35. KITA ADALAH LUKA YANG TELAH PUNAH

67K 6.5K 2.8K
                                    

SLMT MALAM DARI JAUHHHH

VOTE DULUU DN KOMENTTT JGAAA

AKU RAJIN UP KARENA LAGII GABUTTT

Selamat membacaa, semoga sukaa Aamin.

35. KITA ADALAH LUKA YANG TELAH PUNAH

Jika kesempatannya hanya sekali. Minimal kita adalah pernah yang begitu disayangi. 

***

Ada keperluan dan urusan di Jakarta. Alasan itu, jadi sebuah titik kumpul untuk mereka yang beberapa bulan ini sibuk berjauhan dan membuat jarak. Malam ini, di sebuah Markas yang telah lama sepi karena sudah mereka jauhi, kini kembali ramai lagi, meski banyak hal yang kurang diantaranya.

Suara motor besar terdengar begitu melengking di telinga empat orang laki-laki yang seperti sengaja duduk di teras untuk menyambut perjumpaan itu. Wajah berseri-seri, tanda rindu yang tak tertahan masing-masing tergambar jelas di wajah masing-masing. Laki-laki yang pernah memang era besar di SMANDA itu, kini telah beranjak lebih dewasa. Jauh dari nakal dan keras kepala yang kekanak-kanakan.

Helm full face yang Bara kenakan, ia buka, menatap satu persatu wajah empat orang temannya.

"Makin ganteng aja, Bar, ceweknya udah berapa?" tanya Alaska, ceplas ceplos.

Bobby tertawa, "HAHAHA, ganteng doang dia mah, jomblo akut."

"Sial," umpat Bara.

Sekala kemudian menyambut Bara dengat tosnya, yang secara berturut berlangsung ketiga teman lainnya. Ah, rindu.

Inti perkumpulan besar itu hanya tingga lima yang begitu erat, saling memeluk meski jauh. Saling jaga meski jauh. Saling sayang meski terlihat tidak.

"Mau pesan apa?" suara itu dari Razi. Yang sejak lulus SMA masuk pendidikan di Sekolah Intilejen Negara. Perjumpaan dengan laki-laki itu sangat jarang, karena asrama mengurungnya. Tapi untungnya, kesempatan berpihak kali ini.

"Pertanyaan yang berbobot sekali, Zi, untung gue lapar," kata Bobby cepat.

Bara tertawa, dari dulu urusan makanan, Bobby yang paling juara diantaranya. Si perut karet.

"Bubur aja, anget nih malam-malam gini makan bubur, sama gorengan di depan lorong, enak tuh," jawab Bara. "Gofood aja." Razi mengangguk, kemudian bergerak memesan susai perkataan Bara ketika yang lainnya sepakat.

Selanjutkan perbincangan hangat di teras Markas besar SATROVA itu berlanjut. Mereka duduk berhadap-hadapan membentuk sebuah lingkaran sembari menunggu pesanan gofood datang. Pertemuan yang tidak terencana itu, sepertinya semesta yang sengaja memanggil karena bosan melihat anak-anak manusia jalan sendiri.

"Kelar tahun ini nggak, Bar?" tanya Sekala pada Bara.

"Amin, semoga," jawab Bara. Menjadi Mahasiswa adalah anugrah bagi yang berhasil merasakannya, Namun, jadi sarjana adalah bentuk syukur yang harus disegerakan.

"Lo kapan, Las?" tanya Bobby pada Alaska.

"Besok, kalau nggak ujan," jawab Alaska, enteng.

"Serius, Las. Sekarang bukan lagi waktunya buat main-main, santai boleh, tapi orang tua juga mau liat anaknya jadi orang," saran Sekala.

Razi bersuara, "Meskipun tidak seberapa, dunia selalu butuh pembuktian."

Mereka benar, setelah punya masa SMA, kerasnya hidup adalah urusan masing-masing, kita pemegang sepenuhnya. Dunia tidak mau jalan ditempat terus-menerus. Tumbuh dan berkembang, pertarungan semakin akan menantang kita untuk jadi lebih serius. Jangan kalah sama era, hanya karena terlalu nyaman dengan kesenangan sementara.

DIA BARAWhere stories live. Discover now