🍰25🍰

19.4K 2.3K 301
                                    

Helow! Kejutan! Ketemu lagi di AMP part 25! 🎉🎉🎉

Selamat hari raya idul adha. Alhamdulillah.

Mmmm mau spam emoji ini 🍰🍰🍰? Atau komen hal-hal lucu meski chapter ini enggak ada lucu2nya juga boleh. Atau komen apapun yang kalian mau.

Yang banyak ya!

______________________

ANYA melirik kecil pada Arlan yang tertidur pulas, menyender dibahunya.

Embusan napas halus-panjang kembali terdengar, alternatif hampa pengurai rasa lelah yang terasa menumpuk di sekujur tubuh si gadis. Sesekali, mata yang lebih sering menatap dinding kokoh putih yang berada beberapa meter di hadapannya itu berkedip pelan. Kehitaman yang mengelilingi keseluruhan netra pengelihatan Anya semakin jelas menghias wajah.

Sejujurnya, bahu Anya sudah merasa kebas, lelah menopang berat kepala Arlan. Namun, ia memilih meredam, diam. Dan kembali merenung.

Sesaat, ingatannya melayang pada obrolan beberapa puluh menit yang lalu.

Arlan sudah menceritakan semuanya, tentang rasa cemburu yang ia rasakan saat Anya berdekatan dengan Deryl. Tentang semalam, saat ia menghilang dan menginap di hotel lalu terjaga hingga matahari menyingsing. Kemudian, pagi-pagi Arlan harus berangkat ke Jakarta untuk meeting dengan salah satu kliennya dari luar negeri.

Laki-laki itu kembali ke Bandung untuk istrinya.

Berusaha menemani kesendirian, kesenduan yang mendekap Anya. Membuat kehangatan dengan pelan menyoroti sisi kecil ruang hati hampa yang kini Anya rasa.

Arlan ada untuknya. Kini, pedihnya bisa dibagi. Arlan bersedia, dengan suka rela, mau menampung semua perasaan terluka yang Anya genggam

Kedua sisi bibir Anya tertarik lurus, ia menyenderkan pipinya pada kepala Arlan. Helaian lembut rambut langsung menyapa, wangi nikmat, yang tak bisa Anya jabarkan menguar. Menusuk-nusuk penciuman. Tangan yang sejak tadi saling menggenggam itu Anya eratkan. Matanya tertutup, menikmati rasa nyaman yang tercipta.

Namun sayang, tak bertahan lama karena, Arlan terbangun tiba-tiba.

“Kamu ngantuk?” Arlan membenarkan letak masker yang kini menutupi setengah wajahnya. “Mau pulang buat istirahat? Biar saya yang nungguin Ibu.”

Anya menggeleng, tentu saja. “Lo aja yang balik, Mas. Gue masih tahan di sini kok.”

“Kalau kamu enggak pulang, saya juga enggak mau pulang.” Arlan keras kepala.

Keduanya saling bertatapan kemudian, dengan mata-mata lelah dan sayu yang kini bernaung di wajah. Sesaat, para dokter jaga malam yang berjalan cepat ke kamar ibunya membuat jantung Anya serasa berhenti berdegup.

🍰🍰🍰

Anya memperhatikan Ibu, dia sudah sadarkan diri. Namun, tatapannya berubah kosong, bahkan, Ibu seperti tak mengenali siapapun yang berada di ruangan itu.

Bening-bening air tangis menyelimuti netra Anya. Sakit, takut, mengepung Anya lebih kuat, lebih pekat. Ketakutan berlapis-lapis menyelimuti tubuh. Pikiran-pikiran buruk, yang lebih banyak, berlomba-lomba menembus kepala Anya. Membuat ia pening setengah mati.

Dokter Chandra yang kebetulan tengah bertugas malam ini juga merasa prihatin dengan keadaan Anya. Sesaat, ia memonitor fungsi vital Aina dari mesin EKG. Sebelum kembali sibuk dengan kertas follow up yang ada di tangannya.

A MARRIAGE PROPOSAL (END)Where stories live. Discover now