BAB 43 : Amukan Yang Tertahan

209 32 0
                                    

Rhaella memejamkan matanya sejenak, mengecap rasa dari anggur yang baru saja dia tenggak. Anggur itu terasa pahit sekaligus panas, membakar kerongkongan Rhaella sampai membuat wanita itu batuk beberapa kali.

“Rhaella, apa kamu tidak apa-apa?”

Suara Yeva yang terdengar khawatir membuat Rhaella membuka mata. Meski Yeva menunjukkan raut wajah khawatir, kedua manik Yeva memancarkan kesenangan saat melihat Rhaella menenggak anggur tersebut.

Semakin lama Rhaella melihat Yeva, semakin banyak kebencian dan kemarahan yang berkumpul di dalam hatinya, terus menumpuk hingga menjadi bukit, dan bisa meledak seperti bom apabila dipicu.

Ah, Rhaella akhirnya sadar bahwa anggur yang sudah dia minum tidak dicampur oleh racun, melainkan obat perusak hati.

Obat itu akan memutus pengendalian diri seseorang selama beberapa waktu, sehingga seluruh emosi yang tertanam di dalam hatinya akan meledak-ledak.

Dalam keadaan krusial seperti itu, Yeva malah memprovokasi Rhaella dengan berbisik, “Rhaella, bagaimana rasanya menjadi seseorang yang lebih rendah dariku? Apa kamu marah dan kesal? Kamu harus menahannya, adikku. Anggaplah kamu sedang dihukum karena sudah berani melampauiku dan Erik di masa lalu.”

Rhaella sontak memicingkan matanya, lalu menatap Yeva dengan tajam. Kebencian dan amarah di dalam hati Rhaella semakin tidak terkendali, mulai meledak-ledak sampai Rhaella tidak sanggup untuk menahannya lagi.

Tujuan Yeva bukanlah untuk membunuh Rhaella dalam waktu dekat, karena Yeva ingin mempermalukan serta melemparkan banyak penderitaan kepada Rhaella.

“Rhaella, sebagai adik perempuan, seharusnya kamu diam saja dan membiarkan saudaramu yang memegang kendali sejak awal,” tambah Yeva.

Rhaella mengepalkan tangannya, tubuhnya bahkan sampai gemetar karena tak sanggup menenangkan diri lagi.

Erik turut mendekatkan bibirnya ke telinga Rhaella, lalu berbisik, “Kamu itu sama kotornya dengan asap pembakaran, sama-sama mencemari udara yang aku dan Yeva hirup.”

Buk!

Tanpa menahan diri lagi, Rhaella menghantamkan kepalan tangannya ke pelipis Erik, membuat pria itu terhuyung ke samping dan hampir jatuh apabila dia tidak berpegangan ke meja.

Kedua manik biru Rhaella memancarkan amarah yang sangat kental, persis seperti amukan ombak laut saat badai datang.

“Berani-beraninya kalian menyebutku kotor ketika kalian sendiri lebih kotor daripada aku.” Rhaella melangkahkan kakinya ke hadapan Yeva, lalu mencengkram kerah pria itu. “Kamu bisa mendapatkan gelar kaisar hanya karena ayah kita sudah meninggal dan aku jatuh sakit. Yeva Rhoxolany, apabila tidak ada kemalangan yang menimpa aku dan ayah, kamu pasti akan dianggap sebagai anjing rendahan oleh masyarakat.”

Keributan yang ditimbulkan oleh Rhaella membuat seluruh bangsawan yang ada di aula mengarahkan pandangan mereka ke arah Rhaella dan Yeva. Raut wajah terkejut sekaligus bingung tercetak jelas di wajah mereka, begitupun dengan Rullin yang tidak mengerti mengapa Rhaella bisa tiba-tiba lepas kendali seperti itu.

Ketika semua mata tertuju kepada Rhaella yang terlihat seperti wanita gila, Yeva mengambil kesempatan untuk menjadi orang suci dengan bersikap khawatir.

“Rhaella, kenapa kamu tiba-tiba bertingkah seperti ini? Apa aku telah berbuat salah kepadamu?” tanya Yeva dengan intonasi lembut, sehingga orang lain akan menganggap Yeva sebagai saudara penyayang yang sedang mengkhawatirkan adik gilanya.

Orang lain mungkin merasa tersentuh dengan sikap Yeva, tetapi Rhaella merasa sangat muak sampai dia melempar tubuh Yeva hingga menghantam meja perjamuan.

“Yeva Rhoxolany! Hentikan sandiwara busukmu itu! Kau itu hanyalah sampah yang mengotori hidupku!”

Rhaella mengambil piring-piring hidangan yang tersusun di meja, kemudian melemparkan piring demi piring ke arah Yeva. Tindakan Rhaella membuat wajah dan pakaian Yeva dikotori oleh noda makanan.

Yeva menutupi wajah menggunakan lengannya, kemudian terus berusaha membujuk Rhaella yang bertingkah seperti bocah tantrum. “Hentikan, Rhaella. Aku tidak mengerti alasanmu bersikap seperti ini kepadaku. Tolong, berhenti sehingga kita bisa membicarakan masalahmu baik-baik.”

“Perduli setan! Tidak ada lagi masalah yang bisa kita selesaikan baik-baik! Aku sudah muak denganmu!”

Sikap brutal Rhaella membawa teror ke seluruh bangsawan yang ada di aula. Mereka saling berteriak karena melihat kaisar mereka tengah dianiaya oleh seorang wanita kasar yang gila kekuasaan.

“Rhaella! Apa kamu hilang akal?! Bisa-bisanya kamu memperlakukan Yang Mulia Kaisar seperti ini!” Erik menahan tangan Rhaella supaya wanita itu bisa berhenti menghantam kepala Yeva.

“Erik, kau juga tidak ada bedanya dengan Yeva! Kalian berdua sama-sama bajingan gila yang seharusnya mati!”

Rhaella berniat untuk melayangkan pukulannya ke wajah Erik lagi, tetapi dia langsung berhenti tatkala belasan tombak disilangkan ke leher Rhaella, membuat wanita itu tidak mampu berkutik saat para prajurit memaksa Rhaella untuk berlutut di hadapan Yeva.

Rhaella menggeram, lalu mulai melontarkan kata-kata kasar. “Bajingan! Gara-gara kamu aku kehilangan kekuasaanku! Gara-gara kamu juga prajurit-prajuritku terbunuh! Yeva, aku ingin kamu membayar semua perbuatanmu kepadaku!”

Yeva mengelap wajahnya menggunakan sapu tangan, tatapan mata yang dia tunjukkan terlihat iba dan dipenuhi oleh belas kasih. “Rhaella, aku tidak tahu kamu punya pikiran buruk seperti itu kepadaku selama ini.”

Penuturan Rhaella sontak mendapatkan tanggapan buruk dari bangsawan-bangsawan yang ada di pesta. Gunjingan demi gunjingan mulai menghantam nama Rhaella, membuat nama wanita itu terkesan sangat buruk dan hina untuk disebut.

“Aku tidak tahu bila dia sangat gila kekuasaan.”

“Bukankah sejak awal menjabat juga sudah terlihat? Dia itu sangat sombong dan tidak tahu malu!”

“Wanita memang seharusnya tidak diberikkan tanggung jawab lebih.”

“Jika ada lebih banyak wanita seperti dia, mungkin negara kita akan menghadapi kehancuran.”

Semua kata-kata itu merasuki telinga Rhaella, menjadi pemantik untuk membakar amarahnya lebih besar lagi. Namun, sekarang dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa karena lehernya ditahan oleh belasan tombak dan beberapa prajurit mengarahkan anak panah ke kepalanya, bersiap untuk menembak apabila Rhaella berontak lebih lanjut.

Yeva, “Para hadirin, tolong jangan membuat keributan. Adikku sepertinya merasa tertekan karena akhir-akhir ini kesehatannya memburuk, jadi dia melimpahkan kekesalannya kepadaku.”

Seandainya saja Yeva tidak menjadi kaisar di kehidupan ini, mungkin dia bisa mendaftarkan diri sebagai aktor teater. Sandiwaranya sebagai saudara yang pengasih benar-benar terlihat nyata sampai-sampai orang lain mulai menaruh simpati kepada Yeva.

“Prajurit, tolong bawa adikku ke ruang tidur untuk istirahat. Mungkin saja pikirannya akan lebih jernih setelah dia mengistirahatkan diri.”

Tombak-tombak di leher Rhaella lantas ditarik sehingga wanita itu bisa bernapas lega. Tiga orang prajurit kemudian menarik lengan Rhaella dan membawa wanita itu pergi dari aula.

Tatkala Rhaella melewati Rullin, dia sempat mengulas senyuman tipis, pertanda bahwa dia seratus persen sadar dan tidak terpengaruh oleh obat yang diberikkan oleh Yeva.

Kebenaran itu membuat Rullin terkejut dan mulai bertanya-tanya rencana apa yang sesungguhnya sedang dilakukan oleh Rhaella, karena sebelum datang ke pesta, Rhaella tidak memberitahu Rullin apa-apa.

Sayangnya Rullin tidak bisa bertanya, karena Rhaella sudah dibawa pergi, sementara dia dipaksa oleh para prajurit istana untuk segera meninggalkan Istana Milana.

My Fallen KingWhere stories live. Discover now