Epilog🐈

2K 95 11
                                    


Gea meninggalkan makam Atta dengan perasaan hancur. Dia merasa gagal, hatinya terasa sakit. Sangat sakit. Perasaan ini persis seperti saat dirinya kehilangan Sion, abangnya.

Gea berjalan tak tentu arah. Rintikan hujan yang mulai turun tidak dia hiraukan sama sekali. Pandangan gadis itu kosong, terlalu banyak kenangan antara dirinya dan Atta. Bagi Gea Atta adalah rumahnya, Atta salah satu orang mengerti keadaan dan perasaan gadis itu.

"Maaf Ta.... Maaf."

"Maaf Ta"

"Maaf Ta."

"Maaf" sepanjang perjalanan hanya itu kalimat yang Gea racaukan. Penyakit sialan itu bersumber dari kakaknya. Gea sadar itu. Dan Gea juga merasa bersalah yang teramat sangat.

"Hati gue sakit Ta, lo kenapa pergi secepat ini? Gue harus apa setelah kepergian lo? Gue sama siapa lagi sekarang?" tanya Gea mulai terduduk di jalan raya. Beruntungnya jalanan sedang sepi sekarang. Isakan Gea terdengar samar, kalah oleh suara hujan dan langit yang bergemuruh. Bahkan alam ikut berduka.

"TUHAAANNNNNN! KENAPA HARUS ATTA YANG ENGKAU AMBIL DARI HIDUPKU!" teriak Gea tidak terima. Sekujur tubuh gadis itu sudah basah kuyup, namun tak sekali Gea perdulikan.

"KENAPA ORANG YANG AKU SAYANG SELALU BERUJUNG KEMATIAN! KEMATIAN ABANG MASIH BELUM BISA AKU IKLHASIN. KENAPA ATTA HARUS ENGKAU AMBIL JUGA TUHAN!"

Tangan Gea terkepal sempurna. Berulang kali dia memukul-mukul jalanan aspal guna melampiaskan rasa sakitnya. "Kenapa harus Atta? Dia sudah cukup menderita, dan kenapa sedetikpun engkau tidak membiarkan mahluk ciptaanmu bahagia? Kenapa Atta harus pergi di saat dia mulai bisa berdamai dengan semuanya," lirih Gea merasa putus asa sekaligus tidak terima.

Gea merasa ponselnya berdering, dia meraih ponsel itu dan diletakkan di telinga kanannya. Belum juga dia bersuara, suara seseorang di sebrang sana sudah lebih dulu terdengar.

"Kamu kemana aja Gea. Lea kritis sekarang. Dia butuh donor ginjal. Kamu segera ke rumah sakit, Mama takut," ujar Gina, dapat Gea dengar suara isak tangis Mamanya, sebelum pangilan telfon itu terputus.

Mendengar kabar tersebut bahu Gea seperti dijatuhi berat berton-ton. Tubuhnya terasa lemas seolah tanpa tenaga. "Ini apa lagi Tuhan." isak Gea masih berada di posisi semula. "Kenapa orang-orang yang aku sayang satu persatu harus mengalami hal ini." tangis Gea terdengar semakin pecah. Merasa tidak mempunyai waktu lama lagi, akhirnya dia memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju rumah sakit keluarganya. Tempat Lea dirawat.

Gadis malang itu terus berjalan menuju halte terdekat. Jika ditanya kenapa tidak memesan lewat aplikasi online jawabannya HP Gea mati gara-gara kehujanan sehabis mengangkat telfon dari Mamanya.

Otak gadis itu tengah melamun, memikirkan banyak hal. "Apa aku harus kehilangan lagi?" isaknya lirih. Gea berniat menyebrang jalan. Namun nasib buruk menimpa gadis malang itu.

BRRAKKKKKK....

Tubuh Gea terlempar beberapa meter. Sebuah truk dengan rem blong menabrak tubuh mungilnya. Darah segar mengalir dari kepala tangan dan kaki Gea.

"Mama sakit...." isak Gea pelan sebelum kesadarannya mulai hilang.

Orang-orang berdatangan, suara keras akibat tabrakan yang terjadi mengundang beberapa orang untuk mendekat kelokasi kejadian.

Dengan segera tubuh tidak berdaya Gea di bawa kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit seorang suster yang mengenal Gea mulai meletakkan tubuh Gea di atas bankar. "Ini kenapa Pak?" tanya Suster keorang yang membawa Gea ke rumah sakit.

"Mbak ini jadi korban kecelakaan truk yang remnya blong Sus." jelas seorang lelaki berusia 40 tahunan dengan muka paniknya.

Didorongnya Gea menuju ruang UGD, untuk segera mendapat pertolongan.

Atarangi. {Selesai}Onde as histórias ganham vida. Descobre agora