"Kamu istirahat aja ya, bobo lagi, kamu masih belum pulih." Elvisyah menuntun putranya untuk berbaring kembali tanpa ada penolakan dari sang empu.

Yudha dan Elvisyah tersenyum, tak henti-hentinya bersyukur pada Tuhan karena membuat putranya sadar kembali.

Keduanya tersenyum tipis saat tak sengaja melihat putra mereka melirik sekilas ke arah Athaya. Gadis itu, gadis yang selalu menjaga Ghafi dari dulu.

"Mami sama papi keluar dulu ya, kamu di sini sama Athaya." Ghafi hanya mengangguk dengan kebingungannya.

"Athaya."

"Iyya, mi." Ia yang tadi melamun di pojok ruangan langsung tersadar.

"Kamu ngapain jauh-jauh sih, sini."

Athaya pun mendekat. "Mami titip Ghafi ya, sekalian suapin dia. Itu bubur yang tadi perawat kasih." Ia mengangguk, tersenyum.

Kebetulan sekali dirinya butuh waktu berdua untuk menanyakan semua hal ganjal pada sahabatnya itu.

Setelah kepergian mereka, Ghafi maupun Athaya saling pandang.

"Lo siapa?" Ghafi lebih dulu bersuara.

"Sahabat Lo."

"Gue nggak punya sahabat perempuan."

"Lo beneran nggak tau gue?"Ghafi menggeleng.

Athaya menghela nafas, mengambil semangkuk bubur di atas nakas.

"Lo makan dulu," katanya.

Lagi-lagi Ghafi hanya menurut, lagipula ia butuh tenaga untuk menjelaskan semuanya.

"L-lo ngapain," Ia mengerjab saat Athaya dengan santainya mengusap sudut bibirnya yang terdapat sisa bubur. Suatu kebiasaan yang selalu gadis itu lakukan setiap menyuapi Ghafi.

"Gue ngapain? Nyuapin Lo lah."

Ia lanjut menyuapi Ghafi dalam keadaan hening diantara mereka. Sedangkan Ghafi terdiam, merasakan detak jantungnya berdegup kencang seperti dulu, saat ia bersama dengan seorang gadis yang dirinya temui di rumah pohon.

"Sekarang Lo jelasin apa yang mau Lo jelasin," ucap Athaya setelah membantu Arshan minum.

"Gue bukan Ghafi."

"Terus?"

"Gue Arshan, lebih tepatnya Arshan Gentala. Malam itu gue jatuh dari gedung, dan gue yakin kalau gue nggak selamat."

Sontak Athaya terkejut, ia langsung membuka ponselnya, mencari berita kematian satu Minggu lalu, tentang cowok remaja dari SMA Trisatya yang meninggal karena jatuh dari atas gedung tua.

"Yang ini bukan?" Ia mengarahkan ponselnya pada Ghafi.

Ghafi terkekeh, ternyata kematiannya sampai masuk berita. "Hmm, itu gue."

"J-jadi, Lo beneran bukan sahabat gue?"

Tubuhnya seketika lemas mendapat gelengan dari Arshan, tanpa diminta air matanya jatuh begitu saja.

Bagaimana mungkin Transmigrasi jiwa yang sering ia baca di novel bisa benar-benar terjadi di dunia nyata, apalagi sekarang terjadi pada sahabatnya sendiri.

Ia semakin terisak mengingat jika di dalam cerita yang sering ia baca pemilik raga tidak akan kembali lagi. Apa Ghafi juga akan seperti itu?

Entah dorongan dari mana, Arshan tiba-tiba menarik Athaya dan memeluknya.

"Jangan nangis," ucapnya, sedikit kaku.

Ia tak pernah sedekat ini dengan perempuan, apalagi sampai berpelukan, kecuali saat kelas 6 SD, ia pernah dipeluk oleh seorang gadis yang tidak dirinya kenal.

Gadis yang sampai saat ini menempati tahta tertinggi di hatinya, dan entah kenapa, pelukan itu terasa sama dengan pelukan Athaya.

•••

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.






Arshan Gentala [End]Where stories live. Discover now