Mendengar nada memerintah yang tak bisa ditawar keluar dari wanita mungil di hadapannya, Hans mulai melepaskan syal, jaket, sweater, dan juga kausnya sementara  Hana tergesa-gesa meraih pakaian yang dilepaskan Hans, memilih dengan cepat mana yang paling basah, dan yang masih bisa dipakai, lalu mulai menjemurnya di tempat mana pun yang tersedia.

"Switch place, sebelah aku lebih hangat!" Hana menarik tangan Hans, berakrobat sampai mereka pindah posisi. Dia sudah menata jaket, hoody, sweater dan juga kausnya di dekat pintu yang bisa berfungsi seperti bantal. Saat Hans sudah duduk agak nyaman, Hana nyampirkan selimut tebal di punggung Hans, membungkus tubuhnya sementara Hana sendiri memeluk Hans erat, menyalurkan kehangatan melalui panas tubuhnya.

"Pas berangkat, kamu ngetawain aku karena bawa-bawa selimut penginapan. Ternyata berguna banget, kan!!" ucap Hana tiba-tiba.

Hans tertawa kecil. "Untung kamu bawa selimut ya...." bisiknya seraya memeluk Hana semakin erat.

"Bentar-bentar!! Pelukan hadap depan begini, bikin pengap." Hana beringsut berbalik arah dan Hans tak kuasa menahan tawa.

Setelah Hana ada di posisi yang dirasa lebih nyaman, Hans merapatkan selimut membungkus tubuh mereka berdua, lalu meletakkan dagunya di bahu Hana. "Kamu hangat banget, Na...." gumam Hans sambil sedikit bergidik.

"Sementara kamu dinginnya kayak daging rendang beku!" balas Hana segera.

Hans kembali tergelak. "Sorry...."

Hans meraih pakaian Hana di punggungnya, menumpukan semuanya di sekeliling mereka agar bisa meredam dingin yang membuat mereka berdua gemetar sampai ke ujung kaki.

Menit-menit berlalu terasa mencekam sementara deru suara badai bertalu-talu di sekeliling mereka.

"Kok aku ngantuk banget ya, Hans...." gumam Hana.

"No... no... no!!! Stay awake, Na... Stay awake! Pleaseee...." seru Hans panik sambil menepuk-nepuk pipi Hana sambil sesekali mengusap-usap lengannya.

Hans menoleh ke arah Hans, tersenyum sedikit berusaha mengusir rasa kantuk yang nyaris tak tertahankan.

"Tunggu! Aku nyalain mobil lagi." Hans bergerak cepat sampai nyaris melompat ke depan untuk menyalakan mesin mobil dan memastikan heater menyala, lalu bergegas duduk lagi sambil memeluk Hana erat. Dia sengaja mematikan mesin mobil tiap 15 menit untuk menghemat bahan bakar.

"Hans...." panggil Hana lagi.

"Hmmm?"

Hana menarik napas dalam, menatap Hans dengan matanya yang mulai sayu. "Kamu harus selamat ya... No matter what, pokoknya kamu harus selamat. I would have died for you as long as you're survive."

Hans terbelalak, Hana dapat merasakan kilat kemarahan dalam tatapannya. "Kamu ngomong apa, sih, Na? Jangan ngaco!! Kamu pikir aku akan bisa bertahan tanpa kamu? Hell no!! Udah, jangan mikir macem-macem! Walau ini salah satu jenis kematian yang aku inginkan ya... Dying with your arms wrapped around me. Tapi, nanti, Na...nanti!! Saat kita udah tua. Aku udah pernah bilang ke kamu, kan, kalau one day I'm gonna marry you. Gak peduli misalkan hal itu baru kejadian saat kamu udah punya anak cucu sekali pun, you'll gonna be my wife. Jadi, jangan ngomong macem-macem dan berpikir yang enggak-enggak! Aku akan pastikan kita berdua bisa selamat!"

Hana terbengong-bengong mendengar ucapan penuh kemarahan dari Hans, setelah terdiam selama beberapa detik, tiba-tiba saja Hana tertawa. "Is that a proposal?"

"Terserah kamu nganggepnya apa, deh, Na! Asal jangan lagi kamu bilang, kalau kamu cuma mau aku aja yang selamat!" balas Hans sewot.

Tawa renyah Hana terdengar nyaring mengisi udara dingin dan membawa jenis kehangatan yang berbeda. Mereka saling menatap selama beberapa saat, kemudian sama-sama melanjutkan tawa.

Ha-Ha The Alternate Universe (a very long journey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang