36. INI TENTANG MEREKA YANG PERNAH HILANG

57.8K 6.3K 2K
                                    

Haiii <3 baca bab 35 duluuu yaaa supaya nggak lupaaa

Vote duluuu bor hehe, ramaikan jugaa koment kaliannn

Selamat membaca, semoga sukaa Aamin.

36. INI TENTANG MEREKA YANG PERNAH HILANG

Kita adalah sebuah pertemuan yang sedang berjalan menuju perpisahan.

***

Plak!

Seorang laki-laki berbadan besar terdiam ketika serangan tamparan itu mengenai pipinya. Sudah dua kali, tangan besar milik Ayahnya berulang melukainya.

"Sejak kapan kamu minum kayak gini hah?!" Urat di kepala pria berusia lima puluh sembilan tahun itu tercetak jelas di puncak emosinya.

Sengaja dirinya datang dari luar kota hanya untuk memastikan kalau anak tunggalnya bersama seorang perempuan menyusahkan tidak seperti dengan cerita laporan banyak mulut yang ia dengar. Tapi ternyata, mulut-mulut itu benar menyampaikan faktanya.

Mata gelap Bara menampilkan sorot sendunya, sorot mata yang benci harus ia tampilkan sekarang.

"Jawab pertanyaan Papi!!" sentak pria itu.

"Kuliah, bayar UKT sampai puluhan juta, difasilitasi mobil mewah, apartemen, tetap aja jadi sampah kayak gini!!" Suara itu menggema lagi. Dinding abu-abu itu juga mendengarnya.

Memang benar, selama empat tahun kuliah, hampir 90% adalah uang Papinya. Papi yang pernah jadi teladan hebat untuknya, Papi yang selalu ia banggakan semasa kecil hingga SMA, Papi yang membuat teman-temannya iri karena Bara beruntung punya sosok pria itu dihidupnya, Papi terbaik, sebelum berujung sebagai manusia paling buruk yang dikenalnya. Manusia yang jika bisa dipilih, Bara tidak ingin sosok itu yang dipilih jadi ayahnya. Sangat durhaka, bukan?

Seluruh barang yang ada di apartemen Bara dilemparnya, sahut-sahutan suara sesuatu yang pecah terdengar. Namun, Bara tetap diam. Ini bukan kali pertama Ayahnya mengamuk seperti ini. Emosi pria itu labil, sejak bersama istri barunya, kadang Bara adalah samsak paling enak untuknya.

"IPK 2," baca Papinya pada salah satu kertas hasil print out kartu hasil studi. "Memalukan!"

Bara janji semester ini akan berusaha, memperbaiki juangnya. Bahkan jauh sebelum Papinya menghinanya seperti itu.

Guncangan di gerbang kuliah tidak main-main datangnya, dan perceraian orang tuanya yang pukulannya paling terasa. Hidup ada-ada saja, ternyata. Banyak hadiahnya.

Gelas bekas minuman beralkohol yang Bara komsumsi dilemparinya tanpa arah oleh tangan besar pria itu. "Mau jadi apa kamu kalau kerjaannya kayak gini, sialan!"

iya salah, Bara tahu. Namun, warasnya terlalu tidak kuat menumpuk segala beban mengerikan yang berkeliaran di kepalanya. Kadang ia ingin hidup, tanpa ada satu pikiran yang mengusiknya, pikiran yang ketika datang, ngilu pada ujung dadanya tidak tertahan.

Bara lupa sejak kapan ia jadi seberantakan ini, Bara juga muak dengan dirinya yang selalu punya pelarian buruk seperti ini. Dan ironinya, ia tahu kalau ini tidak baik, tapi ia terus melakukannya. Papinya memang pantas menamparnya. Maminya juga tidak salah ketika terus berpote-pote di sambungan telefon untuk memarahinya.

Dan itulah mengapa, ketika selesai membaca novel karangan Salsa, Bara jadi kagum dengan dirinya yang dulu, berenergi, tanpa punya aura gelap seperti ini.

Papi Bara melihat ke seluruh ruangan, kemudian menatap kepada putranya. Bara juga menatapnya, mereka saling beradu pada satu pandangan.

Lalu mulut Bara menyelutuk seperti ini, "Bagaimana mungkin rumah yang penyanggahnya kuat bisa roboh dengan cepat? bencana dahsyat apa yang datang waktu itu?"

DIA BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang