༒ CHAPTER 12: SECRETS ABOUT JEFHUNTER

11.8K 1.3K 1.1K
                                    

500 VOTES & 1K COMMENTS
___________________________________
Bro revisi di sela-sela jam pelajaran sekolah—full day school hiks—jadi apresiasi dengan vote dan komentarnya yang banyak ya. terima kasih pembaca baik <33

Di dalam hutan yang lebat penuh kegelapan, anak perempuan melangkah seribu, lari dari hujan deras yang seolah mengikutinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di dalam hutan yang lebat penuh kegelapan, anak perempuan melangkah seribu, lari dari hujan deras yang seolah mengikutinya. Debar jantungnya meronta-ronta diselingi rasa takut. Tubuhnya basah seperti habis tenggelam di dasar laut yang kelam. Tapi kali ini, jauh lebih suram dari terjun menelusuri gelapnya lautan. Anak perempuan itu melarikan diri dari petir yang berperang hebat di atas angkasa.

"Ayah!" Anak itu berteriak.

Tapi terlambat, bunyi petir di atas cakrawala sudah lebih dulu bernyanyi sebelum ia sempat mencapai rumah sederhananya. Melodi petir yang nyaring memekak telinganya. Anak itu ketakutan, terbukti dengan badannya yang sudah kedinginan jadi semakin gemetaran.

Anak itu membeku. Tidak banyak yang bisa anak kecil itu lakukan selain menutup kedua telinga dengan tangan dan memejamkan mata. Berharap Ayahnya datang menyelamatkan.

Langit seolah sedang murka, bertempur ganas di atas sana, bunyi petir semakin mengerikan. Menutup telinga adalah sia-sia. Sama sekali tidak menghalangi gemuruh yang bersahutan itu untuk menyelinap ke gendang telinga.

"Ayah...."

Dan detik berikutnya anak kecil itu tersadar, sampai kapan pun Ayahnya tidak akan bisa lagi datang menyelamatkannya. Karena sosok yang ia harapkan memeluknya sekarang, telah menjadi bagian dari bintang yang tak terlihat di langit dengan mendung kelam mengusai.



"Ayah...."

Bibir itu berucap gemetaran dengan mata yang terbuka terbelalak, di mana sedari tadi mata indah itu terpejam rapat. Dalam posisi tidur, jantungnya berdebar bertalu-talu dan dadanya naik turun seperti habis mengikuti lari maraton. Keringat dingin ikut mengalir dari pelipisnya. Lengkap sudah kondisi tidak nyaman itu menemaninya kala terbangun.

Irithella baru saja ditarik keluar dari bunga tidur yang mengerikan.

Tapi tidak sedramatis itu untuk bangun sambil berteriak seperti di sinetron-sinetron dengan ribuan episode itu. Hanya saja, mimpi buruk itu membuatnya gemetaran dengan jantung berdetak tidak stabil. Mengatur napas pelan, Irithella lantas memijat keningnya.

"Nightmares?"

"For Goodness' sake!" sentak Irithella. Terkejut tiba-tiba mendengarkan pertanyaan dari suara bergema amat serak ke telinga.

Betapa kagetnya Irithella karena sekarang ia sudah mendapati laki-laki yang mengenakan kaos oblong hitam tanpa lengan—sampai otot bisep kekarnya terlihat sangat jelas—duduk di sofa kamar dengan kedua kaki terbuka lebar.

Tidak lupa dengan seringai licik yang selalu terbentuk di bibir lelaki itu.

"What the heck!" Irithella mendengkus marah. "Lo ngapain di sini?! Lo kenapa bisa masuk ke sini? Pergi!" bentak Irithella nyaris melempar bantal yang ia pegang ke arah Drytor. "Gak sopan masuk kamar orang sembarangan!"

DRYTOR Where stories live. Discover now