3. i really miss you

3.8K 360 141
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Lili membawa Damian ke kamarnya. Sebelum itu, ia menyuruh Ravel untuk diam di kamar. Kini Lili hanya mampu memandang Damian dengan penuh tanda tanya. Sebenarnya apa tujuan lelaki itu mendatangi rumahnya? Setelah apa yang waktu itu terjadi respect Lili terhadap Damian hilang. First meet yang di ekspetaksikan akan indah, realitanya tak seindah yang dibayangkan.

Perkataan yang pernah dilontarkan Damian masih cukup membekas sampai sekarang. Bukannya lebay, hanya saja Lili merasa sudah asing di mata lelaki itu. Who are you? Pertanyaan yang mampu membuat Lili sakit. Berteman lama, namun tidak pernah ingat sama sekali untuk apa? Memang benar usianya masih di bawah umur, namun setiap ingatan dan kenangan pasti masih menetap di memori anak usia lima tahun.

Tapi ini?

Tiba-tiba datang dengan sendirinya.

Lili harus bagaimana? Di sini Lili tidak akan pernah berubah jika sikap Damian memang tidak seperti dulu. Seperti apa yang pernah Papanya katakan. Lili akan menjadi dirinya sendiri. Namun siapa yang tidak tahu, hati akan merasa sakit dan kecewa jika mengingat perkataan yang mampu meruntuhkan perasaan.

"Mau apa?"

"Kita udah asing kan?"

"Ngapain ke sini?"

"Awal ketemu kamu bilang gak kenal aku. Tapi sekarang... maksudnya apa ini?"

"This is so confusing," Lili mengusap wajahnya. Berdecak kecil kala tidak ada respons dari Damian.

"Jawab, Dam." Damian menaruh boneka itu di lantai. Menghampiri Lili, kemudian memeluk perempuan itu dengan erat. Ini sangat menenangkan. Ini yang Damian butuhkan selama ini. Hidup terpisah dengan Lili belasan tahun itu cukup menyakitkan.

"Panggilannya udah ganti?" tanya lelaki itu tepat ditelinga Lili. "I really miss you. really miss," Damian melepaskan pelukannya. Tangan besar dan berurat itu menyentuh pipi Lili, mengelusnya lembut. Dengan sorot mata teduh yang menghunus manik cokelat itu.

"Bener kata Dilan, rindu itu ternyata berat. Sampai aku pun lupa gimana cara menyalurkan rasa rindu itu."

Lili hanya mampu diam dengan degup jantung yang berdetak cepat. Perlakuan Damian diluar dugaannya. Mereka berdua masih berkontak mata. Menyalurkan rasa rindu yang belasan tahun hilang. Tentang ucapan Damian tadi Lili juga merasakan. Rindu memang seberat itu.

"Tetap panggil Mian oke," ucap Damian. Seperkian detik kemudian, Damian mengecup kening Lili cukup lama. "Maaf untuk semuanya."

Lili menyentak tangan Damian yang masih berada di pipinya. Menatap mata lelaki itu dengan tajam. "Maaf? Kata maaf emang masih ada harga dirinya?"

"Li—"

"Setelah apa yang kamu bilang, emang masih bisa dimaafin?" tanya Lili dengan sorot mata yang kini mulai berembun. "Aku kira pertemuan kita itu akan menjadi sesuatu yang paling indah, tapi nyatanya bikin aku sakit. Gak ingat?"

DAMILIWhere stories live. Discover now