[15]

419 41 0
                                    

Seren menatap Wafa dengan tatapan tidak percaya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Seren menatap Wafa dengan tatapan tidak percaya. Apakah ini benar-benar Wafa yang ia kenal? Apa jangan-jangan ini Jin yang sedang menyamar?

"Wafa, lo gak lagi kesurupan kan?" tanya Seren yang bingung dengan sikap aneh dari Wafa.

"Emang kalo ngasih bunga harus kesurupan dulu?" tanya Wafa dengan datar.

Seren tertawa kecil mendengarnya. Dia merasa sedikit terhibur dengan kehadiran Wafa di sampingnya.
Apalagi cowok itu membawa bunga dengan pot nya sekalian. Ia tidak tau apa maksud cowok itu membawakannya bunga. Tapi dia tidak peduli. Emang ini kan yang dia inginkan?

"Lo beli dimana bunganya? Cantik banget," tanya Seren sambil menciumi aroma wangi dari mawar merah itu.

"Ambil di depan rumah sakit."

Seren ternganga lebar setelah mendengar jawaban dari Wafa. Dirinya tidak menyangka ternyata Wafa juga bisa melakukan tindakan bodoh seperti itu.

"Kalo suka, nanti saya ambilin lagi," jawabnya dengan kaku sambil mengalihkan pandangnya ke arah lain.

"Gak, gak usah Wafa. Ini udah cukup buat gue bahagia kok, Makasih." Seren tersenyum senang sambil terus menciumi bunga itu.

"Ya."

"Wafa, lo gak mau pulang? Ini udah sore loh. Kalo Umma nyariin gimana?" tanya Seren sambil memperhatikan jam yang terpasang di dinding ruangan itu.

"Ngusir?"

"Enggak gitu maksudnya, cuman gue takut Umma bakalan marah kalo lo lama-lama disini. Apalagi berduaan sama gue."

Dia sudah kenal betul dengan sikap Umma. Wanita itu tidak akan membiarkan anaknya berduaan lama-lama dengan seorang wanita yang bukan mahramnya apalagi di dalam satu ruangan seperti ini.

"Justru Umma yang nyuruh saya kesini. Lagian kan kita gak cuman berdua." Wafa melirik ayah Seren yang masih terbaring di atas ranjang yang membuat Seren mengikuti arah pandang pria itu.

Seren menghentikan senyumnya saat matanya terpaku melihat kondisi ayahnya yang belum juga sadar.

"Kalo kamu mau mandi, mandi aja! Saya yang akan jagain ayahmu." Seren mengalihkan pandangannya ke arah cowok yang berdiri di sampingnya dengan tatapan tak percaya. Ini beneran Wafa?

"Be-benaran gak apa-apa?" tanya Seren.

"Saya pikir gak ada gunanya juga saya bercanda." Seren tersenyum kembali mendengarnya.

"Yaudah gue mandi dulu ya! Lo disini aja, makasih untuk kedua kalinya."

"Keempat kalinya, karena saya udah bantuin kamu sebelum di rumah sakit."

"Lo baik, cocok jadi jodoh gue."

Seren tertawa kecil saat mengatakan itu. Gadis itu menaruh pot bunga mawar itu ke bawah dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Wafa menatap Seren yang keluar dari ruangan tersebut.

🍥🍥🍥

Seren memeluk ayahnya dengan erat. Seakan tak boleh ada yang menyentuh ayahnya selain dirinya. Gadis itu menangis dalam pelukan ayahnya.

"Maafin papi ya sayang! Papi memang tidak pantas menjadi ayah yang baik buat kamu," ucapnya sambil mengelus puncak kepala anak semata wayangnya itu dengan lembut.

"Papi jangan ngomong gitu... Papi itu adalah ayah terbaik buat Seren."

"Seren bisa jadi kuat kayak gini karena Papi, Papi selalu ingetin Seren kalo Seren harus jadi diri sendiri. Seren gak boleh ngikutin kemauan orang lain. Dan sekarang Seren udah ngelakuin semuanya. Orang-orang jadi gak bisa semena-mena sama Seren."

Seren ingat betul dengan perkataan ayahnya dulu. Saat dirinya dibully, selalu nurut saat diperintah oleh temannya. Sampai saatnya dia mulai melakukan apa yang di perintahkan oleh ayahnya.

Wafa terdiam mendengarkan percakapan ayah dan anak itu. Dia memandang Seren yang terlihat sangat tulus memeluk ayahnya dan menangis di pelukannya.

"Papi gak usah khawatir ya! Seren bakalan bikin Papi sembuh gimana pun caranya. Seren bakalan anterin terapi ke luar negeri kalo perlu biar papi sembuh."

"Seren gak apa-apa gak sekolah papi hiks, asal papi sembuh hiks hiks."

Seren melepaskan pelukannya dan mengelap air mata yang tumpah di pipinya. Gadis itu tersenyum menatap ayahnya yang saat ini sudah banjir air mata.

"Seren yakin Papi bisa sembuh, Papi jangan putus asa ya!" Ayahnya mengangguk.

"Seren, dimana Tante Amira?" tanyanya sambil memperhatikan sekitarnya, dia tidak melihat adanya sosok calon istrinya berada di sampingnya.

"Di tempat sampah,"

"Serius dong."

"Ya Seren serius, dia itu gak tulus sama Papi. Lihat papi kayak gini aja bukannya nyemangatin di sampingnya malah pergi kan?"

Ceklek!

Seren dan ayahnya menoleh ke arah pintu yang memunculkan seseorang. Seorang Wanita dengan pakaian minim tersenyum ke arah mereka dengan membawa bubur yang dibungkus di tangannya.

"Mas, aku bawain bubur. Gimana kondisinya? Udah enakan?"

"Alhamdulillah, terima kasih ya sudah datang."

"Mau ngapain lo kesini? Mau caper sama bokap gue?"

"Seren!"

"Pi, Seren gak suka sama dia. Dia berani bilang kalo Papi itu tua, ya memang Papi udah tua sih. Tapi kan seharusnya dia sopan dikit, masa ngatain calon suaminya kayak gitu. Seren gak suka."

Ayahnya tersenyum menatap Seren. "Papi kan emang udah tua."

Seren mendekat ke arah ayahnya dan memegang tangannya dengan lembut. Gadis itu ingin berbicara sesuatu.

"Papi bisa gak nikah lagi? Seren gak suka," ucapnya dengan serius. Kali ini gadis itu menundukkan kepalanya sambil meneteskan air matanya.

Pelan-pelan ayahnya mengusap lembut rambut gadis itu dan mengelap air mata gadis kecilnya itu.

"Kalo Papi gak nikah lagi, kamu nanti gimana? Sekolahmu gimana? Kamu gak mungkin terus terusan menjaga Papi yang gak bisa berjalan."

"Itu kan alasan sekarang, kalo alasan dulu? Bukankah Papi masih bisa jalan? Alasannya apa? Apa karena Tante Amira itu cantik?"

"Karena Papi mencintai Tante Amira, jadi, tolong penuhin permintaan Papi, sayangi Tante Amira seperti kamu menyayangi mama kamu."

Seren melepaskan pelukannya dengan secara tiba-tiba saat ayahnya menjawab itu. Sungguh, dia sakit hati saat ia mengatakan itu. Seakan-akan ia ingin menggantikan mama nya dengan mama baru. Bagaimana pun juga dia tidak akan pernah bisa sayang dengan Tante Amira.

Seren membalikkan badannya dan berlari pergi meninggalkan ruangan itu secara tiba-tiba.

"Seren!"

Wafa berlari mengejar gadis itu dari belakang. Cowok itu menggapai tangan gadis itu hingga membuat Seren berhenti melangkah.

Seren menjadi bingung sendiri. Bukankah Wafa takut jika bersentuhan dengan yang bukan mahramnya? Kenapa sekarang dia berani?

Gadis itu menunduk menatap tangan Wafa yang memegang lengannya. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke cowok itu. Wafa langsung melepaskan tangannya dengan cepat setelah menyadari bahwa ia bersentuhan dengan gadis itu.

"Astagfirullahalazim maaf."

Wafa bingung harus berbuat apa lagi untuk menenangkan gadis itu.

"Seren, jalan-jalan yuk!"

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak supaya tidak nyasar! Terimakasih untuk dukungannya.

Alwafa [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant