"35"

947 68 0
                                    


Pagi harinya, Atta memaksakan diri untuk tetap berangkat sekolah. Padahal Sutin berulang kali melarang pemuda itu. Tapi dengan tegas Atta menolaknya. Dia merasa sudah cukap banyak izin.

"Aden sarapan dulu ya, Bibi udah siapin makanan,"

"Nggak ah Bi, perut Atta mual"

"Sedikit aja Den, kasihan tubuhnya kalau nggak diisi sama sekali."

"Tapi...."

"Aden tuh jangan bandel. Nyonya Rea udah nitipin anak kesayangannya ke Bibi. Jadi sekarang ayo makan dulu" belum sempat Atta menolak, Sutin sudah dulu menarik tangan Atta menuju meja makan.

"Aden mau sarapan sama apa?"

"Roti tawar aja, pake selai kacang dikit" mendengar jawaban dari Atta, Sutin tersenyum tipis.

"Aden beresin dulu sarapannya, Bibi ambilin obat penurun panas dulu ya." ujar Sutin sambil mengusap lembut rambut lebat milik Atta.

"Makasih ya Bi, Maaf Atta ngerepotin Bibi" ujar Atta dengan tatapan sendunya.

"Nggak ada kata repot kalau buat Aden"

Setelah menghabiskan selembar roti tawar Atta memutuskan untuk segera bangkit. Waktu semakin berjalan, dia tidak ingin terlambat dan berakhir dihukum untuk hormat bendera. Yang ada sama aja bunuh diri perlahan.

"Atta berangkat dulu ya Bi, Assalamualaikum." pamitnya, tak lupa diciumnya punggug tangan Sutin, sebelum dirinya benar-benar meninggalkan rumah itu.

"Waalaikumsalam Den, hati-hati."

Tinggal dirumah Dave dan Rea terasa sangat terlihat perbedaannya. Paling nggak dirumah ini Atta masih diperlakukan sebaik mungkin. Berbeda saat dirumah Papinya, setiap hari harus beradu argumen. Yang membuat moodnya kerap kali hancur berantakan.

Atta mengendarai motornya, hingga tanpa sadar pandangannya jatuh kemotor didepannya. Sosok wanita yang begitu Atta kenal tengah berboncengan dengan seorang cowok.

"Itu Geakan?" karena penasaran Atta memilih menambah kecepatan kendaraan yang di naikinya. Dia ingin memastikan sesuatu.

"Ohhh cowok yang kemaren," ujar Atta sinis.

Gea sendiri sepertinya belum menyadari kehadiran Atta.

Harus Atta akui moodnya kembali memburuk. "Gue kenapa sih? Kenapa setiap lihat Gea sama cowok itu rasanya nggak nyaman? Ah bodo amat dah!" gerutunya sebal.

Tapi tidak bisa dipungkiri rasa panas masih ada dihatinya saat ini. Untuk melampiaskan semuanya Atta mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata.

10 menit berlalu sampailah Atta di sekolah tercintanya. Masih dengan raut wajah masam dirinya berjalan kearah rooftop sekolah setelah memarkirkan motornya. Dia harap emosinya bisa lebih stabil disana.

Atta perlahan mulai membaringkan tubuhnya di sebuah kursi yang sekolah sediakan disana. Harus Atta akui tempat ini terasa lebih menenangkan dari pada sudut sekolah lainnya. Dengan tas yang Atta gunakan sebagai bantalan perlahan rasa kantuk kembali mengampirinya. Ditambah lagi tubuhnya yang masih belum mampu untuk diajak aktivitas berlebihan.

Bahkan suara bell masuk tidak membuatnya terusik sedikitpun. Wajah Atta terlihat benar-benar damai. Seolah hidup tanpa beban apapun.

3 jam berlalu, Atta masih berada diposisi semula. Tanpa mengetahui tindakannya membuat kedua sahabatnya kalang-kabut mencari keberadaan dirinya.

Arsen dan Zieldra merasa heran, mereka melihat motor Atta terparkir rapi di parkiran sekolah. Hanya saja pemiliknya belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali.

Atarangi. {Selesai}Donde viven las historias. Descúbrelo ahora