BAB 52 : Rencana Pelarian

187 37 0
                                    

Rhaella mendongakkan kepalanya ke atas langit tatkala dia berdiri di taman bersama Rullin, merasakan kehangatan yang terpancar dari sinar matahari senja. Rhaella merasa, satu minggu tidak melangkah keluar dari ruangan sama saja seperti satu tahun lamanya.

Wanita itu lantas menghirup udara di sekitarnya dalam-dalam, sehingga mampu mencium aroma musim gugur yang menenangkan sekaligus menyegarkan.

“Bagaimana pemandangannya?”

Rullin perlahan menuntun Rhaella untuk berjalan-jalan di sekitar taman Istana Barat. “Indah, daun-daun di ranting mulai memerah dan beberapa daun sudah mulai berguguran.”

“Seandainya bisa kulihat langsung,” sesal Rhaella.

Rullin mengambil sebuah daun kering yang jatuh, kemudian meletakkannya di atas telapak tangan Rhaella. “Kamu bisa menyentuh daunnya.”

Rhaella meraba-raba daun di tangannya, merakan tektur daun yang sudah kering dan mudah robek saat Rhaella meremasnya.

“Tidak buruk, aku jadi bisa mengingat musim gugur di tahun-tahun lalu,” balas Rhaella.

Rullin tersenyum saat melihat Rhaella turut menyunggingkan senyum bahagia, karena senyuman wanita itu selalu saja mampu menghangatkan hati Rullin.

Mereka terus berjalan-jalan di bawah pepohonan rindang, Rullin sengaja menuntun Rhaella dengan perlahan karena ingin wanita itu dapat merasakan sensasi musim gugur di sekitarnya.

Tatkala Rhaella mulai mengeluh kalau kakinya lelah, Rullin akhirnya membawa Rhaella untuk duduk di bawah salah satu pohon.

“Apa ada orang lain di sekitar kita?” tanya Rhaella.

Sontak Rullin menoleh ke kanan dan kiri, berusaha memperhatikan lingkungan untuk melihat apakah ada orang atau tidak.

“Tidak ada, aku sudah meminta Dasha untuk mengosongkan taman, supaya aku dan kamu bisa berjalan-jalan—”

Sebelum Rullin menyelesaikan kalimatnya, ia dikejutkan oleh Rhaella yang tiba-tiba saja melemparkan diri ke pelukan Rullin sampai keduanya sama-sama terjatuh ke tanah yang dipenuhi oleh daun kering.

“Akhirnya aku bisa melompat ke tumpukan daun kering lagi,” kata Rhaella seraya memeluk tubuh Rullin.

Setelah terjatuh ke tanah, Rhaella berakhir berbaring di atas tubuh Rullin, sehingga pria itu tidak bisa bangkit selama Rhaella belum juga bangkit.

Akan tetapi, Rullin memang tidak berniat untuk mendorong Rhaella. Alih-alih mengusir Rhaella, Rullin malah melingkarkan salah satu tangannya di pinggang Rhaella, sementara tangan lain mengelus helaian rambut Rhaella yang lembut.

“Kamu senang?” bisik Rullin sembari mengendus aroma harum dari rambut Rhaella.

“Asalkan mempunyai kesempatan untuk menikmati musim gugur bersamamu tahun ini, aku sudah senang.”

Ketika berada di penghujung hidup, tidak begitu banyak hal yang bisa Rhaella harapkan, sehingga momen singkat saja sudah bisa membuatnya bahagia.

Dalam beberapa menit, keduanya sama-sama diam, menikmati semilir angin musim gugur yang menggoyangkan ranting pohon. Bahkan mereka sempat memejamkan mata bersama, sebelum akhirnya Rullin memecahkan keheningan di antara mereka.

“Sudah waktunya, Rhaella.” Rullin lekas membuka kedua matanya, menatap hamparan langit biru yang dipenuhi oleh awan. “Kita harus segera pergi ke Negara Hali untuk menyembuhkan kutukanmu.”

“Ya, jika terus mengulur waktu, mungkin aku bisa saja mati sebelum bisa menginjakkan kaki di Negara Hali,” balas Rhaella.

Rullin terdiam sejenak, kemudian baru berbicara saat dia memikirkan sesuatu. “Maka, mulai hari ini kita harus merencanakan pelarian kita.”

“Kamu salah, Rullin.” Rhaella akhirnya bangkit dari tubuh Rullin, lalu menyandarkan punggungnya ke batang pohon. “Kita tidak akan melakukan pelarian, karena Yeva pasti akan mengejar meski aku bersembunyi di sudut neraka sekalipun.”

“Maksudmu kita tidak akan pergi?” tanya Rullin dengan bingung.

Rhaella tertawa pelan. “Kita tetap akan pergi, Sayang. Namun, bukan sebagai buronan, melainkan sebagai orang yang sudah mati.”

Sebelum Rullin membalas, Rhaella melanjutkan, “Kita harus membuat skenario seolah-olah kita sudah mati di Milana, sehingga Yeva tidak perlu mencari-cari keberadaan kita lagi.”

Rullin berusaha mencerna perkataan Rhaella sebentar, kemudian mampu mendapatkan kesimpulan yang dimaksud oleh wanita itu. “Apa kamu ingin memainkan skenario sebagai wanita gila yang membunuh dirinya sendiri bersama tiga selir kesayangannya di Istana Barat?”

Sontak Rhaella tersenyum lebar, kemudian tertawa keras usai mendengar penuturan Rullin. “Kamu memang hebat sampai bisa menebak jalan pikiranku! Tapi, aku tidak akan hanya membawa selir-selirku untuk mati, tetapi juga pelayan setia serta tabibku.”

Rhaella tidak ingin meninggalkan orang-orang yang sudah banyak berjasa dalam hidupnya. Sehingga dia juga akan membawa Dasha, Nikolai, serta Sonya bersamanya.

“Bagaimana kamu ingin menciptakan skenario itu? Apa kamu mau kita pura-pura mati di hadapan Yeva.”

“Tentu saja tidak. Terlalu beresiko apabila pura-pura mati di hadapan Yeva. Lebih baik kita membuat ilusi seakan-akan kita semua sudah terbakar sampai hanya menyisakkan tubuh yang sudah tinggal tulang.”

Rullin, “Ah, kalau sudah terbakar, maka Yeva tidak akan mampu mengidentifikasi jasadnya.”

Rhaella mengangguk. “Benar, dengan begitu, kita mampu melarikan diri dengan tenang.”

“Bisakah kamu memanggil Nino dan Horus ke ruanganku? Aku juga mau mendiskusikan ini dengan mereka.”

Rullin, “Baiklah, aku akan mengantarmu ke kamar, lalu akan memanggil mereka berdua.”

• • •

Berselang beberapa saat kemudian, Horus dan Nino sudah berada di dalam ruangan Rhaella. Mereka setidaknya sudah mengetahui sedikit tentang rencana Rhaella, karena sempat berbincang-bincang dengan Rullin sebelum datang ke ruangan Rhaella.

“Yang Mulia, jadi Anda ingin membakar tempat ini?” tanya Nino memastikan.

“Ya, aku mau membakar seluruh Istana Barat sampai tidak bersisa, sehingga Yeva akan mengira aku terlalu depresi sampai-sampai ingin semua orang yang tinggal bersamaku untuk ikut pergi ke akhirat.”

Nino, “Jika Anda memang ingin begitu, maka aku bisa menyiapkan mayat palsu yang memiliki perawakan tubuh yang mirip dengan kita.”

“Kalau begitu, aku akan mengandalkanmu, Nino. Usahakan kamu bisa mendapatkan mayat-mayat itu saat lusa.”

“Lalu, bagaimana dengan para pelayan dan prajurit yang ada di istana? Apa Anda juga ingin membakar mereka?” tanya Nino. Lagipula mereka semua hanyalah mata-mata dari Yeva, sehingga tidak ada salahnya apabila membakar mereka juga.

My Fallen KingUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum