24. MUSIM SEDIH YANG PANJANG

59.4K 6.2K 2.2K
                                    

VOTE DULU, 1k koment untuk next bab slnjutnyaaa🫶🏻

Ramein koment kaliannn <3

Selamat membaca, semoga sukaa Aamiin.

24. MUSIM SEDIH YANG PANJANG

Sampai jumpa di senang selanjutnya. Ayo untuk tetap ketawa yang lebar.

***

Gagal finish adalah kemenangan yang paling jujur.

Malam yang pekat kali ini begitu tidak biasa, angin berhembus, tidak kencang juga, namun rasanya menusuk jaket tebal yang dikenakan. Bintang juga tidak seramai itu bertebaran di langit, tapi tidak sesepi jika mendung berhias. Udara panas juga mencampuri, seolah semesta tahu, kalau malam ini penuh dengan hal-hal menyedihkan dan serangkainnya yang mengusik anak manusianya.

"ADA ANAK SATROVA BESAR YANG GAGAL FINISH, ADA ANAK SATROVA BESAR YANG JATUH!!!" teriakan brutal itu mengundang gaduh pada detik yang sama. Setelah munculnya suara hempasan motor yang menggesek lintasan arena.

Orang-orang yang jadi penonton balapan sepanjang lintasan bergerak, terkejut dengan pernyataan itu. Dan anehnya, balapan tiba-tiba berhenti, tanpa satu peserta pun yang ingin menyelesaikan perjalanannya hingga finish. Mereka semua berbalik, mengepung peserta yang jatuh itu.

Dari arah penonton, seorang laki-laki bermata elang berlari dengan sangat kencang, "MINGGIR, ANJING! MINGGIR!" teriaknya lantang. 

"KASI GUE JALAN!" bentak Angkasa panik pada mereka yang menghalanginya. Suaranya terpantul. "KASI GUE JALAN ATAU GUE TONJOK LO SEMUA!!" teriaknya lagi yang membuka akses untuk laki-laki itu mendekat ke tengah.

Pelan-pelan ketika mendekat pada korban yang jatuh itu, ada ragu yang Angkasa rasakan, ada rasa takut yang juga mencampurinya. Ia takut sekali arena tidak bersahabat dengannya. Ia takut sekali arena balap jadi hal yang tidak ingin ia datangi lagi suatu hari.

Korban yang dikerumuni itu ternyata tidak sadar diri, apalagi ketika posisinya ditimpa oleh motornya sendiri. Namun untungnya, diantara itu, ambulance dengan cepatnya datang, Angkasa dan bantuan orang lain sigap mengangkat korban naik. Memberikan pertolongan pertama lalu bergegas menuju rumah sakit terdekat.

Gemetar tangannya tidak bisa Angkasa sembunyikan, Ia bersandar di mobil ambulance itu, menatap arena dengan mata tajamnya. Kemudian berganti menatap sahabatnya yang sedang ditangani. Laki-laki itu berucap seperti ini dalam hatinya, "Kalau sampai ada apa-apa sama Bara, gue musuhin tempat ini!"

"Gue yang hubungi Maminya, ya," sahut Razi yang ada di sebelah Angkasa. Angkasa diam, tidak mengangguk, ataupun memberikan ekspresi apapun.

Hatinya gundah sekali, perasaan Angkasa semakin keruh, ada hal buruk yang sejak tadi mengintainya. Ia tidak tahu, apakah Bara akan baik-baik saja atau tidak. Tidak masalah jika nanti ia dimarahi oleh orang tua laki-laki itu, asal Bara aman. Asal semesta menyelamatkannya.

"Temen saya gimana?" tanya Angkasa pada satu perawat yang memberi pertolongan. Namun tidak dijawab hingga laki-laki itu mengulang pertanyaannya. "Temen saya gimana?"

"Kita perlu mengambil rujukan segera ke rumah sakit," ucap perawat itu dengan amat terliti.

Mobil ambulance kemudian melaju dengan sangat kencang. Ada Angkasa dan Razi di dalamnya. Keduanya tidak bertukar pandang, sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Mengajak Bara untuk datang ke arena balap benar-benar sebuah kesalahan.

Melihat Bara yang tidak sadarkan diri dengan satu perawat yang memberinya pertolongan pertama. Angkasa bergumam seperti ini, "Kalau lo nggak sadar juga sampai rumah sakit, gue nggak mau lagi temenan sama lo, anying."

DIA BARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang