11. KISAH YANG INGIN DIAJAK SEMPURNA

95.7K 8.9K 1.4K
                                    

Vote dulu, gratiss ya kan.

Selamat membaca, semogaa sukaa Aamiin 💗

11. KISAH YANG INGIN DIAJAK SEMPURNA

Jangan lupa berterima kasih pada apapun yang memberi tunas untuk terus tumbuh.

***

"Mah...." suara Salsa pada suatu malam yang larut itu masih terjaga, saat posisinya dengan Mamanya sedang terbaring di atas sebuah kasur. Malam ini, mereka sepakat tidur bersama, Mamanya sendiri yang datang beberapa menit yang lalu.

"Ya?" mata wanita itu ternyata masih terjaga juga, meski berbalik pada sisi yang berbeda dari anaknya.

"Ayah sebenarnya kenapa, Mah? Kok setiap Salsa WhatsApp nggak pernah masuk? telfon juga nggak pernah diangkat?" tanya Salsa.

Sastra Negara Ariandi, seorang pria yang selama ini pergi meninggalkan keluarga kecilnya, pergi dengan alasan merantau, menyelesaikan project di Kalimantan sejak Salsa berada di bangku kelas 2 SMP kemarin.

Memang sejak SMA, Salsa tidak pernah berkomunikasi langsung dengan Ayahnya, ia hanya mendengar kabar pria itu, melalui cerita sang Mama, yang setiap kali ia tanyakan seperti pertanyaan di atas. Seperti sebuah penghubung, Mamanya selalu hadir dengan cerita-cerita tentang Ayahnya di sana, bagaimana tempat tinggalnya, bagaimana keseharian Ayahnya, bagaimana suasana disana. Padahal, jika boleh jujur, Salsa mau ia sendiri yang mendengar pria itu bercerita padanya. Seperti waktu lalu saat Ayahnya masih di sini.

"Ayah sama Mama baik-baik aja, kan?" tanya Salsa lagi. Ini yang selalu ia tanyakan sejak kemarin. Tapi baru saat ini terucap karena terlalu takut menganggu lelah sang Mama.

Mama Salsa terdiam sejenak, mengusir senyum mirisnya. "Baik, Mama sama Ayah kamu baik," jawab Mama Salsa tanpa menoleh pada arah anaknya itu.

Banyak hal yang berjalan di kepala Mama Salsa, namun menjawab seperti jawabannya barusan itu adalah jawaban yang sudah paling baik dari semuanya.

"Kalau gitu, kenapa Ayah nggak pernah ngasih kabar ke Salsa? Kenapa setiap Mama bertelfonan dengan Ayah, Mama nggak pernah manggil Salsa lagi?" tanya Salsa.

Salsa mengungkapkan sesuatu yang ada di pikirannya lagi, "Atau Ayah lagi marah sama Salsa? Ada kesalahan Salsa, ya, Mah?"

Sang Mama, merubah posisinya, berbaring dengan menatap langit-langit kamar. Jam 11 malam memang kerap pencuri segala overthinking milik manusia, merusak jam tidur, membawa kepala kita kemana-mana. Padahal besok hari masih menanti, menunggu sang manusia hidup dengan harapan baru yang tidak menjengkelkan karena disertai ragu yang amat.

"Salsa tidur, ya? Besok kan sekolah," ucap Mama Salsa.

Tapi, pandangan dan kepala Salsa masih menyoroti hal yang sama. Ini bukan hal yang sederhana, ini hal serius yang harus ia tahu, ini tentang keluarga, tentang masanya sekarang, dan masa yang akan datang.

"Mah? Nggak ada sesuatu kan?" desak Salsa dengan suara pelan. "Keluarga kita baik-baik aja, kan?"

"Iya, baik," jawab Sang Mama. "Besok, Mama hubungi Ayah, supaya Ayah ngehubungin kamu, ya."

Satu tangan kanan Mama Salsa bergerak ke atas kepala Salsa, mengelus pelan rambut anak tunggalnya itu. "Salsa, di Bumi, malam dan siangnya itu seimbang, sayang. Jadi, kamu juga harus percaya, bahwa segala yang terjadi di hidup kamu itu juga seimbang. Antara senang dan sedihnya."

***

Bara membaca beberapa deret harapan yang ditulis oleh seorang perempuan yang hari ini ia temukan di rooftop rumah sakit. Dengan senja yang menyilau dari arah barat. Seperti biasa, Permata jika sedang berada di rumah sakit, sekali atau dua kali, pasti ia bertemu dengan temannya ini, manusia dengan sejuta hal baiknya, manusia yang selalu punya energi positif terhadap apapun itu.

DIA BARAWhere stories live. Discover now