Part 24

34K 6K 391
                                    

Wah, menjelang pagi update hahaha, kira kira masih ada yang bangun nggak nih? 

MELODY

Aku terpekik riang saat kaki telanjangku menyentuh butiran-butiran pasir putih yang lembut dan hangat. Matahari musim panas sudah terasa terik walau baru jam delapan pagi. Syukurlah aku sudah mengolesi seluruh tubuhku dengan sunscreen. Gelombang ombak kelihatan cukup tenang, seakan mengundang untuk berenang, tapi pakaian renang yang dibelikan Gray semuanya bermodel bikini. Aku nggak percaya diri memakainya, apalagi di depan Gray. Jadi tadi aku memilih mini dress longgar tanpa lengan dari bahan kain tipis motif bunga-bunga untuk kukenakan. Kain itu kini berkibaran tertiup angin di kakiku, membuatku merasa rapuh dan feminim.

Aku berlari di sepanjang bibir pantai, menikmati deburan ombak yang membasahi kakiku, meresapi semilir angin yang meniup rambutku. Rasanya menyenangkan, seperti terbang, bebas, lepas, seolah nggak ada beban. Aku terus berlari hingga kehabisan napas, lalu aku berdiri menatap lautan luas tak berbatas dengan napas terengah. Pantai sangat sepi, nggak ada orang selain aku. Maka aku meletakkan kedua tanganku di samping mulut bagai corong lalu berteriak sekuat tenaga.

"Bundaaa, aku kangeeen."

Suara deburan ombak menjawabku. Seakan mengatakan kalau Bunda juga rindu, karena itu dia akan selalu ada di sisiku. Mungkin bukan sosoknya, tapi kenangan tentangnya akan selalu menemaniku. Aku menarik napas panjang lalu berteriak lagi.

"Bunda tenang di sana yaaa, nggak perlu mengkhawatirkan apa-apa. Aku baik-baik saja. Aku akan jadi gadis yang lebih kuat. Melody yang lebih bahagia. Bunda juga harus bahagia di sana yaaa. Aku sayang Bundaaaa."

Nyanyian ombak kembali menerpa telingaku. Bagai suara merdu Bunda yang melantunkan lagu bahagia. Aku tersenyum. Ya, bahagia adalah pilihan. Hidupku masih kacau balau, tapi saat ini, di pantai ini, aku memilih untuk bahagia, maka hatiku diliputi rasa bahagia. Aku akan berjuang jadi Melody yang lebih kuat, yang bisa selalu memilih bahagia bahkan di tengah segala duka.

Aku berbalik saat mendengar suara-suara di belakangku. Gray tengah berlari mendekat, tubuhnya hanya terbalut celana pendek hitam. Dadanya telanjang, memamerkan otot-ototnya yang terpahat sempurna, dan kini terlihat berkilat oleh keringat. Rambutnya basah dan acak-acakan tertiup angin. Aku menelan ludah, rasanya seperti kembali melihat iklan yang kapan hari kulihat di persimpangan jalan Beverly Hills, tapi kali ini dalam versi nyata.

"Good morning," sapanya saat sudah berdiri di hadapanku.

"Morning," balasku lirih.

"Enjoy the beach?" Dia menyugar rambutnya yang basah ke belakang. Membuatnya terlihat semakin maskulin dan seksi.

"Yeah, pantainya benar-benar indah dan...sepi." Aku tertawa kecil.

"Harusnya kamu tunggu aku, biar nggak sendirian." Gray melangkah mendekati riak air, membiarkan kaki telanjangnya bersentuhan dengan ombak. Aku melihat sepatunya tergeletak di pinggir pantai, tampaknya dia melepasnya sebelum mendekatiku.

"Aku kira kamu masih tidur."

Tadi aku memang sempat menunggu di pantry, tapi berhubung dia nggak kunjung muncul, maka akhirnya aku ke pantai sendirian. Aku pikir dia biasa bangun siang, tapi kalau dilihat dari tetesan keringat yang membanjiri tubuhnya, tampaknya dia sudah berlari dari tadi.

"Kamu selalu lari pagi?" tanyaku.

Gray menggeleng. "Nggak selalu, tapi semalam aku nggak bisa tidur, jadi kupikir lari bisa membuat badanku lebih segar."

"Kamu nggak enak badan?" Aku menatapnya cemas.

Gray meringis. "Bisa dibilang begitu. Nggak enak banget, ngilu, panas dingin, kepala pusing."

Broken MelodyWhere stories live. Discover now