13. Hari Pertama

519 56 10
                                    

Bunyi lift terdengar tanda sampainya (Name) di lantai dasar. Langkahkan kaki telanjangnya menelusuri ruang demi ruang yang tampak kosong, namun kemudian netra nya langsung disuguhi dengan banyaknya manusia yang tengah berkumpul di ruang makan. (Name) mematung, kala dirinya jadi sorotan. Atau mungkin (Name) tidak sadar bahwa mereka tengah perhatikan penampilannya yang terlihat ambigu.

Tubuhnya hanya dibalut kaos kebesaran yang mereka tau adalah milik Suna. Dan tentu pikiran negatif langsung mendominasi pikiran mereka yang tidak tahu-menahu apa yang sebenarnya terjadi semalam.

"Hei, (Name), selamat pagi. Mau bergabung?" suara lembut Kiyoko interupsi hening nya ruang makan beberapa saat lalu.

Hanya dengan anggukan, (Name) kemudian langkahkan kaki guna dekati Kiyoko yang tengah tuang air putih ke masing-masing gelas.

"Kursi mu di samping Suna, (Name)." celetuk Iwaizumi seraya tarik satu kursi kosong diantara kursi miliknya dan kursi milik Suna.

Suna yang semula sibuk dengan pocky rasa matcha itu tak lama kemudian mengangkat wajah. Suna raih tangan (Name) yang memang posisinya tak jauh darinya, lantas titah perempuan tersebut untuk duduk.

"Kemari,"

Setelah duduk, (Name) gulirkan pandangannya untuk tatap satu per satu penghuni ruang makan. Nyatanya tak jauh beda dari Shiratorizawa. Jika dulu (Name) selalu melihat Bokuto, Tendou, dan Kuroo yang tak henti membuat ulah jika bersama, kini (Name) lihat Oikawa, Terushima, Kageyama, serta Atsumu yang tak henti membuat suasana dapur menjadi lebih ramai.

Suasananya sama. Tapi, orang-orangnya berbeda. (Name) hanya bisa sunggingkan senyum kecut kala sadar kini ia tengah berada di antara orang-orang yang bukan selama ini bersamanya.

"Ini,"

Tiba-tiba suara Suna interupsi lamunan (Name). Lelaki itu tengah letakkan dua buah sosis miliknya ke piring milik (Name).

"Itu sarapan mu,"

"Makan saja. Kau selalu mengambil jatah sosis ku dulu." ungkap Suna lantas beri senyuman tipis pada (Name).

Desir aneh kembali terasa. Saling bersitatap dengan mata rubah itu buat debaran jantung (Name) sontak tak beraturan. Buru-buru (Name) alihkan pandangan, lalu menghembuskan nafasnya guna netralisir debaran itu.

Mereka yang lain tau, Suna dan (Name) masih dilanda rasa canggung. Mereka baru saja bertemu lagi setelah sekian lama terpisah, ditambah lagi dengan keadaan (Name) yang tidak ingat apapun. Jika ditanya sedekat apa Suna dan (Name) dulu, maka jawabannya adalah dekat sekali.

Masa lalu mereka diibaratkan seperti darah dengan nadi. Tak bisa terpisahkan, saling membutuhkan, bahkan saling memberi kehidupan. Namun sekarang, mereka seolah-olah tak bisa menggapai satu sama lain. Dipisahkan oleh memori yang rumit, yang belum juga bisa diperbaiki hingga sekarang.

"Ekhem, (Name)," Terushima memecah kecanggungan tersebut dengan suara khasnya. "Santai saja. Temanmu bukan hanya Kiyoko nanti. Ada Hana dan Yukie juga. Tapi, mereka sekarang masih liburan. Mungkin, besok mereka akan pulang."

"Ah, begitu. Tapi, kok Kiyoko tidak ikut?" sahut (Name).

"Memang, tidak adil sekali mereka itu. Bukan best friends,"

(Name) terkekeh kecil. Wajah Kiyoko yang tengah merajuk membuat perempuan itu terlihat begitu manis. Sama seperti Alisa.

Ah, Alisa. Ngomong-ngomong (Name) merindukan perempuan itu. Alisa sudah seperti kakak baginya, meski 24/7 yang mereka obrolkan hanya tentang porno ketika mereka bersama. Memang masih ada Mika. Namun Mika lebih sering kesana-kemari untuk pekerjaannya, sehingga jarang di mansion. Alhasil, hubungan (Name) dengan Mika tidak sedekat dengan Alisa.

"Makan dulu. Kita semua hari ini off, jadi seharian bisa ngobrol sama kamu nanti." celetuk Suna tanpa menatap lawan bicaranya.

Lain hal dengan (Name). Perempuan itu respon ucapan itu dengan anggukan seraya tersenyum canggung. Setelahnya tak ada lagi yang membuka suara, karena Suna sudah mengawali sarapan hingga semuanya pun ikut menyusul.

◖⚆ᴥ⚆◗

Setelah sarapan usai, (Name) kini berkumpul dengan yang lain di halaman belakang. Semula (Name) hanya pusatkan atensinya pada Kiyoko. Namun saat perempuan itu mendekati sosok Kita yang baru saja menceburkan diri ke kolam dan make out di sana, (Name) putuskan beralih ke kumpulan lelaki yang tengah bermain voli di lapangan tak jauh dari kolam.

Semuanya ada di sini, kecuali Suna. Setelah sarapan tadi, Suna pergi ke kamar, dan belum muncul hingga sekarang. Satu-satunya orang yang menemani (Name) duduk di pinggiran kolam hanya Iwaizumi, yang menjaga jarak dari perempuan tersebut karena sedang merokok.

"Suna nanti kemari kok. Tidak usah khawatir," celetuk Iwaizumi begitu sadar dengan kebosanan (Name).

(Name) menoleh, sontak bertatapan dengan Iwaizumi yang sunggingkan seringai jahil.

"Tidak usah denial ya. Aku tau kau mencarinya." lelaki itu mendahului sebelum (Name) ucapkan sepatah sangkalang.

Kurang ajar.

Tapi apa yang dikatakan Iwaizumi memang benar. Bukan soal (Name) mencari Suna, tapi Suna yang akan datang untuk ikut bergabung.

Lelaki itu, Suna, benar-benar datang tak lama setelah Iwaizumi selesai berucap. Bertelanjang dada pertontonkan tatto-tatto nya yang hampir penuhi seluruh tubuh lelaki tersebut. (Name) sendiri tak habis pikir. Padahal bulan ini suhunya cukup rendah, bahkan saat matahari bersinar hangat seperti sekarang. Bisa-bisanya kumpulan berandal ini memilih habiskan waktu dengan berenang, bahkan ber-topless.

"Kiyoko sedang berenang itu. Tidak ikut?"

"Lalu mengganggunya yang sedang make out dengan Kita? No thanks,"

Kekehan yang terdengar maskulin itu menyapa indera pendengaran (Name). Disusul Suna yang ambil tempat di samping (Name), lelaki itu lantas pejamkan mata. (Name) sesekali melirik ke arah Suna, pandangi paras lelaki itu dengan jantung berdebar-debar.

'Astaga. Aku, pernah punya masa lalu dengan orang setampan ini?' pikir (Name) masih dengan rasa tidak percaya luar biasa.

Tak bisa menyangkal, karena memang tampilan fisik lelaki bernama Suna Rintarou itu hampir mendekati sempurna. Meski wajahnya seperti penggoda ulung dan lebih pantas disebut sebagai penjahat kelamin. Tapi, ya tetap saja. Suna Rintarou itu sangat tampan. Terlebih lagi mata sipit yang selalu mengintimidasi itu. Sudah dipastikan jika ada perempuan yang tanpa sengaja beradu tatap dengan Suna, mereka pasti akan jatuh cinta pada pandangan pertama.

"You look bored,"

"Huh?" (Name) mengangkat sebelah alisnya sebelum menoleh pada Suna.

"Mau berkeliling?" tawar lelaki tersebut.

"Boleh?"

"Sure," Suna bangkit, ulurkan tangannya pada (Name) sebelum akhirnya (Name) menerimanya. "This is your home,"

◖⚆ᴥ⚆

Miracle in December Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang