieRie.

"Oh my God, apa ini restoran Bali?" Aku menatap Gray dengan mata berbinar antusias.

Gray terkekeh. "Mungkin lebih tepatnya restoran Indonesia? I don't know, aku juga baru pertama kali ke sini."

"Tapi darimana kamu tahu tempat ini?" Aku melangkah masuk, menyusuri jalan setapak berbatu dengan penuh semangat. Menghirup dalam-dalam aroma dupa dan bunga kamboja yang langsung menyambut indra penciumanku, sementara denting gamelan dan alunan suling menyapa telingaku. Matahari mulai terbenam, menyisakan langit berwarna jingga yang teramat indah. Rasanya benar-benar seperti sedang berada di Bali.

"Dari internet. Sebenarnya aku ingin mengajakmu makan di Bali, tapi lagi lagi terkendala transportasi. No private jet, remember? Damn, kencan biasa ternyata cukup menyusahkan juga," keluhnya. Aku tertawa, nggak bisa membayangkan pergi ke Bali hanya untuk makan lalu kembali lagi ke LA.

"I love it here, thank you," bisikku tulus. Hari ini ulang tahun Gray, tapi dia malah memilih tempat yang punya makna khusus untukku. Aku rindu Bali, dan suasana bernuansa Bali di sekitarku cukup untuk mengobati kerinduan itu.

"You're welcome. I know you'll love it." Gray menggandeng tanganku, kami berjalan bersama menyusuri jalan setapak hingga tiba di depan rumah lumbung mungil. Kami menaiki tangga lalu masuk ke dalam. Ruangannya nggak terlalu besar, hanya ada satu meja kayu dan beberapa kursi. Di atas meja ada vas berisi beberapa kuntum bunga mawar merah dan lilin-lilin dengan pijaran apinya yang menari-nari lincah tertiup angin malam. Sebuah jendela besar terbuka lebar, bagai pigura yang memuat lukisan cantik pemandangan di luar. Nggak ada orang lain sama sekali di tempat ini, hanya kami berdua, menciptakan suasana intim yang romantis.

"Kenapa cuma ada kita berdua?" Aku menyuarakan keherananku saat kami sudah duduk di kursi kayu.

"Mereka memang hanya menerima maksimal enam tamu setiap dua jam. Dan aku sudah booking semua slot untuk hari ini," jawabnya santai. Mataku menyipit penuh tuduhan. Gray meringis, menyadari dia sudah melanggar aturan kencan biasa.

"What? Ini ulang tahunku, wajar saja kalau aku booking tempat seharian. Aku yakin pasangan lain juga melakukan hal yang sama." Dia membela diri. Aku mencibir, tapi nggak lagi mendebat. Aku malah bersyukur dia melakukan itu, jadi kami benar-benar bisa menikmati makan malam dengan tenang.

Broken Melodyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن