[20]

413 41 0
                                    

Suara deringan nada telepon berbunyi yang membuat nya harus menghentikkan aktivitasnya yang sedang tertidur di lengan ayahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara deringan nada telepon berbunyi yang membuat nya harus menghentikkan aktivitasnya yang sedang tertidur di lengan ayahnya.
Ayahnya sedang demam tinggi, dia sangat takut untuk meninggalkannya. Dia takut ayahnya kenapa-kenapa. Bahkan dirinya rela mengamati perkembangan nafasnya ketika ia sedang tertidur.

Seren terbangun dari tidur nya dan segera mengangkat telepon dari Alby. Cowok itu benar-benar menganggu. Dia bedercak sebal.

"Ser, untuk ulang tahun sekolahan lo ikut dateng kan?" tanya Alby dengan to the point.

"Enggak By, gue masih ada masalah, Lo duluan aja," balas Seren.

"Ada masalah atau lo yang buat masalah?"

Seren tersenyum tipis, dia tau cowok itu sedang khawatir cuman dilapisi gengsi aja. Sebenarnya Alby itu adalah satu satunya teman terbaiknya. Memang di sekolah mereka adalah musuh yang tak pernah akur saat bertemu. Tapi percayalah jika terjadi sesuatu dengan Seren, Alby adalah orang yang akan datang pertama dan menolongnya.

"Gue serius! Gue gak bisa ninggalin Papi gue."

"Yaudah-yaudah, nanti gue ke rumah lo bawain makanan," balasnya yang membuat Seren tersenyum untuk kedua kalinya.

Setelah sambungan terputus dia menaruh handphone nya dan kembali menatap ayahnya yang kali ini sudah membuka matanya karena mungkin dia terganggu dengan pembicaraannya.

"Papi mau Seren beliin bubur?" tawar  Seren. Ayahnya sejak pagi hanya terbaring lemah di tempat tidur, sampai tak sempat makan. Dan hari sudah menjelang malam.

"Emangnya kamu punya uang?" tanya ayahnya. Dia tau jika uang jajan yang diberikan Amira tidak sebanding dengan uang yang ia berikan ketika memberikannya ke Seren.

"Punya dong, Seren masih punya simpenan kok. Tapi Papi janji harus sembuh ya?"

Ayahnya tersenyum saat Seren mengatakan itu. Dia mengangkat tangannya dan mengelus rambut putrinya dengan tulus.

"Janji! Kamu juga janji harus terus bahagia," balasnya yang membuat Seren tersenyum. Dia sangat lega karena ayahnya sudah membuka mata.

"Pasti Pi."

"Seren pergi ya!"

Seren berlari keluar dari ruangan itu. Dia mengambil jaket hitam yang tersampir di kamarnya dan kunci motornya. Tapi sebelum ia menaiki motornya dia menggeledah kantongnya yang hanya ada satu lembar uang lima ribu.

"Duit gue cuman lima ribu, sedangkan harga bubur harganya sepuluh ribu."

Seren menaiki motor besarnya dan mulai menghidupkan mesin motornya. Dia berencana akan menjual handphone lamanya. Handphone yang dikembalikan Sendy waktu itu. Mau bagaimana lagi? Ayahnya lebih berharga daripada handphone itu.

Dia menghentikkan motornya tepat di depan toko jual beli elektronik. "Bang, jual HP ini kira-kira laku berapa ya?"

Penjual itu membolak-balikkan handphone bermerk Iphone itu dengan sesekali melirik Seren. Bagaimana orang bisa menjual HP semahal ini di tokonya. Dia jadi takut kalo HP ini barang curian.

Alwafa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang