BAB 39 : Undangan

194 34 0
                                    

Tatkala Rhaella sedang menikmati teh di cangkirnya, dia melirik ke arah Rullin yang sejak tadi memotong tangkai-tangkai bunga dan meletakkannya di atas meja.

"Apa yang ingin kamu lakukan Rullin?" tanya Rhaella penasaran. Pasalnya, dia tidak pernah berpikir bila Rullin senang memegang bunga berwarna-warni itu.

Rullin meletakkan bunga terakhir ke atas meja, kemudian membalas, "Saat aku masih tinggal di Alcander, Zinoviya selalu memaksaku untuk membuat mahkota bunga saat kami sedang minum teh di taman. Sepertinya ... kebiasaan itu tanpa sadar masih kulakukan."

Rullin menatap tangkai-tangkai bunga yang ada di atas meja, tidak mengerti mengapa dia tiba-tiba saja melakukan hal yang dahulu tidak akan dia lakukan jika Zinoviya tidak memaksanya.

Padahal sekarang Zinoviya sudah tidak ada, tapi dia malah membuat mahkota bunga dengan sukarela.

"Lupakan, kamu mungkin tidak akan senang memakai ini."

Rullin berpikir bila Rhaella akan menganggap hal yang dia buat sebagai sesuatu yang bodoh, jadi memutuskan untuk membuang tangkai-tangkai bunga itu. Namun, Rhaella tiba-tiba saja menahan lengan Rullin, mencegah Rullin untuk tidak membuang tangkai bunga yang sedang dia pegang.

"Tidak, jangan dibuang. Ajarkan aku cara membuatnya," pinta Rhaella.

Rullin, "Kamu suka barang seperti ini?"

"Kau pikir aku hanya suka senjata dan baju zirah? Aku juga suka bunga, perhiasan, dan barang-barang cantik."

Rullin tertegun, tidak tahu kalau Rhaella masih menyukai barang-barang manis seperti bunga atau perhiasan. Karena semenjak Rullin tinggal di Istana Barat, dia belum pernah melihat Rhaella mengenakan perhiasan di tubuhnya, padahal Dasha pernah bilang kalau Rhaella sering menghabiskan anggaran untuk membeli perhiasan. Jadi Rullin berpikir Rhaella membeli perhiasan bukan untuk dipakai, melainkan digunakan sebagai investasi.

"Tapi kamu tidak pernah memakai perhiasan," kata Rullin.

Rhaella membalas seraya tertawa, "Aku memang menyukainya, tapi karena tidak pernah memakai perhiasan selama bertahun-tahun, aku jadi tidak terbiasa, makanya hanya menggunakan barang-barang seperti di saat-saat penting saja. Lagipula, sebagian perhiasanku juga sudah dijual."

"Dijual? Kamu kekurangan uang?"

"Sayangku, sekarang ini aku pengangguran." Rhaella mengaduk-aduk tehnya sebelum melanjutkan, "Paduka Kaisar memang memberikanku upah bulanan, tapi jumlahnya tidak sebesar gajiku dulu. Kalau aku tidak menjual sebagian hartaku, bagaimana mungkin anak-anakku bisa bertahan hidup di hutan belantara tanpa bekerja."

Tanpa Rhaella menyebutkan siapa anak-anak yang dia maksud, Rullin bisa paham bila wanita itu merujuk kepada para prajuritnya. Meski mereka bisa mencari makanan di hutan, tetap saja mereka membutuhkan uang untuk membeli pakaian dan obat-obatan di kota. Harga obat itu sangat mahal, sehingga Rhaella harus memberikan sebagian hartanya kepada mereka.

Untuk menyamarkan pengeluarannya, Rhaella sengaja sering membeli perhiasan sehingga para pelayan hanya akan melihatnya sebagai wanita yang senang menghambur-hamburkan uang.

"Kadang aku berpikir, seharusnya dulu aku menerima lamaran dari pria bangsawan kaya. Jadi aku punya pemasukan lain saat menjadi pengangguran begini."

Rullin menundukkan kepalanya, sementara tangannya mulai memilin tangkai bunga satu-persatu. "Maaf, aku tidak bisa memberimu uang."

Rhaella mengibaskan tangannya. "Kamu bicara apa? Tentu aku tidak berharap kamu memberikanku uang. Yang Mulia Kaisar, kamu itu sekarang lebih miskin dariku."

Alis Rullin berkedut saat mendengar hinaan dari Rhaella. Rullin sudah tahu kalau dia miskin, tetapi mendengar kata itu keluar dari mulut orang lain benar-benar membuatnya kesal setengah mati. Beruntung orang yang berbicara adalah Rhaella, bila itu orang lain, maka Rullin pasti sudah menendangnya.

My Fallen KingWhere stories live. Discover now