29. Penthouse Date

243 23 5
                                    

Terang yang menyorot ke dalam ruangan sontak membuat (Name) membuka mata. Perempuan itu menatap sekeliling, dan pusatkan pandangannya pada sosok Suna yang baru saja masuk.

"Hei, Good morning, Babe."

"Good morning," (Name) eratkan selimutnya saat dingin kian menembus hingga menyentuh kulit.

Suna kemudian melangkah mendekati ranjang, naik dan memposisikan dirinya berada di atas (Name), dengan kedua tangan menumpu tubuhnya.

"You sleep well, pretty?" masih dengan mata yang mengerjap ngantuk, (Name) menarik senyum.

"Mhm. Ugh, badanku rasanya pegal karena terlalu lama tidur." perempuan itu mengeluh. Tangannya kemudian terulur melingkari leher Suna, dan menarik lelaki itu perlahan.

Suna terkekeh seraya usap kepala belakang (Name). "Bisa bangun? You need a breakfast."

(Name) mengangguk kemudian tubuh (Name) perlahan bangun dengan bantuan Suna. Mereka lantas mengambil jarak untuk menatap satu sama lain. Beberapa saat kemudian (Name) turun dari ranjang, tinggalkan Suna yang masih berada di sana. Perempuan itu masuk ke kamar mandi, setidaknya untuk membasuh muka dengan air.

Sebelum kran air menyala, (Name) pandangi keseluruhan ruangan yang lembab itu. Berbagai rentetan pertanyaan muncul. Terlebih mengenai ajakan Suna yang tiba-tiba untuk sementara tinggal di sebuah penthouse yang letaknya cukup jauh dari mansion. Suna juga menyita ponsel (Name), tak membiarkan perempuan itu melakukan kontak dengan rekan-rekan lainnya.

Aneh. Bahkan saat (Name) menuntut Suna untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, lelaki itu hanya janji-janji. Dan pada akhirnya sampai sekarang (Name) belum mendapatkan petunjuk apapun.

Usai membasuh muka beberapa kali dan mengeringkannya menggunakan tisu, (Name) bergegas keluar. Ketukan lembut yang berasal dari sandal yang (Name) pakai, terdengar mengisi luasnya penthouse itu. Sampai di ruang makan yang berada di lantai bawah, (Name) dapati Suna masih berkutat di dapur. Lantas (Name) hampiri figur Suna, perhatikan bagaimana lelaki itu tampak kaku saat memastikan pancake di pan sudah matang atau belum.

"Jangan di angkat dulu. Belum matang itu." Suna refleks urungkan niatnya, dan mendengar segala instruksi yang (Name) berikan setelahnya.

Suna tersenyum puas begitu melihat tumpukan pancake buatannya. (Name) mengusap bahu Suna, beri senyuman lebarnya sebelum beralih memeluk pinggang sang lelaki.

"You did well, Rin. Good job."

Sebuah ciuman lantas Suna daratkan pada bibir (Name). Namun tak berlangsung lama, karena seseorang menginterupsi kegiatan itu. Betul, Meian. Lelaki itu datang dengan raut jengah. Ia kemudian berdeham sebelum duduk di kursi, yang mana hal tersebut sontak saja membuat Suna mengambil jarak dari (Name). Ekspresi tak suka Suna langsung saja muncul. Matanya memicing kesal pada sosok Meian.

"Oh, you still here?"

"Kenapa masih di sini sih? Aku kan sudah bilang langsung pergi!" (Name) refleks saja menyikut perut Suna.

"Kurang ajar! Minimal beri aku makanan, brengsek!" dengan sedikit menggunakan tenaga, Meian menggeser asbak yang sebelumnya berada di ujung meja.

Suna mendengus, lantas beralih mengambil beberapa botol minuman selagi (Name) menyusun sarapan di meja. Suna tak lama kemudian menyusul. Ia letakkan gelas untuk masing-masing orang, kemudian decakan yang berasal dari Meian mengudara. Lelaki itu menggaruk pelipisnya frustrasi kala melihat Suna tengah membuka tutup botol yang dibawanya.

"Yang benar ajalah, Rin!" Suna yang hendak menuangkan isi botol ke dalam gelas spontan tertahan. "Kau mau memberiku whiskey untuk sarapan, hah?!"

"Ck! Banyak mau ah!"

Miracle in December Where stories live. Discover now