BAB 45 : Hukuman

242 30 0
                                    

Para prajurit yang sebelumnya terkena asap tidur mulai bangun kembali berselang setengah jam kemudian. Mereka semua bangun dalam keadaan terkejut karena takut ketahuan tidur saat sedang berjaga. Tapi untungnya pesta belum juga berakhir, sehingga Yeva tidak akan melihat kelalaian mereka.

“Kenapa kita bisa tiba-tiba tidur secara bersamaan?”

“Coba cek sel penjara Yang Mulia Putri! Mungkin dia kabur!”

Ketiga prajurit itu berlari menuju sel penjara Rhaella karena takut Rhaella berencana untuk kabur. Akan tetapi, mereka masih bisa melihat Rhaella yang duduk di tengah sel, manik mata birunya tampak berkilau di antara kegelapan, memandang prajurit di hadapannya satu-persatu.

“Ada apa? Kalian ingin membebaskanku?” tanya Rhaella.

“Mana mungkin! Kami hanya ingin mengecek keadaan Anda.”

Setelah memastikam Rhaella masih ada, ketiga prajurit itu langsung kembali ke posisi mereka masing-masing karena tidak ingin berlama-lama ditatap oleh Rhaella.

Walaupun tiga prajurit itu bukanlah prajurit inti milik Rhaella, setidaknya mereka pernah berada di bawah komando Rhaella, sehingga rasanya sangat sulit untuk menghindari dominasi Rhaella apabila mereka menatap terlalu lama.

Lagipula, siapa yang bisa menyangka bila panglima yang dahulu sering memasukkan tahanan ke penjara bawah tanah, kini malah menjadi orang yang masuk ke penjara.

“Kenapa lama sekali pestanya selesai? Aku ingin cepat pulang,” bisik Rhaella kepada dirinya sendiri.

Rhaella ingin cepat-cepat memberikan hadiah kepada Rullin dan melihat wajah bahagia dari pria itu.

Tapi sebelum melihat kebahagiaan di wajah Rullin, Rhaella harus berhadapan dengan wajah menjijikan milik Yeva.

Berselang dua jam kemudian, Rhaella akhirnya mendengar suara langkah kaki yang baru saja datang. Langkah kaki itu bergerak dengan stabil sebelum akhirnya berhenti tepat di hadapan Rhaella.

“Rhaella, adikku, kamu sepertinya sudah sadar,” kata Yeva yang baru saja datang bersama Erik.

Rhaella dengan sejuta topengnya langsung merubah ekspresi datarnya menjadi raut ketakutan serta penyesalan.

“Yang Mulia, ampuni saya yang sudah dengan kurang ajarnya bertingkah kasar kepada Yang Mulia di pesta,” Rhaella membungkukkan punggungnya sampai keningnya menyentuh lantai, terlihat seolah dia sedang bersujud di hadapan Dewa.

“Bisakah kamu menjelaskan mengapa kamu bertingkah demikian?”

“Saya tidak tahu, Yang Mulia. Rasanya saya tiba-tiba saja merasa sangat marah dan kemudian melakukan hal-hal kasar yang tidak mungkin saya lakukan dalam keadaan kasar.”

Yeva kemudian bertingkah seakan dia tidak tahu apa-apa. “Aneh sekali, mana mungkin kamu bisa tiba-tiba begitu. Rhaella, aku pikir tadi kamu memang ingin melampiaskan amarahmu kepadaku.”

Ya, sesungguhnya Rhaella memang hanya mau mengamuk. Tapi jelas dia tidak mungkin membiarkan Yeva tahu tentang itu.

“Tidak mungkin! Bagaimana bisa saya berani membenci Yang Mulia? Di pesta, pasti ada seseorang yang memasukkan obat perusak hati ke dalam minumanku.”

Yeva menundukkan kepalanya, menatap wajah Rhaella lekat-lekat. “Oh, obat macam apa itu?”

“Obat itu mampu meledakkan emosi yang dimiliki seseorang, sehingga orang yang mengkonsumsinya jadi diliputi oleh amarah. Yang Mulia, anggur itu mungkin sebenarnya diberikan untuk Anda, tapi untungnya aku yang mendapatkan minuman buruk itu.”

Yeva merasa pembicaraan antara dirinya dan Rhaella semakin menarik, sehingga dia meminta prajurit untuk membuka pintu penjara dan membiarkan ia mengobrol lebih dekat dengan Rhaella.

My Fallen KingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora