༒ CHAPTER 11: THUNDER, CONFESSION, & MILK

11.9K 1.4K 1K
                                    

500 VOTES & 1K COMMENTS
___________________________________
"Tidak akan merugikanmu untuk mengapresiasi karya seseorang jika kamu menyukainya. Pembaca yang baik pasti tahu caranya menghargai seorang penulis."

Hingga terdengar derap langkah kaki besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hingga terdengar derap langkah kaki besar.

Irithella semakin yakin, ini memang bukan firasatnya. Namun memang ada seseorang yang menguntit dan mengawasinya selama beberapa hari terakhir. Perasaan itu tak salah.

Langkah Irithella langsung terhenti. 

Merapatkan rahang dan menggertakan gigi, ia menyentak. "Berhenti ngikutin gue." Irithella mengatakan tanpa menoleh. "Jangan buang-buang waktu buat ngawasin gue. Ada hal lebih baik yang bisa lo kerjakan."

Tidak ada respon. Sungguh sunyi.

Selain nyanyian jangkrik yang terdengar samar-samar ke indra pendengaran.

Perlahan tapi pasti, Irithella membalikkan badan rampingnya. Mengedar pandang ke seluruh penjuru arah.

Sialan. Tidak ada seseorang pun.

"Hell."

Bola mata Irithella masih beredar mengamati sekitar, waspada. Sampai di detik berikutnya, Irithella melebarkan kelopak matanya dan berteriak. Tetapi jeritan kagetnya teredam.

Sebab tangan besar seseorang membekap kuat mulutnya.

Teriakan Irithella teredam karena tangan besar yang menutup mulutnya rapat. Perempuan itu memberontak keras, tetapi sosok misterius itu menahannya kuat. Tidak menyerah semudah itu, Irithella membuang segala kekuatan yang tersisa untuk membebaskan diri.

Akhirnya Irithella bisa mendorong kuat-kuat bedebah yang baru saja menahannya. Irithella melepaskan diri dari penguntit itu, sekilas ia melirik sosok yang berbusana serba hitam.

Irithella melawan orang itu dengan teknik bela diri yang pernah gadis itu pelajari. Ia berhasil—setidaknya mengelak pukulan dari orang yang hendak meninjunya. Bahkan gadis itu berhasil mengirim pukulan telak mengenai wajah yang tertutup setengah masker tersebut.

Sialnya tenaga orang itu sangat kuat, seperti bukan manusia. Bahkan tangan besar milik orang itu berhasil meraih leher Irithella dan mencekiknya erat. Irithella kesulitan bernapas. Penguncian dari orang itu terlalu kuat hingga Irithella sukar melepaskan diri.

"Fuck...." erangnya masih dalam kondisi dicekik oleh penguntit berjubah hitam itu. 

Irithella tidak sudi memohon kepada orang yang mencelakainya sekarang. Dia tak akan meminta dilepaskan karena itu hanya akan membuat lawannya senang. Maka dari itu, dengan energi yang masih tersisa, Irithella memanfaatkan kakinya untuk menyerang selangkangan pria itu dengan tendangan. 

DRYTOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang