PART 17

34.4K 6.5K 648
                                    

Hai...hai...buat yang lagi malam mingguan di rumah...Broken Melody datang untuk menghibur kalian hahahha...Semoga sukaaa..enjoyy..

Sosok jangkung itu menyerahkan kuncinya pada petugas valet yang dengan sigap melakukan tugasnya membawa mobil sport ke tempat parkir. Saat mobil melaju pergi barulah sepasang matanya menemukanku yang tengah berdiri terpaku. Aku bisa merasakannya, sorot setajam laser yang menembus perisai hitam kacamatanya tertuju tepat ke arahku. Sesaat dia hanya mengamatiku lalu perlahan sebentuk seringai terukir di bibirnya.

"Well...well..look who's here."

Dia melangkah mendekat hingga berdiri tepat di hadapanku. Aku menelan ludah, nggak yakin reaksi semacam apa yang harus aku tujukkan. I mean, kemarin musiknya memang berhasil menyentuh hatiku, tapi bukan berarti aku langsung berubah jadi penggemarnya, kan? Lantas alasan masuk akal apa yang bisa menjelaskan keadaan jantungku yang tampaknya berpacu lebih cepat karena kehadirannya? Ugh, aku benci saat aku nggak bisa memahami perasaanku sendiri.

"Grayson." Akhirnya nama itu terucap dari bibirku.

"Melody." Dia balas mengucapkan namaku dengan nada mengejek yang membuat keningku berkerut.

"Kelihatannya suasana hatimu sedang buruk," komentarku tanpa pikir panjang.

"Dan salah siapakah itu?" Sepasang alis lebatnya terangkat tinggi hingga keluar dari naungan kacamata hitamnya.

"Mana aku tahu." Aku mengedikkan bahu cuek.

Grayson terkekeh parau. Satu tangannya terangkat membuka kacamata hitamnya dan aku langsung berharap dia memakainya lagi. Sorot abu-abu itu terlalu berbahaya jika dibiarkan bebas tanpa perlindungan.

"Well, seharusnya kamu tahu." Dia menatapku intens. Terlalu intens hingga aku mengalihkan pandangan. Menatap sepatuku sepertinya pilihan yang lebih aman.

"Aku nggak terlalu mengenal kamu untuk tahu hal-hal semacam itu."

"Again...salah siapakah itu?"

Kepalaku sontak terangkat hingga mata kami kembali bertemu.

"Kenapa aku merasa kalau kamu menyalahkanku?"

"Karena aku memang menyalahkanmu," jawaban lugasnya membuat keningku berkerut.

"But why?"

"Why?" Gray menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah tak percaya aku menanyakan itu.

"Bagaimana kalau kamu menjawab satu pertanyaanku dulu. Kenapa kamu kabur semalam, Melody?"

"Aku nggak kabur," bantahku cepat.

"Oh, really?" Gray mendengus tak percaya.

"Really, aku pergi karena memang sudah waktunya aku pergi."

"Terdengar seperti kabur bagiku."

"Whatever, terserah kamu mau berpikir apa. Lagipula kenapa kamu peduli? Aku bukan siapa-siapamu. Sebelum beberapa hari yang lalu, kamu bahkan nggak tahu kalau aku ada."

Gray tampak hendak menanggapi kata-kataku tapi entah kenapa dia menahan diri. Dia hanya menghela napas panjang sementara sepasang matanya menatapku dengan sorot sendu yang tak kumengerti. Lalu dia berucap pelan, seolah sedang bicara dengan dirinya sendiri.

"Sayangnya aku memang peduli, and I don't fucking know why."

Aku mengerjap, bingung melihat aura melankolis yang terpancar dari sosoknya.

"Apa ini tentang egomu lagi? Apa kamu mengira aku pergi karena nggak menyukai musikmu?" Aku berusaha menerjemahkan perilaku anehnya.

Bola mata Gray berputar. "Of course not. Kamu pasti menyukai musikku. Aku nggak pernah khawatir akan hal itu."

Broken MelodyWhere stories live. Discover now