26. Ancaman Tak Terduga

397 33 6
                                    

Pukul 3 pagi. Alarm yang Suna pasang berbunyi, dan dimatikan begitu saja. Masih menjadi tanda tanya, mengapa Suna memasang alarm di jam dimana orang-orang seharusnya masih harus beristirahat. Sama seperti Suna dan (Name). Usai memberesi kekacauan yang mereka buat, tubuh yang terasa begitu lelah itu akhirnya berbaring dengan nyaman di ranjang. Dengan posesif Suna dekap tubuh (Name), membelai rambutnya yang lepek akibat keringat, kemudian mengecupnya. (Name) memejamkan mata, namun ia tidak tidur. Ia hanya menikmati hangatnya pelukan Suna. Ia juga menenggelamkan wajahnya di dada lelaki tersebut.

"Unexpected," Suna terkekeh kecil, mengambil jarak dari (Name) dan menatap perempuan tersebut.

"Kaget ya?"

"Ya menurut kamu? Kamu yang biasanya hati-hati ke aku, tiba-tiba," (Name) menggelengkan kepalanya, kembali sembunyikan wajahnya di dada Suna selagi lelaki itu merespons dengan tawa kecil.

Di detik kemudian semuanya kembali senyap. Suna tak pernah bosan untuk memainkan surai (Name). Mengecup puncak kepala (Name) tiap menit, hanya untuk memberitahu apa yang kini tengah Suna rasakan. (Name) juga kini tampak sibuk di perpotongan leher Suna. Hirup dalam-dalam aroma memabukkan yang menguar dari tubuh atletis itu, dan sesekali mengecup kulit lehernya.

"Tidur, Babe. Kamu tidak lelah?"

"Ng, no." sahut (Name) menggelengkan kepala. Ia angkat pandangannya, memindai rahang tegas Suna menggunakan jemarinya. "Are you tired?"

"Sedikit." (Name) terkekeh kecil. Memang tertangkap dengan jelas, sorot mata Suna sudah mulai sayu. Lelaki itu mendengus, lantas turunkan posisinya untuk bisa sembunyikan wajah di perpotongan leher (Name). Dipeluknya tubuh perempuan itu layaknya guling.

"Temani aku tidur." gumam Suna.

Tidak disangka-sangka lagi, kini (Name) bisa melihat sendiri sisi Suna yang tidak diketahui oleh orang lain. Tanpa sadar (Name) menarik senyum. Rambut lelaki itu menggesek permukaan wajah (Name), menarik perempuan itu untuk mencium helaian cokelat gelap itu perlahan. Disela kegiatan (Name) yang kini beralih mengusap helaian rambut Suna, lelaki yang kini tengah didekapnya tengah mencoba untuk memejamkan mata.

"Jika ada apa-apa, langsung bangunkan-"

PRANGG!!

Suna yang baru saja hendak memejamkan mata kembali terbangun dengan (Name) yang menatap Suna dengan terkejut. Suara yang nyaring itu berasal dari kamar sebelah, tepatnya kamar yang harusnya (Name) tempati.

"What the hell is that?!" Suna bergegas bangun, lantas melemparkan kaus kebesaran miliknya pada (Name). "Pakai baju." lelaki itu kemudian mendahului keluar dari kamar setelah memberikan ucapan perintah pada (Name).

Saat Suna keluar dari kamarnya, rekan-rekannya sudah berkumpul di depan pintu kamar lelaki tersebut. Atsumu datang paling akhir, karena memang letak kamarnya berada paling ujung di lantai bawah. Lelaki itu datang dengan raut panik, menatap satu per satu rekan-rekannya di depan kamar Suna.

"Tembakannya ke kamar siapa?!" tanya Atsumu.

"Sepertinya kamar (Name). Aku periksa dulu." sahut Sugawara lantas membuka pintu kamar yang terletak di samping kamar Suna.

Dan benar saja. Kaca pintu yang mengarah langsung ke balkon satu sisinya pecah total. Sugawara gulirkan pandangannya untuk memindai ruangan tersebut, dan akhir dari tujuan peluru yang ditembakkan oleh orang misterius itu adalah dinding yang kini berhadapan dengan Sugawara. Tercetak retakan dan lubang yang tidak terlalu dalam di sana.

Miracle in December Where stories live. Discover now