Bab 43

27K 4.4K 192
                                    

GRAY

Sebulan sudah aku dan Melody menjalani pacaran pura-pura kami

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebulan sudah aku dan Melody menjalani pacaran pura-pura kami. Sebagian besar waktu kami habiskan di dalam studio mengerjakan musik bersama. Ada juga malam-malam yang kami habiskan di patio belakang, berbicara tentang banyak hal. Melody memintaku bercerita tentang orangtuaku, tentang kakek nenekku, tentang masa kecilku, dan aku menceritakannya. Dia memelukku erat dengan air mata mengalir deras di pipi saat aku selesai bercerita. Masa laluku nggak ada artinya dibanding masa lalunya, tapi dia memelukku seolah aku laki-laki paling rapuh di dunia. Hatinya benar-benar lembut, aku nggak bisa membayangkan ada laki-laki yang tega menghancurkannya.

Lalu tentu saja ada waktu yang digunakan untuk meyakinkan publik kalau kami adalah pasangan paling romantis yang sedang dimabuk cinta. Kami pergi makan malam di restoran-restoran terkenal, menghadiri beberapa acara amal, kencan di taman sambil makan es krim, naik sepeda di sepanjang jalanan Beverly Hills. Aku rasa saat ini aku sudah berhasil meyakinkan seluruh dunia kalau aku tergila-gila pada Melody. Di setiap foto, aku selalu menatapnya dengan sorot memuja, atau memeluknya, atau menciumnya, atau hanya sekedar menggandeng tangannya. Aku seperti laki-laki yang nggak bisa melepaskan tanganku darinya, laki-laki yang menganggap dia adalah duniaku.

Aku sama sekali nggak kesulitan mendalami peranku, mungkin karena aku memang nggak pernah mengganggap diriku sedang memainkan sebuah peran. Nggak ada kepura-puraan dalam setiap tatapan, setiap sentuhan, setiap ciuman atau setiap kata yang aku ucapkan. Itu aku, Grayson King, yang sedang mencoba menjadi pacar yang sempurna, sedang mencoba menjadi laki-laki yang bisa membuat Melody bertahan di sisiku. Karena aku benar-benar berharap dia nggak akan pergi saat kontrak kami berakhir nanti.

"Babe, bisakah kamu memberi power lebih di bagian I'm singing now, pouring the shattered piece of me soul. Aku ingin kamu terdengar marah dengan energi yang meluap-luap." Saat ini aku sedang duduk di studio, memberi instruksi pada Melody yang sedang berdiri di dalam ruangan take vocal. Kami sedang merekam lagu Broken Melody yang akan jadi single pertama Melody dan akan dirilis dalam waktu dekat.

"Oh, ok." Melody mengangguk, lalu suaranya kembali mengalun.

Aku tersenyum puas. Kali ini aku bisa mendengar kemarahan dalam suaranya. Lewat dinding kaca yang memisahkan kami, aku melihat matanya terpejam, hanyut dalam lagu yang sedang dia nyanyikan. Bahkan setelah berkali-kali mendengarnya menyanyi, suaranya tetap membuatku merinding. Aku nggak sabar mengenalkan Melody sang diva pada dunia. Membuatnya jadi bintang yang bersinar sangat terang.

Untuk sementara ini, dia akan menjalani karir musiknya secara independent. Gadis lain mungkin akan langsung melompat kegirangan saat label musik sebesar Warner menawarkan kontrak rekaman, tapi Melody malah menolak. Richard berkali-kali meneleponku, memintaku membujuk Melody agar mau menekan kontrak dengan mereka. Tentu saja aku nggak melakukannya. Aku nggak mau memaksa Melody melakukan sesuatu yang nggak ingin dilakukannya.

Aku tahu Melody menolak karena dia nggak mau terikat. Niatnya untuk pulang ke Bali setelah semua ini selesai masih bulat. Aku masih punya waktu meyakinkannya untuk berubah pikiran tentu saja. Dan sementara itu, aku sudah mulai mempersiapkan label musikku sendiri. Saat Melody memutuskan untuk menetap di LA dan siap untuk terjun sepenuhnya dalam dunia musik, maka satu-satunya label yang akan mengontraknya adalah labelku. Bukan Warner, bukan juga label milik Daddy-nya.

Broken MelodyWhere stories live. Discover now