[44]

391 37 7
                                    

Langit mulai gelap, adzan magrib berkumandang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit mulai gelap, adzan magrib berkumandang. Hal itu cepat-cepat membuat dua orang yang sedari tadi duduk di pinggiran danau mencari masjid untuk melaksanakan sholat magrib.

Seren duduk bersila, dia masih menggunakan mukenanya. Dia memandangi Wafa yang masih bersenandung merdu melantunkan ayat-ayat Al-Quran. Kapan lagi dia bisa mendengarkan suaranya. Suara indah yang lembut itu masuk ke dalam telinganya. Hatinya tersentuh.

Wafa melirik ke arah Seren yang saat ini memandanginya. Gadis itu terlihat menikmati lantunannya.

Cowok itu melambaikan tangannya ke wajah gadis itu. Gadis yang masih memakai mukena putih itu menerjapkan matanya. Ia terkejut tersadar yang membuat Wafa tertawa.

"Ayo pulang!" tawar Wafa yang menutup kembali Al-Qur'an yang dia pegang.

Gadis di depannya mengangguk setuju. Sebenarnya dia tidak ingin pulang. Dia masih ingin bersama laki-laki itu. Dia ingin sekali menikmati malam-malam terakhirnya dengan panjang. Namun, melihat wajah Wafa yang sepertinya sudah kelelahan, membuat ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke pasar malam.

Dia tidak ingin membuat Wafa sakit, karena besok dia harus pergi ke bandara dan melakukan perjalanan jauh. Kalo boleh jujur, dia masih tidak merelakan kepergian cowok itu.

Gadis itu duduk di tangga masjid menunggu Wafa memakai sepatu di sampingnya.

"Apa boleh aku meminta sesuatu sebelum kamu berangkat ke Singapura?" tanya Seren sambil memperhatikan anak kecil yang baru saja keluar dari masjid sedang berlarian ke luar.

"Apa itu?" tanya Wafa tanpa memperhatikan lawan bicaranya. Dia masih fokus memakai sepatu.

"Jangan hilang kabar dariku," balas Seren sambil menunduk memainkan kukunya.

Wafa tersenyum tipis mendengarnya. Laki-laki itu menoleh ke arah gadis di sampingnya dengan tatapan tulus.

"Kamu takut saya akan hilang kabar?"

Cara laki-laki itu menatapnya membuat jantung Seren berdegup cepat. Dia gugup.

"Iya." Seren masih tidak berani membalas tatapannya. Dia masih menunduk memainkan kuku.

"Kita akan sering bertemu." Seren menoleh. Kali ini dia berani menatap Wafa dengan tatapan bertanya-tanya. Bagiamana bisa bertemu? Mereka sudah berbeda negara. Bahkan sinyal disana juga tidak akan sama dengan sinyal Indonesia jadi untuk berhubungan lewat media sosial juga akan sulit, apalagi bertemu.

"Bertemu? Kita jauh Wafa," balas Seren.

"Bertemu dalam tautan doa. Kalo kamu rindu, kamu berdoa saja." Seren terdiam mendengarnya.

🍥🍥🍥

"Lo ngapain sih dari tadi nangis mulu perasaan? Gue cariin ember juga lo," umpat Sendy yang sedari tadi muak dengan tangisan temannya itu.

Alwafa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang