"Yasudah, sana." Athaya pun segera keluar dari kelas.

"Jadi? Siapa yang bisa menentukan hasilnya?" Tanya Bu Dewi lagi setelah kepergian Athaya.

"Iya, silahkan Ghafi."

   Senyum Bu Dewi kembali merekah tatkala Ghafi mengangkat tangan, ia yakin muridnya yang satu itu pasti akan menjawab dengan benar, karena Ghafi merupakan salah satu siswa unggulan di SMA Gerpati yang tak perlu diragukan lagi.

"Saya izin ke toilet Bu."

  Untuk kedua kalinya Bu Dewi diberi harapan yang membuatnya ingin menyeburkan kedua siswanya itu ke got.

"Yasudah, sana keluar!" Ketusnya, sudah kepalang kesal.

"Mars, kamu saja yang kerjakan!"

"Lah." Mars pun naik ke depan dengan wajah di tekuk.

  Sedangkan di dalam toilet, seorang gadis sedang menatap dirinya di pantulan cermin, memikirkan pernikahannya dengan Arshan yang akan dilaksanakan minggu depan.

  Jujur, dirinya belum siap jika harus menjadi seorang istri diusia muda, apalagi harus mengurus suami dan juga sekolahnya, ditambah lagi dirinya harus menikah dengan cowok yang tidak ia cintai.

  Apa bisa ia mencintai Arshan setelah menikah? Sedangkan di hati kecilnya masih mengharapkan dia.

"Harusnya waktu itu gue nanya nama Lo siapa, biar gue bisa cari Lo," katanya, sembari menatap gelang berbandul A yang ia keluarkan dari saku bajunya.

"Lo alasan kenapa gue nggak bisa buka hati buat cowok lain, bahkan untuk Ghafi sekalipun."

"Padahal pertemuan kita waktu itu singkat banget, umur kita juga masih terbilang anak-anak, tapi perasaan gue sulit buat gue hilangin cuma karena pertemuan yang nggak disengaja itu, bahkan sampai sekarang gue berharap bisa ketemu sama Lo lagi."

  Athaya tersenyum miris mengingat anak cowok yang dulu menolongnya. Masih terekam jelas saat anak laki-laki itu menangis, dan mengaduh kesakitan saat ia tak sengaja menyentuh salah satu lebam di tubuhnya.

  Dan entah kenapa, Athaya merasa jika dia mirip seperti Arshan. Atau memang... tidak! Athaya menggeleng dan segera memasukkan gelang tadi ketempatnya, dan bergegas keluar dari toilet.

  Tepat saat dirinya membuka pintu toilet, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kehadiran Arshan yang menyembulkan kepalanya.

"Astagfirullah, monyet," refleknya, membuat Arshan mendengus.

"Mana ada monyet seganteng gue."

"Dih, sejak kapan Lo narsis gitu."

"Emang gue ganteng kok."

"Iyyain."

"Lo ngapain di toilet, kok lama banget?" Arshan memicing curiga.

  Athaya yang melihat Arshan seperti itu memutar bola matanya malas, ingin melangkah pergi, namun Arshan menahannya.

"Jawab dulu."

"Males ah, lagian suka-suka gue lah mau lama atau enggak."

"Oh." Arshan pun hanya merespon singkat, yang malah membuat Athaya semakin kesal.

"Dih, lagian tuh ya, harusnya gue yang nanya, Lo ngapain di toilet cewek, hah!"

"Atau jangan-jangan Lo mau ngintip?!" Tudingnya, menatap Arshan penuh curiga.

"Gak minat sama sekali, tapi...." Arshan sengaja menggantung ucapannya, sedikit memajukan wajahnya ke arah gadis itu.

"Tapi apa?" Tanya Athaya, kepo.

Arshan Gentala [End]Where stories live. Discover now