It's a boy!

1.1K 242 47
                                    

Hans memarkirkan mobilnya di depan rumah Hana, keluar membawakan bingkisan kado untuk bayi yang dia beli dengan bantuan adiknya dalam memilih kado untuk anak pertama Mitha yang baru dilahirkan dua minggu lalu dan Adelani tidak menyia-nyiakan hobi belanjanya dengan membelikan baju bayi berbagai usia yang lucu-lucu namun tidak ramah di kantong Abangnya.

Baru Hans hendak mengetuk pintu setelah seenaknya membuka pagar depan, Hana yang rambutnya dikuncir asal saja dengan bayi merah mungil di tangannya sudah membuka pintu, berbisik pelan saat Hans baru mau mengucap salam.

"Pssssttt... Dedeknya baru bobo. Jangan berisik ya... Mitha sama mamah lagi tepar di kamar. Dedeknya semaleman gak bisa tidur. Ini baru banget tidur..." jelas Hana dengan suara berbisik.

Hans menunjukkan kado di tangannya dan Hana langsung memberi isyarat untuk meletakkan kado tersebut di meja tamu.

Setelah mencuci tangan, Hans kembali menghampiri Hana yang masih sibuk menimang-nimang bayi. "Tante capek banget kayaknya," goda Hans.

Hana memejamkan mata, menyenderkan kepala di dada Hans. "Lebih capek Mitha kayaknya. Aku, sih, sempet tidur semalem walau gak bisa nyenyak. Tapi, Mitha beneran baru bisa tidur tadi. Cuma tanganku kebas banget sekarang, astaga... Aku gak tau cara gendong pake kain jarik. Mau minta dipasangin mamah, mamah juga udah terkapar."

Tersenyum sedikit, Hans mengacak-acak rambut Hana. "Gantian sini!" tawar Hans langsung.

Hana melongo saat menatapnya. "Bisa memangnya?" tanyanya sangsi.

"Sepupuku yang kecil ada banyak. Udah terlatih, kok. Lupa ya kalau umi itu dsa? Udah pernah diajarin teknik gendong bayi juga. Sini...." jawab Hans penuh percaya diri.

Hana bergegas menyerahkan bayi mungil itu ke tangan Hans. Kemudian dia memijat-mijat sendiri lengannya yang pegal sambil sesekali melakukan perenggangan. "Kebasssss...." keluh Hana walau dengan suara berbisik. Dia beranjak ke dapur lalu kembali dengan secangkir teh hangat untuk Hans yang dia lihat sedang menyusun bantal sofa untuk menyenderkan tangannya agar tidak terlalu pegal.

Tersenyum sambil meletakkan cangkir teh ke meja, Hana berkomentar. "Aku gak tau kalau kamu suka sama anak-anak."

"Aku suka bayi... Pengin punya banyak, deh, one day," aku Hans.

Tertawa kecil, Hana kembali meledeknya. "Seberapa banyak, Hans? Selusin cukup?"

Hans mencubit ujung Hidung Hana dengan tangannya yang bebas. "Gak selusin juga, Na! Kasian istriku nanti! Berat, kan, hamil sama melahirkan, tuh."

"Oh, kirain... Jadi mau berapa banyak?" Hana tetap bertanya.

Tersenyum jahil sambil menatap Hana, Hans menjawab. "Tergantung kamu. Kamu maunya berapa banyak?"

Pipi Hana agak memerah saat dia mencubit pinggang Hans. "Apa, sih? Ngeselin!"

Hans tertawa kecil. "Ditanya baik-baik malah bilang aku ngeselin," godanya.

Cemberut, kali ini lengan Hans yang jadi sasaran cubitan Hana. "Tanya ke pacar kamu sana! Jangan tanya ke aku."

"Kalau sekarang kamu mau jadi pacar aku, langsung jawab ya... Kamu mau berapa anak?"

Mata Hana menyipit tajam. "Nembak?"

Hans langsung mengangguk walau lagi-lagi pinggangnya jadi sasaran cubitan Hana.

"Perasaan baru tiga bulan kamu pamer pacar baru, kenapa putus lagi, sih?" omel Hana.

"Mau jawaban jujur atau mau jawaban basa-basi?" balas Hans.

"Dua-duanya."

Hans menarik napas dalam sebelum menjawab. "Basa-basinya, aku ngerasa gak cocok setelah masuk bulan ke-dua."

Ha-Ha The Alternate Universe (a very long journey)Where stories live. Discover now