21. Satu Permintaan

378 40 6
                                    

Tengah hari, Suna dan (Name) masih bergelung di atas tempat tidur. Mereka masih tetap terjaga, berbagi cerita, dan hanya saling memeluk sepanjang hari. Tak ada kata bosan bagi Suna, selagi itu dengan (Name). Selalu ia kecup tangan sang puan, merapalkan kata cinta dengan manis di telinga (Name), Suna merasa seperti, kembali ke rumah.

"Aku lega mereka memperlakukanmu dengan baik, Babe."

(Name) memposisikan dirinya untuk sejajar dengan Suna. Ia tatap paras lelaki itu dalam-dalam. Sorot mata perempuan itu tersiarat keinginan, dan Suna sadar itu.

"Rin,"

"You wanna tell something, Babe?" tebakan Suna tepat sasaran. (Name) dengan ragu anggukkan kepala, dan kembali ke dalam dekapan lelaki tersebut.

"Ada apa, Sayang?"

"Rin, I miss them."

Suna bergeming, serta gerakan tangannya pada helai rambut (Name) berhenti. Sejenak lelaki itu mematung sebab tak tahu harus merespons apa.

"You already miss them?" lelaki itu menyahut lirih.

"Mhm. I really miss them, Rin. Especially Alisa, Mika," (Name) mendengar debar jantung Suna berpacu dengan cepat. Jemarinya merasakan debaran itu, namun (Name) tak tahu apa yang kini Suna pikirkan sampai jantungnya berdetak tak beraturan seperti itu.

Keduanya lantas terjebak dalam keheningan. Saat (Name) menunggu Suna angkat bicara, sampai beberapa menit berlalu pun lelaki itu tetap bergeming. Hal tersebut juga yang menyebabkan (Name) tak melanjutkan segala perkataannya. Perempuan itu kini hanya bisa bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Jangan, (Name)." Setelah lebih dari 10 menit tak bersuara, Suna kini berbisik. Meski hanya sebuah bisikan kecil yang mungkin hanya terdengar oleh telinga (Name), (Name) paham betul Suna kini tengah cemas. Cemas akan (Name), yang mungkin akan lepas darinya lagi.

Dalam dekap erat lelaki tersebut, (Name) sunggingkan senyum tipis. Tangannya bergerak mengusap punggung Suna, tenangkan Suna dari cemas yang melanda.

"Aku nggak akan pergi dari kamu Rin. Aku, hanya ingin bertemu dengan mereka. Setidaknya, mereka tau aku baik-baik saja denganmu." terang (Name) seraya angkat pandangannya. Ia tatap dua netra Suna yang terlihat sendu.

"May I?"

"Just Alisa," jawab Suna.

Ada perasaan tak terima saat Suna memutuskan. Ketika (Name) akan layangkan protes, Suna terlebih dahulu menyela.

"Hanya Alisa, atau tidak sama sekali." katanya. (Name) mati kutu, yang kemudian hanya setuju dengan keputusan Suna yang mutlak.

Suna lantas membawa (Name) ke dalam ciuman yang intens. Yang melibatkan lidah sampai-sampai (Name) harus menahan erangannya. Sampai ketika sebuah ketukan yang keras dari arah pintu, sontak membuat Suna menjauh. Lelaki itu menatap (Name) sejenak, kemudian pandangi pintu yang tertutup rapat.

"Rin, (Name), makan siangnya sudah siap. Kalian mau turun, atau kami makan siang duluan saja?" itu suara Sugawara.

Segera (Name) lepaskan diri dari Suna. Ia membenahi pakaiannya, dan turun dari ranjang.

"Ini kita mau turun! Sebentar ya!" seru (Name) dari dalam. Setelah mendengar balasan Sugawara, (Name) bergegas menyuruh Suna untuk turun.

Lift yang membawa mereka ke lantai dasar terbuka. Keadaan di ruang makan terdengar ramai. Suna gandeng tangan (Name) untuk melangkah keluar, dan bergabung dengan yang lain. Menu makan malam sudah tersaji di masing-masing piring. Semua juga sudah duduk di kursinya, tinggal menunggu (Name) dan Suna saja.

Miracle in December Where stories live. Discover now