PART 12

32.4K 6.8K 327
                                    

Suasana di meja makan saat sarapan terasa sangat menegangkan. Tampaknya efek kejadian semalam belum sepenuhnya menghilang. Semua sibuk dengan makanan masing-masing, nggak ada yang berniat memulai pembicaraan. Kalau boleh memilih, rasanya aku ingin kembali mengurung diri di kamar, tapi tadi sepulang lari pagi, Sofia menarikku agar ikut sarapan, akhirnya aku mengalah.

Suara dering telepon memecah keheningan. Livia mengambil handphone-nya yang tergeletak di meja dengan wajah cerah namun wajahnya berubah muram saat melihat layar. Dia menghempaskan handphone itu kembali ke meja tanpa mengangkatnya.

"Kenapa nggak kamu angkat, Sayang?" tanya Sofia heran mendengar telepon yang terus berdering.

"Nggak penting." Livia mendesah sambil menekan beberapa tombol di handphone hingga suara deringnya tak lagi terdengar

"Bagaimana kamu tahu itu nggak penting kalau kamu nggak mengangkatnya?" Sofia menatap Livia dengan kening berkerut. Livia hanya mengedikkan bahu dengan wajah masam.

"Karena yang menelepon bukan Gray, bagi Livia yang terpenting cuma Gray seorang." Tessa terkikik yang membuat Livia langsung mendelik.

"What? Itu benar kan? Dari semalam kamu kebingungan karena Gray nggak datang atau menelepon padahal dia ada di LA," ledek Tessa.

"Gray sudah kembali ke LA?" Sofia menatap kedua putrinya.

"Sudah kemarin. Tur konser dunianya sudah rampung." Tessa yang menjawab sambil kembali melanjutkan sarapannya.

"Oh, undang dia makan malam kalau begitu. Sudah empat bulan lebih kita semua nggak bertemu dia," ucap Sofia dengan wajah cerah.

"Dia janji ke sini pagi ini, tapi belum datang juga. Aku telepon dari tadi juga nggak diangkat." Livia menatap handphone-nya jengkel.

"Mungkin dia masih tidur. Setelah empat bulan konser pasti dia kelelahan. Biarkan dia istirahat dulu," saran Sofia.

"Atau mungkin dia kelelahan karena menghabiskan malam penuh gairah dengan seseorang," goda Tessa lagi.

"Shut up." Livia melotot ke arahnya.

"Sudah Tess, jangan goda Livia terus," titah Sofia.

Aku menyimak pembicaraan mereka sambil mengaduk-aduk sarapanku. Tampaknya Mr. Thief nggak berbohong, dia memang mengenal keluarga ini dengan baik. Walau aku ragu hubungannya dengan Livia hanya teman kalau dilihat dari reaksi Livia atas godaan Tessa. Livia tampak siap mencincang siapa pun yang menghabiskan malam penuh gairah dengan Grayson. Syukurlah bukan aku. Nggak ada yang penuh gairah dari malamku dengan Grayson.

"Gray yang mereka maksud adalah Grayson King. Dia tinggal di rumah sebelah." Daddy menjelaskan padaku sambil tersenyum ragu, seolah khawatir aku akan kembali meledak seperti tadi di taman.

Aku hanya mengangguk tanpa semangat. Hal itu tampaknya membuat Sofia, Livia dan Tessa terpaku menatapku. Aku membalas tatapan mereka kebingungan, apa ada sisa saos di bibirku? Aku baru saja hendak mengusap bibirku saat Tessa bertanya padaku.

"Kamu tahu siapa Grayson King, kan?"

Aku mengangguk ragu, masih bingung dengan reaksi mereka. Apa mereka tahu tentang kejadian semalam? Apa karena itu mereka menatapku seolah aku adalah makhluk aneh dari luar angkasa?

"Dia tinggal di rumah sebelah. Keluarga kami berteman baik, jadi dia cukup sering berkunjung ke sini. Bisa dibilang dia bagian dari keluarga ini." Tessa kembali bicara, merangkum apa yang sudah aku dengar tadi.

Ada nada bangga dalam suaranya dan mungkin sedikit...pamer? Entahlah, aku nggak tahu pasti, yang pasti dia masih menatapku lekat, seolah menanti reaksi dariku atau menantiku mengatakan sesuatu.

Broken MelodyМесто, где живут истории. Откройте их для себя