BAB 65 : Kesepakatan

156 31 0
                                    

“Yang Mulia, hamba sudah berusaha mencari jejak dari Yang Mulia Putri, tetapi hamba benar-benar tidak bisa menemukannya.”

Seorang prajurit berlutut di hadapan Yeva, wajahnya tampak lesu karena selama dua minggu terus berpergian ke seluruh wilayah yang ada di Negara Milana untuk menemukan jejak Rhaella.

“Kau yakin mencarinya dengan benar?” tanya Yeva dengan tatapan dingin.

Prajurit itu semakin menundukkan kepalanya. “Hamba bersumpah telah mencarinya dengan teliti, tapi tetap tidak bisa menemukan jejak dari Yang Mulia Putri. Kemungkinan besar, Yang Mulia Putri benar-benar meninggal di dalam kebakaran bersama dengan orang-orang kepercayaannya.”

Yeva, “Apa kau pernah melihat mayatnya?”

“Tabib yang memeriksa mayat-mayat terbakar di Istana Barat telah bilang bahwa postur dari mayat-mayat itu sangat mirip dengan Yang Mulia Putri dan orang-orang kepercayaannya.”

Yeva tertawa, kemudian bangkit dari singgasananya. “Adikku adalah orang yang licik, bisa saja dia menempatkan mayat orang lain di Istana Barat dan membiarkan mayat-mayat itu terbakar.”

“Karena itu, cepat cari keberadaan adikku dengan benar! Jangan menghadapku apabila belum menemukan apa-apa!” seru Yeva dengan marah, sehingga membuat prajurit di hadapannya ketakutan.

“Saya mengerti, Yang Mulia.”

Tidak ingin berlama-lama berada di dekat Yeva, prajurit itu bergegas keluar dari aula, meninggalkan Yeva bersama dengan Erik yang sejak tadi berdiri di sampingnya.

“Kenapa kau seyakin itu dia masih hidup?” tanya Erik dengan heran.

Yeva menoleh, lalu berdecak kesal. “Walau aku membencinya, aku sangat tahu kalau Rhaella bukanlah tipe orang yang akan bunuh diri hanya karena tertekan. Dia pasti sedang merencanakan sesuatu di luar sana.”

Erik, “Dia hanyalah seorang wanita sekarat yang kabur bersama budak tanpa inti spiritual, memangnya dia bisa apa?”

“Erik, apa kau lupa bila adik kita adalah orang yang benar-benar gigih? Dia pasti akan melakukan banyak cara demi mendapatkan hal yang ia inginkan.” Yeva menambahkan, “Karena itu, kita tidak boleh lengah atau dia akan merebut kekuasaan kita.”

Meskipun Erik juga mengetahui itu, tetap saja ia masih tidak percaya kalau Rhaella masih hidup. Karena menurut Erik, bukanlah hal yang mustahil bagi Rhaella untuk bunuh diri akibat tertekan.

“Sudahlah, Yeva. Kau mungkin hanya terlalu banyak berpikir. Kalau seandainya aku bernasib seperti Rhaella, aku juga pasti akan bunuh diri!”

Erik lantas memegang bahu Yeva dan membawa pria itu kembali duduk. “Lagipula, bila memang Rhaella masih hidup, kita masih lebih unggul darinya.”

Yeva akhirnya mengangguk. “Kau benar, tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan hal itu.”

Ketika Yeva tidak lagi memikirkan Rhaella dan hendak melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, ia mendengar suara pintu aula yang terbuka.

Di ambang pintu, terlihat sang permaisuri datang dengan ekspresi wajah yang dipenuhi kemarahan. Selama beberapa hari terakhir, Alana hanya bisa berbaring di tempat tidur karena kehamilannya membuat ia sakit-sakitan, tapi hari ini ia memaksakan diri untuk menemui Yeva setelah baru mendengar kabar tentang kematian Rhaella.

“Kau sudah berjanji kepadaku, Yeva!” teriak Alana, suaranya memenuhi ruang aula dan terdengar memekakan telinga.

“Kau berjanji bahwa Rhaella tidak akan mati selama aku menikahimu dan mengandung anakmu. Tapi mengapa hari ini aku mendengar kabar kematiannya?!” tambah Alana, masih dengan suara tingginya.

My Fallen KingWhere stories live. Discover now